Saat semua orang sedang tidur nyenyak, Angkasa menggeliat. Ia mengubah posisinya menjadi menyamping. Tengah malam begini ia terbangun karena perutnya ingin diisi.
"Jul,"
Angkasa menatap Juli yang sekarang tidur di sampingnya, posisinya menyamping. Ia tampak nyaman dengan selimut menutupi sebatas leher.
Tak ada jawaban dari Juli karena ia tidur cukup nyenyak. Tangan Angkasa terulur, menyentuh sebelah pipinya, menusuk-nusuk pelan dengan telunjuk.
"Juli," Juli terusik dengan Angkasa. Ia hanya berdeham tanpa membuka matanya.
Angkasa beralih memegang hidung Juli, memegangnya, dan memencetnya pelan.
"Juliaa," Juli menggeliat pelan. "Aku lapar. Pengen makan." Ujar Angkasa masih dengan kegiatannya.
Karena tidak ada gerak lanjutan, tangan Angkasa berpindah ke bibir Juli. Ia memainkan bibir Juli, sehingga membuat bibirnya mengerucut.
Lucu juga.
Juli mendengus, ia menyingkirkan tangan Angkasa dari bibirnya. Namun matanya tak kunjung terbuka.
"Aku lapar," Angkasa ganti memainkan rambut Juli yang tergerai. "Masakin mi." Lanjutnya.
"Masih ada makanan sisa semalam, makan sana."
Angkasa mendengus, sekarang Juli sudah membuka matanya. Ia menatap Angkasa kesal.
"Tapi aku pengen makan mi."
Juli mendorong kening Angkasa karena tubuhnya mulai mendekatinya, "Masak sendiri!"
Juli kembali menutup matanya, tapi suara Angkasa menginterupsi. "Ayo dong, masakin. Aku cium nih." Ujarnya sambil mengikis jarak mereka.
Dengan malas Juli bangkit dari tidurnya. Tentu Angkasa mengikuti dengan senyum yang lebar.
Ia berdecak kesal sambil menggelung rambutnya ke belakang. Tak lama ia turun dari atas ranjang, "Pakai tuh bajunya. Kamu ikut ke bawah, enak aja malah tidur lagi." Ujar gadis itu setelah melihat Angkasa ingin kembali berbaring.
Angkasa hanya menggerutu kecil, yang tentunya tidak bisa Juli dengar.
"Kok ke kamar mandi?" Angkasa bertanya saat Juli berjalan ke arah kamar mandi, bukan ke pintu kamar.
"Bentar, kebelet!"
Tidak ada obrolan yang mengalir. Juli terlalu sibuk menunggu mi buatannya matang, sedangkan Angkasa hanya duduk manis di meja makan sambil memainkannya handphonenya.
Setelah beberapa menit, Juli berjalan ke meja makan. Ia menyajikan semangkuk mi di depan Angkasa.
"Makan," ujar gadis itu. Ia tidak langsung kembali ke kamar, kakinya melangkah ke kabinet untuk mengambil gelas dan mengisinya dengan air.
"Kamu mau nggak?" Tanya Angkasa kepada Juli yang duduk di depannya. Tentu saja Angkasa yang memaksa gadis itu untuk menemaninya makan.
Juli menggelengkan kepala. Tangannya bertopang dagu malas, sesekali menguap. Ia menunggu Angkasa menyelesaikan makannya.
Setelah Angkasa beralih mengambil gelas, Juli mengambil mangkuk itu dan berjalan ke wastafel. Ia sekalian mencuci peralatan masak dan mangkuk yang Angkasa gunakan.
Saat tangannya sibuk membilas panci, tangan lain terulur dari belakang menaruh gelas kotor di wastafel. Sebelum ia pergi, Angkasa mengecup pelan pundak Juli, "Makasih... Sayang."
***
Seharusnya hari ini Angkasa bisa beristirahat dengan tenang. Tapi, siang tadi Bian tiba-tiba datang ke rumahnya untuk membahas laporan dari kegiatan KKN. Mereka menghabiskan beberapa jam di ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Momen
RomanceJuli sama sekali tidak berpikir hidupnya berubah saat ia baru memasuki perguruan tinggi. Orangtuanya meminta untuk menikah dengan anak sahabat mereka. Karena Juli sangat menyayangi ayahnya, maka ia tidak bisa menolak. Angkasa sangat kaget saat salah...