Angkasa memutar kemudi mobil saat sudah keluar gerbang kampus. Sekarang ia dan Juli menuju ke rumah mami karena beliau kemarin meminta Angkasa untuk membelikan kue kesukaan.
"Sori, ya." Ujar Angkasa membuka pembicaraan.
Juli yang duduk di sampingnya hanya diam sambil mengotak-atik handphone.
"Tadi itu malas banget ada cewek-cewek genit. Bikin gue risih."
Juli hanya bergumam pelan, masih fokus menyimak obrolan grup kelasnya.
"Gue tuh kadang bingung. Kenapa mereka kayaknya antusias banget tiap ketemu gue." Angkasa masih saja curhat.
"Makanya kalau punya kegantengan tuh dijaga, bukannya malah diumbar-umbar." Juli menimpali sekenanya.
Hal itu membuat Angkasa berdecak, "trus gue harus gimana? Pakai topeng everyday everywhere, gitu?"
Juli mengendikkan bahu, "Ya terserah... Enaknya kamu gimana."
"Eh, kok lo ngeselin sih, Jul." Angkasa gemas lalu mengacak-acak rambut Juli pelan.
Juli mengaduh lalu mengalihkan pandangannya ke Angkasa, "sama-sama ngeselin, diam aja deh."
Angkasa kembali fokus menyetir sesekali berhenti karena lampu merah.
Mereka sampai di rumah mami sekitar jam satu. Juli masuk lebih dulu disambut mami dan Bulan yang ada di ruang tengah.
"Loh, Juli?" Bulan menoleh saat mami mengarahkan pandangan ke arah pintu depan.
"Hai, mi, mbak Bulan." Ujar Juli menyalami satu per satu dan mencium pipi pelan.
"Tumben ke sini? Sama siapa?" Tanya mami.
Juli sudah duduk di samping Bulan.
"Ada Angkasa juga di depan. Katanya mau nganterin pesanan mami." Mami manggut-manggut.
Angkasa berjalan menghampiri ketiga wanita itu sambil membawa bingkisan.
"Nih, mi. Pesanan mami." Angkasa mengulurkan bingkisan itu kepada mami.
Mami menerimanya, "Oke, makasih anak mami yang guanteng. Naik apa kalian?" Tanya mami sebelum ke dapur.
"Mobil Bian. Tadinya mau sama Bian tapi nggak jadi." Jelas Angkasa.
"Pinjam mobil mulu lo. Nggak tau diri."
Angkasa melirik Bulan sewot, "Ya gimana, ya. Orang dianya yang nawarin kok."
"Dikasihin malah, 'udah pake aja, Sa. Anggap aja mobil sendiri', gitu. Ya gue sebagai sahabat yang baik nggak bisa nolak sih." Jelas Angkasa sambil menjatuhkan tubuhnya di samping Juli.
Bulan memutar bola matanya, kesal. "Ngeles terus."
"Oh iya. Gue mau minta tolong." Ucap Bulan.
"Apalagi? Asal jangan minta duit aja." Gumam Angkasa pelan. Ia merebahkan kepalanya di kepala sofa.
"Habis ini nitip Langit, ya? Gue ada undangan sama Mas Rahen."
Angkasa membuka matanya seketika. Ia mengangkat kepalanya lalu menatap Bulan. Pertanda buruk. Harusnya ia ke rumah mami nanti malam saja.
"Lo ada kuliah lagi nggak habis ini?" Tanya Angkasa pada Juli.
Plis, ada dong.
Juli nampak berpikir, "hmm... Nggak sih." Bahu Angkasa merosot seketika.
"Lo-gue, lo-gue. Aku-kamu! Udah nikah juga." Ujar Bulan memarahi Angkasa. Yang dimarahi mengacuhkannya.
"Berarti nggak apa-apa ya kalau kalian sama Langit hari ini?" Tanya Bulan memastikan.
Juli mengangguk. Angkasa mendesah pelan.
***
"Ini namanya gajah," ujar Juli kepada anak yang kira-kira berusia dua tahun itu. Sekarang ia dan Angkasa sedang berada di kamar Bulan setelah Bulan dijemput Rahen untuk pergi.
"Apa sayang namanya?" Juli kembali menunjuk gambar gajah di buku, "Ga-jah," ulangnya.
Langit mengangguk-angguk senang. Ia menarik-narik rambut Angkasa pelan membuat Angkasa meringis.
"Kalau ini siapa?" Tanya Angkasa iseng dengan menunjuk dirinya sendiri.
Langit antusias, sedang Juli pura-pura berpikir, "Hm... Apa, ya?"
"Buaya darat, mungkin?" Tebaknya.
Anjir ini cewek.
Angkasa mengumpat dalam hati. Sedang Langit mencoba berdiri dan merangkul pelan leher Juli.
Mami membuka pintu kamar, ia senang melihat mereka sangat akrab begini.
"Kenapa, mi?" Angkasa bangkit dari tidurnya.
"Nggak apa-apa. Mami minta tolong dong, Sa." Ujar mami masih di ujung pintu.
"Kenapa perempuan di sini hobinya minta tolong sih?!" Angkasa menggaruk kepalanya frustasi.
Mami terkekeh pelan, "Nggak susah kok. Beliin bahan makanan di supermarket ya. Ajak Juli sama Langit sekalian buat jalan-jalan."
Sebelum menyetujui, pintu kamar sudah tertutup kembali.
Angkasa menatap Juli yang sibuk menenangkan Langit, ia kembali mendesah berat. Sedang Juli mengendikkan bahu.
***
Mobil Angkasa—pinjaman Bian berhenti di parkiran salah satu mall dekat rumah mami.
Angkasa turun lalu membukakan pintu untuk Juli.
"Kenapa pakai acara ke mall segala sih? Supermarket kan juga ada yang dekat tadi." Ujar Juli setelah mereka berjalan bersisian.
Angkasa mengambil Langit dari gendongan Juli, "sekalian main emang kenapa sih?"
Lalu mereka meneruskan berjalan memasuki mall.
Setelah berputar-putar mengelilingi ruangan khusus makanan, Juli dan Angkasa menunggu antrian untuk pembayaran.
Angkasa menyuruh Juli menunggu di antrian sedang ia entah kemana.
Langit tiba-tiba rewel membuat Juli kembali menggendongnya, "sabar ya, sayang. Bentar lagi selesai kok ini." Ujar Juli sambil memajukan trolinya.
Angkasa kembali dengan sebuah cup eskrim dan meletakkannya bersama makanan yang lain untuk dihitung.
Setelah selesai mereka berjalan untuk kembali ke parkiran. Angkasa mendorong troli sambil menggendong Langit dengan gendongannya.
"Langit kayaknya mau makan eskrim nya sekarang, Jul." Angkasa menunjuk kantong plastik di troli dengan dagunya.
Seolah mengerti, Juli langsung mengambil eskrim itu. Membukanya dan menyuapkan pada Langit.
"Aaa," Juli membuka mulutnya lebar agar Langit ikut membuka mulut, ia sangat antusias saat Juli menyuapkan eskrim itu.
Langit menepuk-nepuk pelan pipi Angkasa, "Bagi sama uncle?" Tanya Juli pelan. Langit mengangguk.
"Nih, Aaa." Juli ikut menyuapi Angkasa.
Angkasa tadinya menjauhkan wajah tapi tetap memakan eskrim itu karena melihat Langit yang merengek. Setelahnya Langit kembali mengoceh senang.
Anak mbak Mun sialan.
Tak mereka sadari ada sepasang mata yang melihat pergerakan mereka hingga mereka masuk mobil dan meninggalkan parkiran.
***
Berlanjut.
Mei, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Momen
RomanceJuli sama sekali tidak berpikir hidupnya berubah saat ia baru memasuki perguruan tinggi. Orangtuanya meminta untuk menikah dengan anak sahabat mereka. Karena Juli sangat menyayangi ayahnya, maka ia tidak bisa menolak. Angkasa sangat kaget saat salah...