Juli masih setia membaca buku di kamar sebelum Angkasa pulang. Biasanya laki-laki itu akan tiba di rumah sekitar pukul sebelas. Sambil menahan kantuk, Juli menuruni ranjang lalu berjalan keluar kamar untuk mengambil air minum.
Walaupun Angkasa sudah beberapa kali mengingatkan Juli agar tidur lebih dulu dan tidak perlu menunggunya, Juli sama sekali menghiraukannya. Gadis itu selalu menunggu sampai Angkasa benar-benar tiba di rumah, tidur di sampingnya, dan memastikan keadaannya baik-baik saja.
Juli berjalan kembali ke arah kamar sambil membawa satu gelas berisi air putih. Saat ia sampai di tengah jalan, Angkasa sudah berdiri di depan pintu. Laki-laki itu terlihat tengah mengunci pintu dari dalam. Tak lama ia berbalik.
Ia sedikit mendecak saat mengetahui Juli belum tidur, "Kan udah aku bilang nggak usah ditunggu. Tidur aja duluan kalau udah ngantuk."
Juli berjalan lebih dulu diikuti Angkasa di belakangnya. "Belum ngantuk tau."
Angkasa berjalan ke meja untuk meletakkan tas. Ia lalu keluar kamar untuk mandi. Walaupun airnya pasti dingin, tubuh Angkasa harus diguyur air agar lebih segar setelah seharian bekerja.
Juli masih betah dengan buku yang ia baca dari sebelum Angkasa datang. Ia tampak serius dan tidak memperhatikan Angkasa yang sudah kembali ke kamar dengan handuk yang masih melekat di tubuhnya.
Setelah selesai memakai celana, Angkasa bergabung dengan Juli di atas ranjang. Ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur.
"Tidur, Jul." Ujar Angkasa kepada Juli yang masih asyik membaca.
Juli menoleh, ia sedikit kaget saat Angkasa sudah di sampingnya. Padahal tadi sepertinya Angkasa baru mandi. Kenapa cepat sekali? Ah, mungkin Juli yang terlalu fokus pada bukunya sampai tidak mengetahui kegiatan Angkasa.
Juli menutup bukunya, ia kemudian ikut berbaring di samping Angkasa.
"Bengkel masih sepi ya, mas?"
Angkasa berdeham dan memberi jeda sebelum menjawab, "Lumayan, sih. Tapi aku masih harus kerja di kafe Bian." Jelasnya.
Juli hanya mengangguk, ia mengubah posisinya menjadi menyamping, menatap Angkasa yang tidur terlentang sambil tangannya menutupi wajah. Matanya juga ikut terpejam, tapi masih menjawab pertanyaan Juli.
Sebenarnya selama menunggu Angkasa tadi, Juli sudah mengantuk. Entah karena apa sekarang ia malah belum bisa tidur. Menguap kemana rasa kantuknya itu?
"Kamu pasti capek ya?"
Angkasa hanya berdeham. Ia sesekali membetulkan posisinya berbaring.
Juli bangun dari tidurnya. "Mau aku pijat, mas?"
Angkasa menggeleng. "Nggak usah, sini peluk aja. Udah malam, tidur." Angkasa merentangkan tangannya, meminta Juli kembali tidur di dalam dekapannya.
"Nggak jadi ngantuk." Keluh Juli pelan, ia sudah berada di pelukan Angkasa.
"Mas," Angkasa berdeham.
Juli sama sekali tidak mengerti mengapa dirinya susah sekali untuk tidur. Ia bahkan sudah memaksa untuk memejamkan mata, tapi tak kunjung memasuki alam mimpi.
"Kemarin pas waktu aku di mall, aku lihat anak kembar gitu, lucu deh." Juli bercerita. Matanya masih segar, belum mengantuk.
Angkasa menanggapi masih dengan mata tertutup. "Yaudah ayo bikin." Ujarnya.
Juli langsung menjauhkan kepalanya mundur. Ia sedikit mendongak untuk menatap Angkasa, lalu tangannya dengan refleks memukul lengan Angkasa. "Mana ada gitu." Lalu ia cemberut tapi wajahnya bersemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Momen
RomanceJuli sama sekali tidak berpikir hidupnya berubah saat ia baru memasuki perguruan tinggi. Orangtuanya meminta untuk menikah dengan anak sahabat mereka. Karena Juli sangat menyayangi ayahnya, maka ia tidak bisa menolak. Angkasa sangat kaget saat salah...