Chapter 18

76 9 0
                                    

Orang yang ingin maju adalah orang yang berani mengambil resiko, dan siap menanggung apa pun konsekuensinya.
-Pak Cakra-

🌳🌳🌳

Untuk pertama kalinya di hari Sabtu, Samuel tidak menghabiskan waktunya bersama Aldera.

Biasanya pagi-pagi salah satu dari mereka akan mengajak untuk lari pagi, dilanjutkan dengan sarapan bersama, lalu pulang untuk mandi. Tidak berhenti sampai di situ, siang harinya biasanya Aldera akan menemaninya konser di studionya, atau sekadar bermain PS.

Belum juga berhenti sampai di situ, biasanya saat sore hari mereka akan lari sore atau bersepeda. Hari Sabtu dan Minggu adalah hari di mana hanya waktu tidurlah yang memisahkan mereka.

Saat membuka mata di pagi hari tadi, Samuel langsung mengecek ponselnya siapa tahu ada pesan dari Aldera yang mengajaknya untuk olahraga pagi. Tapi ternyata tidak.

Kejadian beberapa hari yang lalu ternyata sedikit berdampak bagi hubungan keduanya.

Samuel menatap langit sore dari balkon kamarnya, setelah sebelumnya menatap jendela kamar Aldera yang ditutupi gorden berwarna kuning emas.

Apakah Aldera ada di kamarnya? Sedang apa dia? Atau Aldera sedang berada di luar rumah?

"Betah banget seharian ini tanpa aku, Al," gumam Samuel.

Saat mendengar ponselnya berbunyi singkat, Samuel merogoh saku celana untuk mengeluarkan ponselnya itu dengan malas. Entah kenapa Samuel malas melakukan sesuatu hari ini jika tidak bersama Aldera.

Rasanya aneh saja saat kebiasaan perlahan tidak lagi menjadi kebiasaan.

Mata cowok itu mengerjap saat membaca chat yang masuk di ponselnya. Semesta seakan tahu bahwa Samuel sedang merindukan Aldera. Hingga akhirnya, semesta menghiburnya dengan cara yang tidak terduga.

Aldera : Main sepeda, yuk! Dalam waktu 5 menit udah ada di garis start!

Tanpa pikir panjang, Samuel bergegas menuju ke garasi untuk mengambil sepeda. Dia bahkan tidak mengganti baju, padahal dia hanya mengenakan celana pendek dan kaos oblong berwarna hitam.

Tapi, tetap saja, Samuel kalah cepat. Aldera sudah siap di garis start yang mereka buat sendiri dalam imajinasi. Ya, di jalan sama sekali tidak ada garis. Tapi dalam imajinasi mereka, ada garis merah di jalan itu.

Kekuatan imajinasi.

"Siapa duluan sampai di rumah Pak Cakra, menang!" seru Aldera, lantas mengayuh sepedanya sekuat tenaga.

"Woy, curang!" Bagaimana Samuel tidak berkata seperti itu, dia bahkan baru keluar dari gerbang—belum bersiap di garis start khayalan mereka.

Samuel buru-buru menaiki sepedanya, lantas mengayuh sepedanya agar bisa mengejar bahkan mendahului Aldera.

"Makan, tuh, curang!" Samuel tersenyum sinis saat jaraknya dan Aldera sudah berdekatan.

Aldera menoleh sekilas ke belakang. Sahabatnya itu terlihat berjuang keras untuk mengalahkannya.

Tidak ingin kalah, Aldera mengeluarkan seluruh energinya untuk mengayuh sepeda. Sebentar lagi dia akan mencapai garis finis. Di mana lagi kalau bukan di rumah Pak Cakra.

Kisah SamuderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang