35. Keputusan sepihak.

3.9K 672 165
                                    

I'm so tired of pretending.
Where's my happy ending?
I followed all the rules.
I drew inside the lines.
I never asked for anything that wasn't mine. I waited patiently for my time.
But when it finally came.
He called her name.
And now I feel this overwhelming
pain. —

Dentingan pedang bertabrakan yang memekakkan telinga, seolah menjadi hal biasa yang ia hadapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dentingan pedang bertabrakan yang memekakkan telinga, seolah menjadi hal biasa yang ia hadapi. Tatapan tajam nya seolah menusuk siapapun yang berhadapan dengannya. Kini, setengah dari para pemberontak telah habis di bantai oleh lelaki itu. Pangeran Taeyong nampak begitu bengis saat berhadapan dengan musuh, seolah membawa mimpi buruk bagi mereka yang mencoba meruntuhkan pertahanan nya.

Dan siang itu, saat Pangeran Taeyong menyelesaikan makan siang nya di barak, Panglima Tempur Hongjong datang menemui sang tuan.

"Yang Mulia ada surat Untukmu."

Tak perlu bertanya dari siapa, dilihat dari warna amplop nya saja Pangeran Taeyong telah tau surat itu dari Kertia. Lelaki itu pun membuka amplop tersebut, dan mendapatkan kertas berwarna merah yang membuatnya terkejut. Jelas sekali bahwa surat ini menandakan adanya kabar buruk, karena warna merah melambangkan hal yang tidak baik. Pangeran Taeyong pun dengan keteguhan hati membaca surat tersebut.

Tatapan nya menajam, rahangnya mengeras, kobaran api dalam dadanya kian memanas. Seolah tertusuk oleh ribuan pedang di jantung nya, mata nya berubah merah. Bahkan Hongjong terkejut melihat Pangeran Taeyong berekspresi seperti itu untuk yang pertama kali nya.

"Yang mulia, apa yang terj—"

Srak!

Pangeran Taeyong merobek kertas tersebut menjadi sembilan bagian, dan melempar nya keatas meja besar disana. Ia beranjak keluar dengan luapan amarah luarbiasa yang bersatu dengan kesedihan yang teramat menyayat relung hatinya. Sang Panglima tak berani mengusik tuan nya tersebut, dan membiarkan Pangeran Taeyong berjalan menuju pinggir danau, mungkin ia butuh waktu sendiri.

Lelaki gagah itu berdiri dipinggir danau, menatap pantulan wajahnya yang nampak menyedihkan. Apa begini rasanya ditinggalkan? Kepalan tangannya menguat, teriakan nya menggema, membuat burung-burung beterbangan ketakutan.

Bugh!

Pukulannya pun dilepaskan diatas batu disamping ia berdiri, dan sukses membuat benda mati itu terbelah menjadi dua bagian, meski resiko nya adalah tangannya sendiri kini telah berdarah, namun ia tak peduli.
Tubuhnya jatuh tersungkur diatas tanah, merasa marah pada dirinya sendiri.
Kenapa ia merasa tak berdaya pada situasi ini?! Bahkan lelehan air mata terjatuh, membuatnya merasa malu.
Ia menatap pantulan diri nya diatas air danau, menatap pantulan tersebut begitu dingin.

"Jangan menatap ku seperti itu, kau menyedihkan," ujarnya pada pantulan tersebut. Kemudian ia melempar batu ke danau itu dan menimbulkan gelombang kecil yang membuat pantulan tersebut bergetar.

A Princess ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang