duapuluhtiga

2.3K 160 5
                                    

Menurut informasi yang mami dapatkan kemarin malam, Angkasa dan rombongannya akan sampai sekitar nanti sore. Setelah memotong bahan makanan, ia berjalan ke arah pintu utama karena ada yang mengetuk pintu.

"Eh, sayang. Ayo, masuk." Ajak mami kepada Juli yang baru saja sampai rumahnya.

Gadis itu datang setelah tadi pagi mami menelepon. Juli langsung pamit pergi ke kamar untuk meletakkan barang-barang. Tak lama ia keluar lagi untuk menghampiri mami. Ia berpapasan dengan Bulan yang juga baru saja keluar dari kamarnya.

"Di sini juga, mbak?" Juli menyapa.

"Iya dong. Kan nanti Angkasa pulang. Mau nagih oleh-oleh." Balasnya. Juli hanya membalas dengan senyum kecil. Mereka berjalan bersisian menuruni tangga.

Sampai di dapur Bulan dan Juli langsung membantu mami memasak. Juli memegang pisau lalu mengambil wortel untuk dipotong.

Pikirannya sibuk memikirkan hadiah apa yang pantas untuk menyambut Angkasa pulang. Setelah beberapa lama, terbesit ide untuk membuatkan Angkasa cupcake.

"Mi, habis ini Juli pamit keluar yah?" Izin Juli setelah ia selesai memotong wortel. Ia berjalan ke wastafel untuk mencuci tangan.

"Mau kemana, Jul?" Tanya mami.

"Mau beli bahan cupcake buat Angkasa, mi." Balas Juli singkat.

Bulan yang sibuk mengaduk masakan pun menoleh, "Perlu mbak antar?" Tanyanya.

Juli menggelengkan kepala, "Nggak usah mbak. Naik ojek online aja."

Setelah mengeringkan tangannya dan pamit, Juli kembali ke atas untuk mengambil tas. Tak lama ia keluar sambil menunggu pesanan ojeknya datang.

Ketika semua masakan sudah siap, mami dan Bulan beristirahat di ruang tengah sambil menunggu jam makan siang. Mereka biasanya akan makan siang bersama papi yang pulang saat jam istirahat.

"Bulan cek Langit dulu yah, mi." Pamit Bulan untuk kembali ke kamar. Mami mengangguk.

Ia menyalakan televisi sambil merebahkan tubuhnya di sofa. Tak lama suara deru mobil terdengar. Mami bangkit dan berjalan keluar untuk membukakan pintu.

"Loh, Angkasa kok udah pulang?" Tanya mami saat ia membuka pintu dan menghampiri papi yang baru turun dari mobil. Mereka berada di depan garasi.

Di luar sudah ada sebuah mobil. Terlihat Bian dan Angkasa sedang menurunkan barang-barang Angkasa.

"Mi, Pi," sapa Angkasa setelah mereka sampai di teras. Angkasa menyambut tangan mami dan papi bergantian. Disusul dengan Bian.

"Katanya nanti sore, Sa?" Tanya papi.

"Yee, papi gimana sih, anaknya nggak pulang bingung, anaknya pulang cepet heran." Balas Angkasa menggerutu.

Mami menepuk pelan lengan Angkasa. Bian terkekeh kemudian pamit.

"Nggak mampir dulu toh, Yan? Mami masak banyak nih."

Bian menggeleng sambil tersenyum, "Makan-makannya besok aja, mi. Mau cepet-cepet rebahan," Balasnya.

Kemudian ia menyalimi tangan mami dan papi dan bergegas kembali ke mobil.

"Hati-hati, lo!"

"Yoi, Sa."

Usai kepergian Bian, ketiga orang tersebut masuk ke dalam rumah. Bulan dan Langit juga sudah berada di ruang tengah.

"Lah kok udah di sini, Sa?" Bulan mengulang pertanyaan papi. Angkasa memutar bola matanya malas.

"Heran gue, pulang kayaknya pada nggak seneng. Nggak ada yang kangen apa?" Ujarnya pelan. Ia merebahkan tubuhnya di sofa.

Angkasa kembali menegakkan tubuh. Ia menatap sekeliling ruangan. Seperti ada yang kurang. Harusnya seseorang yang ia ingin temui sudah ada di sini, di sampingnya.

"Juli mana?"

"Dia nggak tau kalau aku pulang hari ini?" Lanjutnya. Ia menatap mami meminta penjelasan.

Mami berdecak kesal, "Udah mami kasih tau, ya. Tadi udah ke sini, cuma kayaknya dia males ketemu sama kamu jadinya pulang lagi."

"Mii," Angkasa menatap mami jengkel. Ia sedang serius malah bercanda.

"Tadi pamit keluar. Kenapa sih kamu? Kangennya nggak bisa ditahan sebentar?!" Bulan sewot membalas.

Tak lama handphone mami berdering, ia segera mengangkat panggilan itu.

"Ya, benar. Ada apa ya?" Mami mendengarkan seseorang yang menelepon dengan seksama.

"APA?!"

***

Usai menerima telepon, mami, Angkasa, serta papi berangkat ke rumah sakit. Bulan menjaga Langit di rumah.

Juli mengalami kecelakaan saat mau menyebrang. Sekarang ia berada di rumah sakit. Beruntung Juli ditolong oleh warga sekitar dan langsung membawanya ke rumah sakit.

Setelah mengetahui tempat rawat Juli, Angkasa berlari kecil meninggalkan mami dan papi di belakang. Menerobos lorong rumah sakit yang cukup banyak orang berlalu-lalang, Angkasa mengucapkan maaf berkali-kali.

"Jul?!" Seru Angkasa setelah ia berhasil membuka pintu. Ia bergegas menuju samping ranjang.

Juli terduduk di atas ranjang. Ada suster yang baru melakukan pengobatan pada lutut Juli. Kecelakaan Juli tidak parah. Hanya ada luka kecil di lutut dan siku. Ditambah sedikit syok.

"Kamu nggak apa-apa?" Angkasa menyentuh bahu Juli pelan sambil menatap matanya.

"Apa yang sakit?"

"Udah diobatin semua kan, sus?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Angkasa. Suster yang sudah selesai mengobati luka Juli tersenyum kecil.

"Udah, mas. Kalau begitu saya keluar dulu. Kalau ada apa-apa bisa langsung panggil dokter ya mbak." Ujar suster itu lalu pamit keluar.

Mami dan papi masuk ke ruangan Juli dirawat. Mereka juga mendekati ranjang. Mami mengambil alih tempat Angkasa, menggeser tubuh anaknya itu dan langsung memeluk Juli.

Belum juga gue yang meluk.

"Kamu nggak apa-apa kan, sayang?" Tanya mami pelan.

"Nggak apa-apa, mi. Cuma lecet dikit." Jelas Juli.

Mami dan papi menghela napas lega, "syukurlah."

"Lain kali hati-hati ya, Jul." Lanjut papi khawatir.

"Iya, Pi. Maaf udah bikin semua khawatir."

Mami melepaskan pelukannya, "Oiya mami belum kasih tau ibu." Jelasnya sambil mencari telepon di dalam tas.

Juli di sampingnya menggeleng cepat, "Nggak usah, mi."

"Juli nggak apa-apa kok ini. Jangan bilang ibu sama ayah ya? Takutnya mereka khawatir."

Mami menatap papi sejenak. Papi mengendikkan bahunya pelan. Mami sempat berpikir, kemudian memasukkan kembali handphonenya ke dalam tas.

"Oke, deh."

"Tapi kamu beneran udah nggak apa-apa, kan?" Mami memastikan lagi.

"Mii," Angkasa merengek kesal. Padahal ia yang panik setengah mati, malah mami yang sekarang di dekat juli.

"Kenapa kamu?" Mami memandang anaknya sewot, "Mami kan khawatir sama mantu mami." Lanjutnya.

Angkasa merengut, "Ya mami pikir aku nggak khawatir? Sampai nabrak-nabrak orang tadi mami kira aku kurang kerjaan gitu?"

"Gantianlah, mi. Aku juga mau sama Juli." Lanjutnya.

Mami melipat tangannya di depan dada, "Kamu kan nanti-nanti bisa. Kenapa sih gini aja diributin?"

Papi menghela napas. Ia mau tidak mau harus menghentikan perdebatan ini, kalau tidak mungkin sampai malam belum akan selesai.

"Udah, udah. Kita biarin Juli istirahat dulu. Kasihan, masih syok dia." Papi menatap mami dan Angkasa bergantian.

Mami tidak berkomentar lagi, sedang Angkasa mendengus kesal. Mereka akhirnya meninggalkan Juli istirahat di ranjangnya. Angkasa keluar dengan wajah muram.

Terus kapan gue kangen-kangenannya?!

***
Berlanjut.
Jun, 2020

MomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang