39.

2K 106 7
                                    

"Papa!" Teriakan Eric menggemah keseluruh ruangan rumah.

Dengan tas yang digendong dibahu kiri dan seragam sekolah yang agak berantakan. Eric berjalan cepat menghampiri papanya yang sedang meminum teh di ruang tengah.

"Papa". Panggil Eric lagi. Kini ia sudah berdiri di samping papanya.

Aldric menaruh perlahan gelas teh yang baru saja ia minum di atas meja, lalu menoleh pada Eric.
Kedua tatapan mereka bertemu.

"Kenapa?". Tanya Aldric.

Eric melempar tas sekolahnya kasar ke sembarang arah.
"Kenapa papa mau pindahin Leo ke amrik?". Tanya Eric dengan tatapan yang tajam.

Pertanyaan itu tidak membuat Aldric terkejut, karena ia tahu respon anak pertamanya itu pasti akan seperti ini.
"Kenapa?, kamu nggak terima kalau Leo yang akan megang saham utama".
jawaban Aldric sama sekali tidak seperti yang Eric bayangkan. Bahkan ia sama sekali tidak habis fikir bagaimana bisa papanya itu menjawab seperti itu disaat ia lagi serius.

"Papa selaluh berfikir aku iri pada Leo". Eric tersenyum sinis sambil mengalihkan pandangannya sebentar, kemudian kembali menatap tajam papanya. "meskipun hubungan kami akhir² ini membaik". Lanjut Eric.

"Kalau kamu nggak iri, kenapa kamu bertindak seperti ini?". Jawab sekaligus tanya Aldric.

"Pa! Leo itu masih kelas 11, masa SMA nya masih 1 thun, ia berhak menghabiskan waktu bersama teman² nya dan juga pacarnya, bukan nya malah menanggung semua beban sebagai pemilik saham utama yang akan papa kasih padanya". Jelas Eric.
kemudian ia berbalik dan berjalan untuk mengambil tas yang tadi ia lempar sembarangan.

"Aku yakin papa pasti ngambil keputusan ini sendiri, tanpa memberitahu Mama dan Bunda Dessy kan?". Tanya Eric di tengah² aktifitasnya mengambil tas.

Setelah selesai mengambil tas dan berkata seperti itu pada papanya, Ericpun memutuskan untuk keluar dari rumah, meninggalkan papanya sendirian.

Sedangkan Aldric hanya bisa menatap punggung anak pertamanya itu sampai menghilang dibalik pintu.
mungkin memang benar perkataan Eric, dia masih belum bicara dengan istri dan mantan istrinya itu. Tapi untuk menyakinkan mereka bukanlah hal yang sulit. Secara ia adalah kepala keluarga, dan kalau Leo mau menerima keputusannya untuk pergi ke Amerika. Kedua ibunya itu tidak akan bisa melarang. Jadi prioritas utama Aldric adalah menyakinkan Leo bukan kedua wanita yang menyanyangi Leo.
Soal Eric. Tentu saja Aldric sudah memikirkan hal lain. Hal yang akan membuat Eric bisa mengembangkan keahliannya nanti.


🍒🍒🍒🍒


Malam ini di tempat Fani sama sekali tidak ada hal yang istimewa.
Seperti malam² biasanya. Kali ini juga Fani menghabiskan waktu untuk melihat bintang yang bersinar di langit dari blakon kamarnya.
Melihat bintang adalah kegiatan yang akhir² ini membuat Fani sedikit tenang.

Kejadian di sekolah tadi masih terngiang jelas di kepala Fani.
Perkataan yang di ucapkan Leo padanya pun masih terucap jelas dalam fikirannya.
Hatinya menjadi bimbang, keputusan yang dari dulu ingin sekali ia ambil sekarang menjadi pertimbangan kembali.
Dulu Fani sangat ingin mengambil keputusan untuk melupakan Leo. Tapu tindakan bodohnya tadi di sekolah, malah membuat ia semakin bingung.

Fani menghela nafas pelan.
Sudah cukup lama ia berdiri di blakon kamarnya sampai panggilan Aris yang mengajaknya makan malam pun tak dihiraukan oleh nya.

Aris bukanlah tipe orang yang suka memaksa, Sekali ia memanggil Fani dan Fani tidak menjawab ia pasti akan diam. Kecuali jika alasan ia memanggil Fani sangat penting pasti aris langsung membuat kegaduan.
Seperti sekarang. Aris mengetuk pintu kamar Fani berkali kali Sambil berteriak.

COLD BOY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang