sebelas

2.7K 173 1
                                    

Usai menurunkan semua barang, Juli kembali menyuruh Angkasa masuk ke mobil. Hari ini adalah hari Sabtu. Sesuai dengan jadwal, rombongan mahasiswa baru program studi manajemen berangkat ke Tawangsari untuk melaksanakan makrab atau malam pengakraban bersama kakak tingkat himpunan.

Pukul lima pagi Juli dan Angkasa sudah sampai di fakultas. Sebenarnya acara pembukaan baru akan mulai pada pukul enam. Namun Juli sengaja datang lebih pagi karena Angkasa ngotot mau mengantarnya soalnya barang yang dibawa lumayan banyak.

Juli kembali melihat Angkasa yang keluar dari mobil, "eh, ngapain sih? Masuk lagi nggak?!" Sentaknya.

Angkasa malah menghampirinya. Fakultas memang masih sepi karena hari Sabtu memang tidak ada perkuliahan.

"Apalagi? kan udah dianterin sampai sini." Tanya Juli.

"Beneran nih mau berangkat? Di sana dingin loh. Kesehat—"

Ucapan Angkasa terpotong karena Juli mendekatkan jari telunjuk ke bibir Angkasa, "ssstt... Plis deh, pikirannya nggak usah berubah-ubah."

Angkasa mengendikkan bahu.  Sebelum kembali ke mobil, ia merenggangkan kedua lengannya, "Sini peluk dulu, takut kangen." Ia menyeringai.

Juli menepuk lengan Angkasa dengan tas kecilnya, "Apaan, sih. Udah sana balik." Ujarnya.

Angkasa hanya terkekeh lalu berjalan kembali ke mobil. Sedangkan Juli berbalik arah menyembunyikan senyumnya.

Kenapa sih, aku?

Suara klakson membuatnya menoleh ke arah mobil. Sebelum pergi Angkasa menurunkan kaca mobil, "Stay safe. Jangan kangen." Tersenyum kemudian melambaikan tangan dan mobil itu berjalan meninggalkan area fakultas.

Lagi-lagi senyum itu.

***

"Jul," panggil Sasa setelah mereka berada di dalam bus. Perjalanan ke Tawangsari memakan waktu sekitar tiga puluh menit dari kampus.

Juli membalas dengan gumaman pelan. Ia tengah sibuk membaca buku digital di handphonenya.

"Ada yang mau lo ceritain nggak sih? Apa gitu kek."

Juli menoleh ke arah Sasa tidak mengerti, "Maksudnya?"

"Kemarin gue lihat lo sama mas Angkasa di mall... Sambil bawa anak." Sasa mengendikkan bahu.

Juli menatap Sasa terkejut. Jadi kemarin Sasa melihatnya dengan Angkasa?

Oke, Juli... tenang. Jujur aja sama Sasa. Dia sahabat baru kamu juga, kan?

Juli menghela napas, "sebenarnya..." Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga Sasa. Membisikkan sesuatu yang menjadi pertanyaan gadis itu.

Usai mendengarkan penjelasan Juli, Sasa masih belum percaya. Serius mereka udah nikah?

"Anak itu..." Juli langsung memotong ucapan Sasa, "ya bukan, lah. Dia itu keponakan. Langit namanya, lucu lagi."

Sasa menghela napas lega. Setidaknya kecurigaan terhadap Juli tidak semuanya benar.

"Kalau unclenya lucu juga nggak?" Goda Sasa sambil menyikut lengan Juli pelan.

Juli hanya tergelak pelan, "Apaan sih."

Lucu, saking lucunya jadi pengen nabokin terus.

***

Pukul sebelas malam saat Angkasa baru saja pulang dari rapat anggota himpunan yang dilaksanakan di kafe Bian, handphonenya berbunyi. Ternyata ibu mertuanya menelepon.

Begitu sambungan telepon tersambung, nada bicara ibu terdengar cemas usai mengucapkan salam. "Nak Angkasa, Juli ada telepon nggak ya? Ini ibu telepon nggak bisa-bisa. Ibu takut alerginya kumat lagi."

Angkasa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia memilih untuk menjatuhkan tubuhnya di sofa. Bingung memikirkan jawaban apa yang pas. Angkasa memang jarang  berkomunikasi lewat telepon  dengan Juli. Hubungan mereka belum sedekat itu.

Angkasa bergumam pelan, "hmm... Angkasa juga belum dapat telepon, Bu. Mungkin di sana susah sinyal." Jelas Angkasa dengan suara rendah. Jujur ia juga tidak tahu keadaan Juli sekarang.

Ada helaan napas gusar dan kecewa dari ibu, "yaudah deh kalau gitu. Kalau ada kabar segera kabarin ibu ya, nak."

Angkasa mengangguk, entah kenapa dirinya juga mulai khawatir akan keadaan Juli, "pasti, Bu."

Baru saja ia mau menghubungi Bian untuk mencari informasi, orangnya sudah menelepon. Angkasa buru-buru mengangkat teleponnya.

"Yan, lo tau ng—" pertanyaan Angkasa menggantung di udara. Digantikan dengan penjelasan Bian yang membuatnya menegakkan tubuh setelah tadi bersandar di kepala sofa.

***
Berlanjut.
Mei, 2020

MomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang