Chapter 30

68 8 0
                                    

Semua orang punya perspektif yang berbeda tentang sesuatu.
Jangan merasa paling benar
hanya karena perspektifmu berbeda
dari mereka.
-Cia Story-

🌳🌳🌳

Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima belas menit yang lalu, akan tetapi Aldera sama sekali tidak berniat untuk pulang.

Ponselnya terus berbunyi singkat sebagai tanda ada pesan masuk. Aldera tahu itu dari Richard. Tapi, Aldera mengabaikannya.

Tatapannya lurus ke depan. Hingga akhirnya, kedatangan seseorang mengalihkan fokusnya.

"Sudah saya duga. Kamu belum pulang."

Aldera menatap cowok itu dengan wajah tanpa ekspresi. Alasannya masih berada di dalam kelas karena tidak terbiasa pulang bersama siswa-siswi yang lain. Dia sudah terbiasa berlama-lama di kelas karena tahu Samuel akan datang menjemputnya kurang lebih setengah jam setelah bel pulang sekolah berbunyi.

Gadis itu hanya belum terbiasa.

Raka duduk di kursi yang berada di samping Aldera. "Sekitar empat tahun yang lalu, saya kehilangan kebahagiaan saya, kebiasaan saya, dan semangat saya."

Awalnya Aldera tidak mood untuk meladeni Raka. Salah Raka karena selalu muncul di saat Aldera ingin sendiri. Akan tetapi, ucapan Raka barusan membangkitkan rasa penasaran Aldera sehingga membuatnya menoleh ke arah Raka.

Tatapan Aldera seakan meminta Raka untuk menjelaskan secara lebih rinci mengenai ucapannya barusan.

"Malam itu, saya sedang diajari main gitar oleh Papa saya. Mama sedang memasak di dapur untuk makan malam. Rutinitas kami sehari-hari itu-itu saja. Memang tampak membosankan untuk orang lain, tapi bagi saya, kebiasaan itu adalah kebahagiaan dan semangat untuk saya." Raka tersenyum tipis, seraya menoleh ke arah Aldera. Kini keduanya saling bertatapan.

"Sebelum makan malam, Papa mengajari saya main gitar sementara Mama menyiapkan makan malam. Setelah makan malam, kami menonton film, lalu tidur. Pagi harinya, saya berangkat sekolah, Papa berangkat bekerja, sedangkan Mama mengurus toko bunganya.

Hingga akhirnya, malam itu, semuanya lenyap. Bukan hanya rumah kami, tapi juga kedua orang tua saya. Mereka meninggal karena terbakar."

Aldera membekap mulut saat mendengar cerita Raka. Tiba-tiba bulu kuduknya berdiri.

"Awalnya saya pikir Papa ingin membunuh saya karena melemparkan saya keluar jendela saat mendengar teriakan Mama dari lantai bawah. Ternyata, Papa menyelamatkan saya.

Saat saya membuka mata, yang bisa saya lihat hanyalah ruangan yang didominasi warna putih, dan orang tuanya Andro, Paman dan Tante saya. Tanpa bertanya di mana orang tua saya, saya sudah tahu apa yang terjadi pada mereka malam itu. Mereka sudah tidak ada."

Tanpa Aldera sadari, dia sudah meneteskan air mata karena mendengar cerita dari Raka. Hanya membayangkannya saja, Aldera sangat sakit, apalagi jika Aldera yang mengalaminya.

"Kenapa saya menceritakan semuanya ke kamu? Karena saya tahu susahnya ketika tidak lagi melakukan apa yang biasanya dilakukan. Saya juga tahu bagaimana sakitnya terluka tanpa tahu obatnya. Saat melihat kamu, saya seakan melihat cerminan diri saya empat tahun terakhir," lanjut Raka.

Kisah SamuderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang