Kebiasaan Juli setelah subuh yang sudah menjadi rutinitas adalah memasak, bersih-bersih rumah, lalu bersiap ke kampus jika ada jadwal kelas pagi. Begitu terus sampai hari Kamis. Jum'at sampai Minggu ia biasa beristirahat di kontrakan, yang sebenarnya tidak bisa dibilang istirahat karena masih banyak tugas yang harus diselesaikan untuk minggu depannya.
"Nyari apa sih, mas?" Juli memasuki kamar setelah menyelesaikan tugas memasak dan menyapu rumah.
Ia melihat Angkasa mondar-mandir di depan meja rias. Sesekali laki-laki itu membungkuk melihat kolong meja. Lalu, ia berbalik ke ranjang baju kotor. Menarik pakaian yang tadi malam ia gunakan.
"Mas?" Ulang Juli pelan.
Angkasa yang sedang menghentakkan pakaian itu menoleh. "Kalung aku. Hilang."
Angkasa memang menggunakan kalung dengan liontin cincin pernikahan mereka. Ia pernah meminta izin Juli untuk menjadikannya kalung karena ia tidak suka memakai cincin.
Juli menghembuskan napas, "Ketinggalan di kamar mandi mungkin."
"Nggak. Tadi udah aku cek." Angkasa kembali ke meja rias. Ia mengangkat beberapa alat make up Juli.
Juli mendecak lalu menghampirinya, "Yaudah nanti juga ketemu sendiri."
"Udah, ah. Jangan sentuh barang aku. Nanti berantakan lagi." Lanjutnya sambil mengambil alih barang-barangnya.
Angkasa melengos. Ia berjalan ke lemari untuk mengambil pakaian. "Baru disentuh aja rewel. Ntar aku beliin sepabrik-pabriknya!"
Juli menoleh, "Bener ya?!" Matanya memicing.
"Nggak lah! Banyak amat. Mau jadi distributor make up?"
Juli memutar bola matanya. "Oh, iya. Urusan sama temen kamu itu gimana?" Ia mengganti topik.
"Ya gitu. Dia nawarin join sama bisnisnya. Lumayan sih. Nanti aku mau ketemu lagi buat bahas."
Juli mengangguk, ia mengambil peralatan mandi dan handuknya. "Mas?"
Angkasa yang sibuk menyisir rambutnya berdeham, "Aku mau mandi."
Lalu laki-laki itu menoleh, "Yaudah mandi aja. Masa mau aku mandiin?"
Juli menghentakkan satu kakinya. Lihat, sepagi ini ia sudah banyak dibuat kesal. Semoga ia tidak cepat tua.
"Nggak! Maksudku ngasih tau itu, kalau kamu sarapan duluan nggak apa-apa. Nggak usah nungguin aku."
Angkasa mengangguk-angguk, "Oh, kirain."
***
"Itu kenapa nasinya dimusuhin?" Juli keluar dari kamar mandi seraya membawa baju kotor.
Ia melihat Angkasa yang belum memakan nasi gorengnya. Piringnya pun masih berada di tengah meja, belum disentuh.
Angkasa mendongak sebentar, lalu mendengus. "Nungguin kamu."
Juli kembali setelah meletakkan baju kotornya di kamar. Ia sudah mengenakan baju yang nyaman untuk pergi ke kampus pagi ini.
"Kan udah dibilangin duluan aja." Ujarnya setelah menggeser piring Angkasa ke hadapan laki-laki itu.
"Ini pagi-pagi mau makan apa ngajak debat, sih?"
Juli mengerutkan kening. Ia menoleh malas ke arah Angkasa, "Ya siapa yang mau debat sih?!"
Angkasa tergelak ia mengangkat telunjuknya di depan wajah Juli. "Tuh, tuh. Mulai lagi kan?" Ia menggoyangkan jarinya.
Juli berdecak ia lebih memilih melahap sarapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Momen
RomanceJuli sama sekali tidak berpikir hidupnya berubah saat ia baru memasuki perguruan tinggi. Orangtuanya meminta untuk menikah dengan anak sahabat mereka. Karena Juli sangat menyayangi ayahnya, maka ia tidak bisa menolak. Angkasa sangat kaget saat salah...