Angkasa duduk santai sambil memainkan handphone. Punggungnya bersandar pada kepala ranjang. Ia sedang melihat YouTube yang disambungkan ke televisi.
Juli baru saja dari luar sambil menggendong Langit. Mereka tampak berbicara. Tentu Langit yang mengoceh, Juli menanggapi.
"Kapan dijemputnya sih ini bocah?" Tanya Angkasa saat Juli sudah bergabung dengannya.
Juli mengendikkan bahu pelan, "nggak tau, sekalian besok paling."
Angkasa mendengus sebal, kakaknya itu benar-benar selalu membuatnya emosi.
"Sayang, sayang," ujar Juli sambil mengangkat Langit ke udara. Langit tersenyum senang. Tangannya mengepal di udara.
Juli sangat menyukai anak kecil, tentu saja. Tak heran jika ia akan betah jika Langit berlama-lama di sini. Tapi Angkasa yang tak betah.
Tak lama Langit tepar. Seharian ini ia lelah bermain bersama Juli. Juli membaringkan Langit di samping Angkasa. Ia juga ikut berbaring sambil menepuk-nepuk pantat balita itu.
"Bisa dikecilin nggak volumenya?" Ini bukan pertanyaan, melainkan perintah. Angkasa berdeham.
Tapi kemudian Langit bergerak gelisah. Tangannya meraba-raba baju tidur yang Juli kenakan. Kepalanya kembali mendusel lebih dalam, sambil bergumam.
"Nenn,"
Angkasa yang fokus pada tontonannya kini melihat ke samping. Juli meringis. Angkasa menghela napas kasar.
Pakai minta nen segala ni bocah.
***
Seharian ini Angkasa tidak bisa istirahat. Banyak hal yang harus ia urus. Terlebih lagi untuk program kerja KKN yang akan dilaksanakan pada liburan semester gasal besok.
Ia mendaftarkan diri bersama Bian untuk bergabung dalam tim KKN NTT. Tentu saja ia harus membujuk mami untuk mengizinkan pergi ke sana terlebih dahulu.
"KKN berapa lama sih?" Tanya Juli sambil menuangkan bumbu ke dalam panci.
Angkasa yang duduk di meja makan sambil menghadap laptop berhenti sejenak. Ia menoleh ke arah Juli.
"Bisa sebulan lebih." Jawabnya singkat.
Juli hanya bergumam, ia melanjutkan memasak makanan untuk siang ini.
Bicara tentang KKN membuat Juli sedikit khawatir. Orang bilang kalau KKN pasangan kita akan dekat dengan orang lain.
Juli menggelengkan kepala pelan, nggak, nggak. Emang Angkasa tipe orang seperti itu?
Lagipula, memang selama ini mereka ada hubungan khusus selain teman serumah?
"Kenapa? Takut kangen ya lo?" Tanya Angkasa, ia tidak menatap Juli. Hanya berniat menggoda gadis itu.
Juli tidak menjawab, pikirannya sibuk berkeliaran entah kemana. Sibuk memikirkan perasaan apa yang ia rasakan sekarang. Perasaan saat bersama Angkasa.
Ia merasa takut jika Angkasa akan pergi.
Juli kembali menggelengkan kepala, mengusir pikiran-pikiran aneh yang seharusnya tidak muncul.
Suara rengekan tangis bayi membuat mereka menoleh ke arah kamar. Sesaat Juli melirik Angkasa.
"Tolong dong, Sa. Aku lagi masak ini." Ujarnya pelan.
Angkasa berhenti dari kegiatan. Ia bersandar sebentar pada kursi lalu bangkit sambil berdeham pelan.
Tak lama ia kembali sambil menggendong Langit yang masih setengah sadar. Mengucek sebelah matanya pelan. Lucu sekali.
"Anak ganteng udah bangun yah?" Sapa Juli kepada Langit.
Langit mengulurkan tangannya kepada Juli. Ia merengek.
"Sebentar ya sayang, aunty lagi masak. Sama uncle dulu."
Lalu Langit kembali menangis. Bahkan ia memukul-mukul pelan wajah Angkasa.
Kenapa jadi gue yang kena sih?!
"Nenn," lanjutnya pelan.
"Oh mau nenen? Sebentar ya, aunty angetin dulu susunya."
Angkasa membawa Langit duduk di kursi. Ia kembali melihat laporan pada layar laptop walau tidak senyaman tadi.
Ini kenapa jadi kayak suami-istri udah punya anak beneran deh?!
***
Berlanjut.
Mei, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Momen
RomanceJuli sama sekali tidak berpikir hidupnya berubah saat ia baru memasuki perguruan tinggi. Orangtuanya meminta untuk menikah dengan anak sahabat mereka. Karena Juli sangat menyayangi ayahnya, maka ia tidak bisa menolak. Angkasa sangat kaget saat salah...