Suara ayam jago berkokok membangunkan Angkasa yang tidur dengan posisi tengkurap. Ia menegakkan kepalanya, menoleh untuk melihat jam yang menggantung di atas pintu. Kemudian matanya melirik perempuan yang juga masih tertidur di sampingnya.
Hari ini mereka masih berada di kontrakan. Sedangkan untuk sore nanti dan seterusnya mereka akan pindah ke rumah mami sambil menunggu Angkasa pergi KKN.
Angkasa membalikkan tubuhnya pelan agar tidak mengganggu tidur Juli. Ia sekarang tidur menyamping, menghadap Juli yang juga menghadap ke arahnya. Mereka berhadapan.
Ah, wajah tidur Juli sungguh lucu.
Angkasa iseng melingkarkan lengannya ke perut Juli pelan. Ia memeluknya sambil tersenyum mengamati wajah Juli yang polos.
Tak lama Juli bergerak. Angkasa dengan cepat menutup matanya pura-pura tidur. Ia merasakan pergerakan Juli.
Sekarang Juli yang terbangun. Ia sedikit kaget dengan tangan yang melingkar di perutnya. Ia mengamati setiap wajah Angkasa yang ia kira masih tidur.
Angkasa memang tampan. Pantas saja banyak perempuan yang tergila-gila padanya. Juli menatap Angkasa diam.
Tangannya kemudian terulur. Ragu. Ia menyentuh setiap inci wajah Angkasa. Mulai dari dahi, mata, hidung, kemudian bibir.
Juli sama sekali tidak menyangka kalau ia akan menjadi seorang istri Angkasa yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bahkan pertemuan pertama mereka sungguh membuat Juli malu.
Ketika Juli asyik dengan pikirannya terhadap pertemuan pertamanya dengan Angkasa. Tangan Angkasa yang melingkar di perut Juli tiba-tiba menariknya erat. Mengikis jarak yang sejak tadi menjauhkan mereka.
"Eh?" Juli terkesiap saat melihat Angkasa tiba-tiba menatapnya dengan tersenyum.
"Sedang mengagumi ketampanan gue, eh?" Tanyanya dengan sombong.
Juli menepuk pelan kening Angkasa, "Cari-cari kesempatan ya kamu?!" Tanyanya sebal.
Angkasa terkekeh pelan, ia sudah mengamati Juli jauh sebelum perempuan itu terbangun.
"Nyari kesempatan apa? Bukannya emang udah boleh ya?" Angkasa mendekatkan wajahnya ke arah Juli.
Juli berusaha mundur, tapi ditahan oleh dengan tangan Angkasa di belakang.
"Lebih dari ini juga boleh, kan?" bisiknya pelan membuat Juli bergidik ngeri.
Juli lagi-lagi menepuk kening Angkasa, kali ini dengan sedikit kasar.
"Bangun sana! Siap-siap sholat subuh."
Juli melepaskan tangan Angkasa dengan cepat. Ia bangkit lalu berjalan ke luar kamar.
Angkasa hanya terkekeh melihat tingkah Juli. Ia mungkin akan merindukan Juli saat KKN nanti. Segalanya tentang Juli.
***
Setelah ashar mereka bergegas untuk meninggalkan kontrakan. Sebagian besar barang-barang mereka sudah diangkut mobil Bian ke rumah mami.
"Udah belum, Jul?" Angkasa sedikit berteriak memanggil Juli yang belum keluar dari kamar.
"Sebentar!" Balas Juli dengan intonasi yang sama.
Angkasa menggerutu pelan, bentarnya perempuan tuh berapa lama sih? Dari tadi bilangnya bentar-bentar mulu.
Tak lama Juli keluar dengan menggunakan sweater dan celana panjang. Tak lupa tas kecil sebagai pelengkap penampilan.
"Ayo." Ajaknya. Ia menarik pintu dan menguncinya.
Angkasa memakai helm dan berjalan lebih dulu ke arah motor.
"Helm aku mana?" Tanya Juli setelah di samping Angkasa.
Angkasa menatapnya bingung, "Belum lo ambil?"
Juli mendengus kesal, "Kirain udah diambilin." Ia kembali ke pintu dan membukanya. Tak lama ia keluar membawa helm.
"Pegangin bentar nih," Juli menyerahkan helm kepada Angkasa. Ia meminta tolong karena ia sedang memasukkan kunci ke dalam tasnya.
Angkasa memakaikan helm Juli ketika perempuan itu setengah menunduk, "kelamaan." Ujarnya.
Setelah selesai Juli menatap Angkasa sebal. Rambutnya jadi rusak karena helmnya tidak mendarat dengan benar di kepalanya.
Mereka akhirnya meninggalkan rumah kontrakan. Mungkin sampai beberapa bulan ke depan mereka akan kembali untuk semester yang akan datang.
Hanya memerlukan waktu tigapuluh menit untuk sampai di rumah mami. Setelah mereka masuk ke dalam rumah, mami langsung antusias dan mengajak Juli untuk melakukan kegiatan perempuan seperti biasanya.
***
Malam ini Juli dan Angkasa baru saja turun dari kamar untuk makan malam bersama mami dan papi. Di meja makan terlihat papi dan mami telah bersiap-siap untuk makan malam. Keduanya pun bergabung di meja makan.
"Berangkat kapan kamu, Sa?" Tanya papi setelah selesai makan.
"Minggu depan, Pi." Balas Angkasa singkat.
"Urusan bengkelmu gimana?" Tanya mami menambahi.
Angkasa memang sudah punya usaha bengkel motor dan mobil sendiri. Tapi usahanya masih terbilang belum terlalu besar.
"Udah ada Adrian yang ngurus, mi. Tenang aja, nggak bakal aku bawa bengkelnya ikut KKN."
Mami menatap Angkasa kesal, "Becandamu itu lho, Sa. Kurang-kurangin dikit. Kasian Juli, enek dengarnya."
Juli hanya tersenyum melihat interaksi ibu dan anak ini.
Setelah selesai makan malam, mereka kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Angkasa menutup pintu kamar, Juli sudah berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan wajah.
Saat bersiap-siap tidur, Angkasa mendengar ada suara jatuh dari kamar mandi. Ia yang baru mau membuka kaos tidak jadi.
"Jul?" Panggilnya pelan.
Tak ada jawaban dari dalam kamar mandi. Angkasa kemudian berdiri dan menghampiri kamar mandi. Ia membuka pintu kamar mandi pelan.
"Ya ampun, Jul!" Angkasa berjalan cepat ke arah Juli yang terduduk di samping kloset sambil memegangi kaki bagian bawah.
Juli meringis, Angkasa segera berjongkok di samping Juli, "Kenapa bisa gini?"
Juli menggelengkan kepala pelan, ia tidak kuat menahan sakit kakinya yang sepertinya terkilir.
"Aw! Sakit!" Ujar Juli menyingkirkan tangan Angkasa yang mencoba menyentuh kakinya.
"Bisa bangun nggak? Ayo." Angkasa berusaha memapah Juli untuk berdiri. Tapi Juli tidak kuat untuk berdiri.
Kali ini air mata Juli tiba-tiba turun. Sakit kakinya mungkin tidak seberapa tapi jiwanya mungkin masih kaget sehingga membuat tubuhnya menegang.
"Nggak bisa, Sa. Sakit." Adunya pelan.
Angkasa kemudian mengangkat tubuh Juli dan menggendongnya sampai ke ranjang. Ia merebahkan tubuh Juli pelan.
"Gue panggil mami dulu," ujar Angkasa bersiap meninggalkan kamar. Juli dengan cepat menahan lengan Angkasa.
"Nggak usah. Udah malam, kasian mami sama papi lagi istirahat."
Angkasa berdecak kesal, "Trus kaki lo gimana?"
"Udah nggak apa-apa. Nanti dibuat tidur juga sembuh."
Juli menunjuk bagian kasur di sebelahnya dengan dagu, "Udah. Tidur gih." Lanjutnya.
Angkasa hanya menurut. Ia akhirnya merebahkan tubuhnya di samping Juli. Sebelum ia tidur, ia menatap Juli khawatir.
"Beneran nggak apa-apa? Ke rumah sakit aja yuk." Angkasa kembali bangkit.
Juli yang sudah mau menutup mata kembali membuka matanya pelan. Ia memutar bola matanya kesal, "Iyaa. Udah tidur. Nggak usah bawel."
***
Berlanjut.
Mei, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Momen
RomanceJuli sama sekali tidak berpikir hidupnya berubah saat ia baru memasuki perguruan tinggi. Orangtuanya meminta untuk menikah dengan anak sahabat mereka. Karena Juli sangat menyayangi ayahnya, maka ia tidak bisa menolak. Angkasa sangat kaget saat salah...