Angkasa masih setia duduk di pojok ruangan kafe Bian. Bian meninggalkannya sendiri karena sedang ada urusan. Tangan laki-laki itu terus mencoba menghubungi Juli. Namun tidak pernah ada jawaban sampai sekarang.
Ia juga sudah beberapa kali mencoba untuk menghubungi nomor Sasa. Tapi sampai sekarang juga belum ada tanggapan dari perempuan itu.
Sekarang sudah pukul sepuluh lewat, Angkasa bergegas kembali ke kontrakan dengan lesu. Ia belum bisa tenang kalau Juli belum bisa ia temukan. Setidaknya ia sudah tahu keberadaannya.
Jalanan menuju kontrakan lumayan sepi. Angkasa memarkirkan motornya di teras setelah mengunci pagar. Rumah petak kecil itu tampak begitu gelap. Bahkan sepertinya Angkasa lupa mengunci pintu.
Angkasa duduk di bangku setelah menyalakan lampu. Ia mengambil handphone dari saku jaketnya berharap ada informasi dari Sasa. Ia mengacak rambutnya resah.
Angkasa terus memandangi handphonenya. Ia berharap Sasa dengan cepat membalas pesan itu. Ia juga kembali menelpon perempuan itu. Tak lama Sasa mengetikkan sesuatu.
Angkat telepon gue, plis.
Lo pasti tau Juli dimana sekarang.Don't worry. She is fine with me now.
Kasih tau gue kalau ada apa-apa.
Okay.
Angkasa menghela napas, akhirnya gelisahnya berkurang walau belum sepenuhnya. Setidaknya Juli aman, walau tidak di sisinya.
Angkasa terbangun saat handphonenya berbunyi. Padahal ia baru saja tidur satu jam. Entah apa yang tidak bisa membuatnya tidur nyenyak. Mungkin karena Juli? Ah, ia biasa memeluk perempuan itu saat tidur.
Angkasa bangun dari tidur. Ia mengambil handphone dan melihat pesan yang baru saja masuk.
Juli mau ke rumah orangtuanya.
Laki-laki itu mengucek matanya sambil menunggu nyawanya terkumpul. Ia berjalan keluar kamar untuk membersihkan badan dan bersiap untuk menyusul Juli ke rumah ibu. Jangan sampai Angkasa terlalu melewatkan banyak kesempatan untuk segera kembali bersama Juli.
Sementara di tempat lain, dua perempuan itu baru saja menuruni tangga lantai dua. Rumah Sasa memang kerap kali sepi karena orang tuanya lebih sering menghabiskan waktu untuk pekerjaan. Mereka sering keluar kota untuk masalah bisnisnya.
"Sarapan dulu," ujar Sasa sembari menuntun Juli ke arah meja makan.
Juli tidak tahu, tentunya Sasa yang tidak berbicara kalau ia sudah menghubungi Angkasa. Sasa ingin masalah sahabatnya ini segera selesai. Ia mengirim pesan saat Juli sedang bersiap tadi. Semoga Angkasa cepat membacanya.
"Mau naik apa ke sana?" Sasa membuka pembicaraan.
"Gue anterin?" Tawarnya. Juli tentu menggelengkan kepala. Ia sudah terlalu banyak merepotkan Sasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Momen
RomanceJuli sama sekali tidak berpikir hidupnya berubah saat ia baru memasuki perguruan tinggi. Orangtuanya meminta untuk menikah dengan anak sahabat mereka. Karena Juli sangat menyayangi ayahnya, maka ia tidak bisa menolak. Angkasa sangat kaget saat salah...