empatpuluhsatu

2K 139 6
                                    

Sudah seminggu lebih Juli masih enggan untuk bertemu Angkasa. Bahkan, Angkasa setiap hari datang ke rumahnya hanya agar bisa bertemu dengan Juli. Tapi, sampai sekarang masih belum ada kemajuan.

Selama itu juga mereka sudah kembali ke kampus. Perkuliahan semester baru telah dimulai. Setiap hari Juli berangkat dan pulang biasanya dengan Septian, atau kadang naik ojek online. Ia mana mau berdua dengan Angkasa di saat hatinya sedang tidak baik-baik saja.

Juli menuruni anak tangga dengan hati-hati, ia terbangun saat sekarang sudah pukul dua belas malam. Rasa hausnya sama sekali tidak bisa ditahan, ia tetap melangkah walau sedikit mengantuk.

Perempuan itu berjalan dan menghidupkan lampu lantai bawah. Di persimpangan jalan antara tangga dan dapur, Juli dapat melihat ayah baru saja keluar dari ruangan kerjanya.

Ayah menoleh saat Juli menyapa. Laki-laki dewasa itu tampak mengucek mata yang sudah memerah.

"Ayah belum tidur?" Tanya Juli. Ia masih berdiri di tengah jalan, menghalangi tangga.

Ayah menggeleng, "Tadi ada kerjaan yang belum selesai. Kamu sendiri ngapain turun?" Tanyanya.

Juli mengangkat gelasnya, "Mau ambil minum." Ayah hanya mengangguk, mereka berpisah. Juli berjalan ke dapur.

Tak lama mengambil air, Juli kembali ingin naik ke lantai atas. Ia menoleh saat melihat televisi menyala dan bersuara. Ternyata ayah masih menonton televisi.

"udah malam yah, tidur yuk." Ajak Juli. Ia masih berdiri di ujung tangga.

Ayah menoleh sambil tersenyum, ia melambaikan tangan mengajak Juli untuk bergabung. "Belum ngantuk. Temenin ayah yuk? Udah lama nggak nonton bola bareng, kan?" Juli mana bisa menolak? Ia berjalan menuju sofa.

Perempuan itu duduk di samping ayahnya. Ia jadi teringat dulu saat ia masih sekolah. Terakhir melihat pertandingan sepak bola bersama ayahnya adalah saat ia belum lulus SMA. Ah, sudah lama sekali ternyata.

"Gimana kuliah semester barunya?" Tanya ayah ketika Juli sudah berada di sampingnya.

Juli menoleh sekilas, lalu kembali menatap televisi di depannya. "Baik, yah. Tapi udah banyak tugas numpuk." Keluhnya. Ayah terkekeh pelan.

"Ya namanya juga mahasiswa, kak. Kalau cuma mau rebahan ya jadi pengangguran aja."

Juli mengangguk-angguk. Ia masih memilih melihat layar kotak di depannya. Seperti ia tahu kemana arah pembicaraan ayah malam ini.

"Kamu nggak mau balik ke kontrakan?" Tanya ayah hati-hati.

Juli sekarang menoleh, "Ayah disuruh mas Angkasa buat bujuk aku ya?" Matanya penuh selidik.

Ayah menggeleng, ia merengkuh tubuh Juli ke dalam dekapannya.

"Nggak. Ayah kan cuma nanya. Betah banget kamu jauh-jauh dari suami."

Juli masih diam, ia melingkarkan lengannya ke leher ayah. Wajahnya menempel di dada sang ayah. Rasanya nyaman dipeluk ayah seperti ini.

"Lagi ada masalah?" Ayah pasti sudah tahu garis besar masalahnya. Ia hanya ingin dengar dari sudut pandang Juli.

"Kasian Angkasa bolak-balik ke sini tapi kamu nggak mau ketemu." Lanjut ayah sambil mengusap pundak anak kesayangannya itu.

Juli sedikit mendongak, "Ayah belain mas Angkasa?"

"Nggak, sayang. Ayah belain yang benar. Lagian kamu belum dengar penjelasan dari dia secara penuh kan?" Juli memilih diam. Ia kembali mengeratkan pelukannya.

"Yah..." Ada jeda sejenak sebelum Juli berani untuk bicara.

"Kalau nanti Juli nggak bisa lagi sama mas Angkasa supaya aku nggak sakit hati lagi... Is it okay?"

Ayah diam. Tidak menggeleng atau mengangguk. Ia merengkuh tubuh Juli semakin erat.

"Kenapa kamu sakit hati?"

Juli tidak menjawab, "Karena mantan pacar suami kamu datang lagi? Serius anak ayah se-nggak percaya diri, gini?" Ayah berujar tidak percaya.

"Dia lebih, lebih, lebih banget dari aku, yah." Ujarnya. Tentu Juli telah banyak menyelidiki si mantan ini melalui instagram dan teman-temannya yang di fakultas hukum.

Juli menghembuskan napas lemah, "Jadi... Kalau mereka sama-sama lagi, Juli nggak bisa berbuat apa-apa."

"Yakin banget kamu Angkasa bakal milih dia?"

"Ya buktinya mereka ketemuan lagi. Atau mungkin mereka udah sering ketemuan tanpa aku tau."

Ayah menghela napas, "Trus kenapa malah Angkasa repot-repot ke sini setiap hari? Dan kamu nggak pernah mau ketemu dia, ngerasa sibuk banget kamu?"

Juli merengek, "yah."

Ayah terkekeh pelan, "Pikirin omongan ayah yang tadi."

"Kalau dipikir-pikir," ayah menjeda kalimatnya. Ia masih setia menepuk-nepuk lengan Juli, seperti anak bayi.

"Ayah nggak yakin ada yang lebih baik dari Angkasa untuk kamu." Juli merasakan dagu ayah menyentuh puncak kepalanya.

"Gimana ayah bisa tau?" Juli menjauhkan wajah, mendongak untuk melihat ayahnya.

"Feeling." Juli mendengus. Mana ada seperti itu?

Mereka kemudian diam. Menikmati layar televisi yang diisi oleh iklan-iklan malam.

"Kamu mau tau nggak, kenapa ayah minta Angkasa nikahin kamu waktu itu?" Ayah kembali bersuara.

"Kenapa?"

"Iseng aja sih." Juli cemberut lalu berdecak. Ia mencubit perut ayahnya.

"Dulu ayah sering mampir ke rumahnya, sering ketemu sama dia. Kita ngobrol nyambung banget. Dia juga kayaknya sayang banget sama keluarganya." Jelas ayah.

Ayah menghela napas sejenak. "Lalu... Ayah tiba-tiba jatuh drop. Ayah bingung kalau sewaktu-waktu ayah dipanggil detik itu juga. Siapa nanti yang bakal jagain kamu sama ibu?"

"Kalau kata kamu kan, Septian mana bisa diandalkan?" Mereka tertawa bersama. Memang Septian tahunya hanya main, main, dan main.

"Yaudah ayah ngomong aja sama dia. Niatnya sih cuma mau nawarin. Eh, dianya mau." Ayah terkekeh sendiri.

Juli mencebik. "Emangnya aku se-nggak laku itu apa? Sampai ayah tawar-tawarin?"

"Ya kamunya juga nggak pernah ngenalin pacar kamu ke ayah. Jadi, ayah inisiatif aja."

"Kasih Angkasa kesempatan, gih. Biar kamu nggak insecure lagi." Ayah mengakhiri pembicaraannya.

Juli berdeham, "Hmmm. Nanti."

Mereka kemudian fokus ke layar televisi lagi. Layar itu masih belum menampilkan acara yang mereka tunggu.

"Ini acaranya kapan mulai sih?" Tanya Juli, ia melepaskan pelukannya untuk meneguk air yang ia taruh di meja.

"Kayaknya ayah salah lihat jadwal deh." Ujar ayah tanpa rasa bersalah setelah melihat handphonenya. Juli mendengus sebal.

Capek, deh.

***
Berlanjut.
Okt, 2020

Makasih dan maaf banget update lama buat yang udah nunggu (mungkin aja ada, semoga adaa)

Jangan lupa vote guis. Sehat selalu💙

Makasih banyak.


MomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang