"Mantu kesayangan mami!!" Mami berteriak histeris sambil memeluk Juli setelah membukakan pintu.
Mereka berdua datang ke rumah mami untuk meminjam mobil. Tanpa menanggapi mami, Angkasa segera berjalan mencari papinya.
Setelah mendapatkan apa yang ia mau, Angkasa kembali ke ruang tamu. Mami sangat antusias mengobrol dengan Juli. Sepertinya, mami sangat menyayangi Juli.
"Ayo, Jul. Keburu macet." Ucap Angkasa berdiri di depan kedua perempuan itu.
Mami menoleh kecewa, "Loh, kok cepet banget, Sa. Baru juga sampai." Mami enggan melepaskan Juli.
Mami sangat menyukai anak perempuan, semenjak Bulan, kakaknya Angkasa menikah, mami kesepian di rumah. Kalaupun ada Angkasa dan Bian yang biasanya main di rumah, tetap mereka bukan perempuan yang bisa diajak gosip kapan saja.
"Iya, mi. Mau beli perlengkapan rumah soalnya." Juli bersuara. Tampaknya ia juga sudah sangat akrab dengan mami.
Ketiganya pun berdiri dan berjalan ke depan. Mami melepas dua anaknya itu dengan melambaikan tangan sampai mobil hitam itu menghilang di balik gerbang.
Sepanjang perjalanan tidak ada obrolan yang mengalir. Angkasa fokus menyetir, sedangkan Juli membuat catatan barang-barang yang akan dibeli untuk memenuhi rumah baru mereka.
"Nulis apa, sih?" Angkasa bertanya sambil memutar kemudinya mengikuti jalan.
Juli menoleh sesaat lalu kembali pada catatannya, "Perlengkapan yang mau dibeli."
"Coba bacain." Pinta Angkasa masih mencari jalan menuju tempat parkir mall.
Juli mendengkus kesal, "Lemari kecil, meja rias, sofa single, meja tamu, piring, gelas, sama pernak-pernik kecil."
Dahi Angkasa mengkerut, "Dikit banget? Tambahin apa gitu."
"Emang perlu apalagi? Udah pas itu. Lagian cuma ada kita di rumah. Nggak usah banyak barang."
Angkasa hanya mengangguk pasrah, "Susah kalau punya istri anak ekonomi." Bisiknya. Kemudian mendapatkan lirikan sebal dari Juli.
***
Karena terlalu sibuk mencari barang-barang yang pas untuk rumah baru. Mereka akhirnya keluar dari mall pukul sepuluh malam.
Tentu saja harus ada acara debat kusir lebih dulu sebelum memutuskan membeli barang atau tidak. Keduanya punya pendapat masing-masing yang kadang membuat pelayan kebingungan untuk melayani kemauan mereka.
Karena sudah terlalu malam, Angkasa memutuskan untuk kembali ke rumah mami, lagipula besok weekend dan tidak ada kegiatan di kampus.
"Kok berhenti?" Juli mengerjapkan matanya. Ia terbangun dari tidur pendeknya.
Angkasa mencoba kembali menyalakan mesin mobil, namun sia-sia. Sepertinya, mobilnya mogok. Kompleks rumah mami masih harus ditempuh kurang lebih 10 menit.
Angkasa mengusap wajahnya kasar, menghilangkan rasa kantuknya. Ia menoleh ke arah Juli yang menguap, "mobilnya mogok."
"Terpaksa jalan kaki. Ayo turun." Ajak Angkasa yang sudah lebih dulu keluar dari mobil.
"Naik ojol aja? Aku udah ngantuk banget nggak kuat jalan." Juli menguap lagi. Ia mensejajarkan langkahnya dengan Angkasa.
"Udah nanggung ini." Angkasa mengambil tempat di depan Juli lalu ia berjongkok.
"Udah naik. Katanya nggak kuat jalan." Titahnya.
Juli lagi-lagi dibuat bingung.
Kenapa sih ini orang sweet banget?
Angkasa sedikit menarik Juli agar ia segera naik ke punggungnya. Juli terkesiap dan mengalungkan kedua tangannya ke leher Angkasa.
"Astagfirullah, berat bangett. Makan apa lo tiap hari?" Canda Angkasa saat mencoba berdiri dengan membawa beban di belakang punggungnya.
Juli memukul pelan pundak Angkasa, "Enak aja. Masih enteng ini," Lalu mereka tergelak bersama.
Angin malam membuat suasana semakin dingin. Angkasa memperbaiki posisi Juli yang semakin merosot ke bawah.
"Sa," Juli berbicara saat angkasa menggoyang-goyangkan badan mereka ke kanan-kiri.
Angkasa berdeham, "Makasih ya," lanjut Juli. Kali ini wajahnya ia biarkan bersandar di bahu Angkasa.
"Emangnya udah gue kasih apa lo? Sampai bilang makasih segala."
Mereka tetap berjalan menyusuri kompleks perumahan yang sudah sepi. Hanya ada dua satpam yang berkeliling tiap beberapa jam sekali.
Juli tampak berpikir, "ya... Ehm... Karena udah buat aku nyaman mungkin," gumamnya. Lalu matanya tak bisa ditahan untuk menutup.
Ya, mungkin aku udah mulai nyaman sama kamu, Sa.
Tanpa Juli lihat, Angkasa tersenyum mendengar pernyataan Juli. Ia bahkan juga nyaman berada di dekat Juli. Walaupun kadang harus berdebat setiap memutuskan suatu hal. Tapi, ia nyaman bersama Juli. Ya, semoga mereka bisa terus bersama—selamanya.
***
Dilanjut.
Apr, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Momen
RomanceJuli sama sekali tidak berpikir hidupnya berubah saat ia baru memasuki perguruan tinggi. Orangtuanya meminta untuk menikah dengan anak sahabat mereka. Karena Juli sangat menyayangi ayahnya, maka ia tidak bisa menolak. Angkasa sangat kaget saat salah...