limabelas

2.5K 173 1
                                    

Hari ini adalah hari ketiga ujian akhir semester gasal di kampus Angkasa. Ia baru saja selesai ujian mata kuliah yang pertama dan masih menunggu waktu untuk mata kuliah yang kedua.

"Woi, Sa!" Panggil Bian pelan. Pria itu kemudian duduk di depan Angkasa.

"Tega banget lo ninggalin gue." Ujarnya.

Angkasa hanya berdeham sambil menyesap rokok. Ia adalah tipe orang yang cukup santai dan kurang suka terlalu serius apabila mengerjakan soal ujian. Prinsip datang, kerjaan, lupakan masih ia tekuni sampai saat ini.

"Omong-omong, untuk jadwal pemberangkatan KKN gimana? Udah beres belum?" Tanya Bian.

Angkasa mengangguk, ia kembali menyesap rokok dan menghembuskan asapnya keluar.

"Si Juli gimana tuh?" Bian baru saja mengeluarkan vape dari saku celananya. Ia juga mulai menyesap vapenya.

"Nggak gimana-gimana. Emang kenapa?" Angkasa balik bertanya.

"Ya kali aja dia rewel nggak mau lo tinggal jauh."

"Apalagi satu bulan loh." Lanjut Bian.

Angkasa mengibaskan tangannya, "kagak ada masalah kayaknya."

Selama ini hubungan Juli dan Angkasa memang hanya sebatas teman. Maksudnya tidak ada interaksi yang berlebihan. Kalau Angkasa tanya, Juli menjawab. Begitu sebaliknya.

Memangnya apa yang bisa diharapkan? Keromantisan seperti pernikahan dalam drama Korea begitu? Guis, plis wake up.

"Masih kaku banget ya lo? Belum pernah gitu hangout bareng? Atau jangan-jangan lo berdua belum pernah ciuman?" Tanya Bian. Ini kenapa pertanyaannya menyebar kemana-mana?

"Apaan sih, babi?!"

Bian tergelak pelan. Ia memasukkan vapenya ke dalam tas.

"Haha. Kan gue tanya, jawab dong,"

"Dora banget lo sekarang?!"

***

Angkasa baru saja memarkirkan motor di pekarangan. Ia berjalan menuju pintu sambil melepas helm. Sebelum masuk, ia melihat dirinya di kaca jendela. Menyisir rambutnya yang berantakan ke belakang dengan tangan.

Saat mau menarik kenop pintu, ada dorongan dari dalam.

"Jul?" Tanyanya pelan.

Tumben sekali gadis itu membukakan pintu untuknya.

"Pesanan nasi gila aku mana?" Gadis itu mengulurkan tangannya di depan Angkasa.

Angkasa hanya menatap Juli bingung.

Nasi gila apaan, sih? Nitip? Kapan nitipnya?

Angkasa kembali mengingat kegiatannya mulai tadi pagi. Seingatnya Juli tidak pernah meminta untuk dibelikan nasi gila.

"Tadi kan udah aku WhatsApp minta tolong beliin nasi gila deket kos Maharani." Suara gadis itu merendah. Tampak kecewa.

Angkasa buru-buru mengeluarkan handphone untuk mengecek pesan. Ternyata benar, Juli mengiriminya pesan sebelum ia pulang. Namun pesan itu tertimbun dan tidak sempat ia baca.

Angkasa meringis, "Nggak gue baca. Sori."

Wajah Juli berubah masam. Ia menghela napas malas lalu berbalik meninggalkan Angkasa.

Angkasa dengan gerakan cepat ikut masuk ke kamar, "yaudah pesan ojol aja deh." Ujarnya.

Juli duduk di atas ranjang sambil memainkan handphone, "nggak bisa pakai ojol." Jawabnya cepat.

Angkasa meletakkan bungkus rokok dan tasnya di meja rias. Ia menghela napas pendek, "yaudah gue beliin sekarang ya?" Nadanya dibuat sehalus mungkin.

Juli tidak menjawab pertanyaan Angkasa, ia menyalakan televisi dengan volume cukup keras.

"Jul?" Panggil Angkasa meminta persetujuan.

Juli berdecak kesal, "udah deh,  nggak usah. Udah nggak selera makan nasi gila!"

Angkasa menghampiri Juli. Ia duduk di tepi ranjang. Matanya menatap wajah Juli yang pura-pura fokus melihat siaran televisi sambil menahan kesal.

Lucu juga.

"Yaudah lo maunya apa dah? Gue turutin sekarang."

Juli kembali tidak menjawab. Angkasa dibuat bingung.

Anjir, emang kalau cewek ngambek bakal gini? Serba salah banget gue.

"Iya sori deh. Lain kali gue bakal sering-sering lihat kolom pesan supaya chat lo nggak tenggelam."

Juli memutar bola matanya kesal. Ia cukup malas untuk bicara sekarang. Sudah menunggu berjam-jam, tapi pesanannya malah tidak datang.

"Sebagai gantinya, besok weekend janji deh nonton. Bebas pilih film apapun yang lo mau." Angkasa bangkit. Ia berjalan ke arah Juli.

Mengacak-acak rambut gadis itu sebelum keluar kamar untuk mandi.

***

Sesuai janji, Angkasa akan mengajak Juli menonton saat weekend. Sekarang hari Sabtu, dan Juli sudah bersiap-siap sejak pukul tiga sore.

"Sa, bangun cepat. Bayar janjinya!" Juli menepuk-nepuk pelan lengan Angkasa. Laki-laki itu tengkurap di atas ranjang.

Angkasa berdeham saat merasakan cubitan di lengannya. Ia berbalik. Mengucek matanya pelan lalu mengusap wajahnya kasar.

Ia paling tidak suka jika tidurnya diganggu oleh orang. Jika di rumah, pasti tidak ada yang berani membangunkannya kecuali Bian dan apabila ada hal yang penting saja.

Angkasa tersadar saat merasakan tepukan di pipinya yang agak kasar. Ia kembali memperjelas pandangan. Di samping ranjang, Juli berdiri memakai gaun berwarna merah muda.

"Jul?" Angkasa mengedipkan matanya beberapa kali, "Ngapain?" Lanjutnya, ia kemudian kembali pada posisinya. Membelakangi Juli yang sudah berkacak pinggang.

Juli berdecak, "gimana sih?! Katanya mau nonton?!"

Angkasa sebenarnya tidak kembali tidur. Ia hanya pura-pura. Jujur ia terlalu kaget dengan penampilan Juli sekarang.

Anjir. Itu beneran Juli?!

"Sa!" Panggilan itu kembali mengusik lamunan Angkasa.

Ia berbalik lagi. Kali ini ia bangkit dan duduk. Ia melirik jam di atas pintu lalu bergumam, "Masih jam tiga ini. Nanti ajalah."

"Keburu tiketnya habis. Ntar nggak jadi lagi!" Kali ini Juli menyilangkan tangannya di depan dada.

"Buruan mandi!" Ujar Juli sambil mengambil alih selimut yang masih menempel di tubuh Angkasa.

Angkasa berdeham, ia menggeliat pelan. Bangkit lalu berjalan mengambil handuk dan peralatan mandi. Sebelum keluar kamar, ia berbisik pada Juli.

"Jul?"

Juli berdeham, "Gue udah pernah muji lo belum?"

Juli mengerutkan kening. Ketika ia ingin mengomeli Angkasa, ucapan lain sudah menggantung di udara lebih dulu.

"Lo cantik. Sore ini lo cantik banget."

***
Berlanjut.
Mei, 2020

MomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang