Chapter 21

75 10 1
                                    

Ada waktu untuk membangun bersama,
dan ada waktu untuk mengikhlaskan apa yang sudah dibangun hancur.
-Aldera Olivia-

🌳🌳🌳

Sepertinya Aldera sengaja berangkat sekolah pagi-pagi untuk menghindarinya. Padahal sekarang masih jam enam lebih dua menit, tapi Bibi mengatakan bahwa Aldera sudah berangkat naik taksi pagi-pagi karena ada urusan penting.

Biasanya juga Aldera akan mengabarinya. Tapi apa? Gadis itu pergi begitu saja tanpa mengabarinya.

Jika sudah seperti ini Samuel jadi kesal sendiri. Cowok itu melampiaskan kekesalannya dengan menendang ban motor. Bibi hanya geleng-geleng kepala melihat sikap Samuel yang memang sulit mengontrol emosi, sama seperti ayahnya.

Wajar saja hal itu terjadi. Karena beberapa sifat orang tua akan menurun ke anaknya.

"Ban motornya tidak salah, Den. Kenapa ditendang-tendang?" tanya Bibi dengan nada bergurau. Salah satu cara agar Samuel tidak semakin emosi.

"Samuel pamit, Bi." Setelah berpamitan, Samuel mengenakan helm, lalu menjalankan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.

"Aku harus apa, Al?" Pertanyaan itu ditujukan kepada Aldera, meskipun Aldera tidak akan mendengarnya. Samuel hanya berharap angin akan membawa pertanyaannya itu sampai ke telinga Aldera. Karena Samuel membutuhkan jawabannya.

***

Ketika baru selesai mengganti pakaian, asisten rumah tangganya menghampiri Viona di kamar dan mengatakan bahwa ada orang yang mencarinya. Asisten rumah tangganya juga menjelaskan bahwa yang datang pagi-pagi begini adalah cewek yang pernah datang ke rumahnya bersama Samuel.

Viona juga tidak tahu kenapa Aldera datang pagi-pagi untuk menemuinya, padahal mereka bisa bertemu di sekolah. Apa mungkin Aldera datang bersama Samuel untuk mengajak berangkat sekolah bersama?

Setelah mengenakan sepatunya, Viona langsung keluar kamar untuk menemui Aldera yang sedang duduk di ruang tamu. Awalnya Viona berpikir bahwa Aldera datang bersama Samuel mengingat mereka yang selalu berdua ke mana-mana. Tapi, saat melihat Aldera duduk sendiri di sofa sambil menatap kedua sepatunya sempat membuat senyuman Viona menghilang.

Saat Aldera mendongakkan wajah, Viona langsung mengukir senyuman. "Hai, Al. Sendirian aja?"

Aldera hanya merespon dengan senyuman dan anggukan kecil.

"Kenapa samperin ke rumah? Ada yang ketinggalan waktu itu?" tanya Viona seraya duduk di samping Aldera.

"Gak, kok."

"Terus?" Viona memasang tampang penasaran. Keceriaan di wajahnya redup saat melihat ekspresi wajah Aldera. "Kenapa, Al?"

"Sebenarnya aku ke sini mau membicarakan hal yang penting menurut aku. Ini mengenai hubungan kamu sama Samuel."

Tepat saat mendengar nama Samuel disebut, perasaan Viona menjadi campur aduk. Dia jadi berpikir yang tidak-tidak. Mungkin Aldera datang untuk memintanya menjauhi Samuel, atau hal lainnya yang membuat hatinya sakit. Viona tidak siap, sebenarnya.

"Aku bahagia Samuel menemukan cinta pertamanya. Tapi di sisi lain, aku sedih karena harus menerima kenyataan waktu kebersamaanku dan Samuel tidak akan sebanyak dulu." Ada rasa sesak di dada saat Aldera mengatakannya. Namun, gadis itu tetap mengukir senyum agar tidak membuat lawan bicaranya berpikir yang tidak-tidak. "Aku tahu bahwa segala sesuatunya akan hancur cepat atau lambat, suka atau tidak suka, dan siap atau tidak siap."

Saat ini Viona dipenuhi rasa bersalah. "Secara gak langsung, semuanya karena aku, ya, Al?"

Aldera mengukir senyuman di wajahnya, tapi tetap saja menampakkan kesedihan yang mendalam. Aldera hanya mencoba untuk menutupi kesedihannya dengan senyuman. Cukup Aldera saja yang tahu pasti tentang perasaannya saat ini.

Kisah SamuderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang