Bukannya membaik, kaki Juli malah menjadi bengkak. Angkasa terbangun, ia langsung menyibak selimut yang menutupi kaki Juli. Ia meringis membayangkan betapa sakitnya kaki itu.
Setelah melaksanakan shalat subuh, Angkasa keluar dari kamar dan berjalan menuju kamar orang tua. Ia mengetuk pelan pintu kamar.
"Kenapa, Sa?" Tanya mami usai membuka pintu.
"Kaki Juli terkilir, mi. Udah dari kemarin malam. Sekarang kakinya bengkak." Jelas Angkasa pelan. Ia nampak begitu khawatir.
"Apa?!" Semprot mami kesal. Ia menggulung rambutnya ke belakang.
Mami berjalan cepat menuju kamar Angkasa yang diikuti oleh Angkasa, "Kenapa nggak bilang dari kemarin sih?!"
"Julinya yang nggak mau, mii." Gue lagi yang salah.
Mereka berdua masuk ke dalam kamar. Juli sudah bangun. Ia masih duduk di atas ranjang sambil memegangi kakinya.
"Aduh kenapa ini kakinya, sayang? Kenapa nggak bilang dari kemarin?" Mami bergerak mendekat, duduk di tepi ranjang.
"Mami panggil tukang urut dulu bentar. Kamu jangan kemana-mana," ujarnya.
Sebelum mami keluar kamar, ia melotot ke arah Angkasa. Angkasa menghela napas pasrah. Ia memilih untuk duduk di samping Juli.
Seharian ini Juli hanya berdiam diri di kamar. Usai diurut oleh tukang urut panggilan mami, bengkak kakinya sedikit reda tapi masih sakit.
"Gue lagi kan yang kena omelan mami." Gerutu Angkasa. Ia juga masih di atas ranjang menonton televisi.
Juli menoleh pelan ke arah Angkasa, "Iya maaf, yah."
Angkasa terkesiap. Tadinya Angkasa hanya ingin menyampaikan kesalnya, tapi suara pelan Juli seolah ia melakukan salah besar membuat Angkasa menjadi merasa bersalah.
"Beneran udah baik?" Tanya Angkasa mengubah topik pembicaraan.
Juli mengangguk pelan, ia kembali melanjutkan membaca buku.
"Jul," panggil Angkasa pelan. Juli berdeham.
"Kalau nanti gue kangen sama lo gimana? Sebulan tuh lama tau."
Juli mengalihkan pandangannya dari buku, alisnya berkerut tak mengerti.
"Sebelum nikah kamu juga biasa tanpa aku, kan? Lebay deh." Balasnya.
"Itu beda!" Sergah Angkasa cepat.
"Kalau gue kangen masakan lo, ngambeknya lo, galaknya lo, sama semua yang menyangkut tentang lo gimana? Gue udah terbiasa dengan semua itu." Lanjut Angkasa.
Juli menutup bukunya. Ia menepuk pelan lengan Angkasa pelan dengan buku, "Jadi selama ini aku galak?!"
Angkasa mengelus lengannya pelan, ia meringis.
"Ha? Iya? Aku galak gitu?" Cecar Juli dengan masih menggunakan buku untuk menyerang Angkasa.
"Dikit," bisik Angkasa pelan yang masih bisa didengar oleh Juli.
***
Angkasa sibuk mengemasi barang yang akan ia bawa untuk KKN. Dengan dibantu Juli, ia menyusun beberapa pakaian ke dalam koper.
"Udah semua ini?" Tanya Juli pelan. Ia masih melihat Angkasa yang duduk membelakanginya.
Angkasa mengangguk, "Iya udah cukup. Nggak usah banyak-banyak." Ujarnya.
Selesai mengemasi barang, mereka berdua duduk santai di ruang tengah. Kali ini rumah sepi karena papi dan mami sedang menghadiri acara teman kantor papi. Mereka tinggal berdua di rumah.
Tak lama handphone Angkasa berdering, ia segera mengangkat panggilan itu.
"Kenapa, Na?" Ujarnya pelan. Juli masih duduk di sampingnya. Menguping sedikit.
"Iya udah itu aja. Besok Minggu jangan telat loh. Iya kumpul di sana," tak lama sambungan terputus.
"Siapa?" Tanya Juli setelah Angkasa meletakkan handphonenya di meja.
Meski seharusnya ia tidak kepo, pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya.
"Itu si Denina, nanyain KKN." Jawab Angkasa singkat. Ia kemudian menyalakan TV.
Juli mengangguk. Otaknya sibuk berpikir.
Denina?
"Cewek?" Pertanyaan bodoh itu keluar lagi dari mulut Juli.
Angkasa yang tadinya fokus ke layar TV beralih menatap Juli heran. Tumben sekali gadis ini.
"Banci,"
Juli melemparkan tatapan kesal pada Angkasa. Ia kemudian memalingkan wajahnya ke arah layar. Ikut menonton acara yang sedang tayang.
Tiba-tiba wajah Angkasa mendekat ke arah telinga Juli, membuat gadis itu sedikit berjengit.
"Cemburu?" Bisiknya.
Jarak mereka sangat dekat, bahkan kalau Juli menoleh ia akan langsung bersentuhan dengan Angkasa. Ia hanya diam.
"Apa sih, Sa?" Ucap Juli kesal. Tangan Angkasa sudah melingkar di perutnya. Ia berusaha menyingkirkan tangan itu tapi gagal.
"Sekali-kali lah, Jul." Ujar Angkasa pelan. Ia meletakkan kepalanya bersandar di bahu Juli.
Juli tetap diam. Ia bingung harus berbuat apa. Ia sama sekali tidak berpengalaman apapun.
"Jul?" Juli berdeham.
Angkasa kembali mendekatkan wajahnya ke arah Juli. Kali ini tangannya memegang tengkuk Juli. Menariknya lebih dekat. Dari jarak yang sedekat itu, Juli bisa melihat dengan jelas mata Angkasa. Mereka bertatapan lama.
Tak lama Juli lagi-lagi dibuat terkejut saat Angkasa kembali mendekatkan wajahnya hingga menghapus jarak yang mereka ciptakan.
***
Sebenarnya berat untuk Juli melepas Angkasa pergi jauh. Saat ini ia masih berada di atas ranjang. Sedangkan Angkasa masih di dalam kamar mandi.
Hari ini adalah hari dimana Angkasa berangkat KKN. Barang-barang yang kemarin dikemas sudah siap di depan rumah mami.
Saat Angkasa keluar, ia hanya memakai handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Ia berjalan ke arah lemari. Mengambil baju dan kembali ke kamar mandi. Setelahnya ia kembali keluar.
"Mandi sana," ujar Angkasa berjalan ke arah ranjang. Ia kemudian duduk di samping Juli.
Juli yang masih rebahan enggan untuk duduk. Ia memilih merapatkan selimutnya.
"Males, ah. Ini hari Minggu." Balasnya singkat. Ia berbalik memunggungi Angkasa.
Angkasa berdecak, "Emang hari minggu, mandi juga libur? Ajaran siapa tuh?"
Ia berdiri. Menarik tangan Juli yang tidur membelakanginya, membuat perempuan itu terlentang.
"Apaa sih?" Ujar Juli malas. Ia masih setia tidur di atas ranjang.
"Buru—" ucapan Angkasa terputus karena ia kehilangan keseimbangan. Tubuhnya jatuh di atas tubuh Juli.
Mereka hampir saja mengulang kejadian kemarin malam.
Saat keduanya terlalu terkejut dengan gerakan yang tiba-tiba, seorang perempuan yang baru saja membuka pintu tak kalah terkejutnya.
"Buruan sarap—" ujar Bulan pelan. Tapi tidak selesai. Ia mengumpat sebelum berkata, "Astaga kalian! Ditungguin sarapan malah mesra-mesraan. Cepet turun gih."
Menyadari posisinya, Juli segera mendorong pelan dada Angkasa. Ia kemudian duduk. Menutupi rona merah di wajahnya, ia berjalan ke kamar mandi. Sedang Angkasa menggaruk tengkuknya kasar.
***
Berlanjut.
Jun, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Momen
RomanceJuli sama sekali tidak berpikir hidupnya berubah saat ia baru memasuki perguruan tinggi. Orangtuanya meminta untuk menikah dengan anak sahabat mereka. Karena Juli sangat menyayangi ayahnya, maka ia tidak bisa menolak. Angkasa sangat kaget saat salah...