Pagi ini Aca ingin pergi dengan Winda ke toko buku. Aca yang sedang memakai sepatu di depan teras melihat ada mobil yang berhenti di depan rumah Bagas. Mobil itu tak dikenali oleh Aca sebelum nya.
Aca melihat ada sosok gadis yang keluar dari mobil itu. Aca melihat dengan lekat-lekat ternyata itu Bela, calon istri Bagas. Wajar jika dia ke rumah calon suami dan itu gak ada yang salah, menurut Aca.
Mama memegang bahu sang anak yang sedang memberi pandangan ke mobil yang berada di depan rumah Bagas.
"Siapa tuh ca?"
"Gak tau ma. Aca berangkat" balas Aca.
Aca mencium punggung tangan sang mama. Diyakini oleh sang mama, bahwa Aca belum baik-baik saja dengan Bagas.
Saat Aca sedang berada di depan gerbang nya, gadis yang akan memasuki pekarangan rumah Bagas pun berbalik menghampiri Aca.
"Hai" sapa gadis itu. Aca mengurungkan untuk memakai helmnya.
"Iya, ada yang bisa saya bantu" ucap Aca seramah mungkin.
"Kamu kenal Bagas kan?" Tanya gadis itu. Aca mengkerut kan dahinya.
"Aku tau kamu kenal Bagas. Aku berharap kamu bisa relain Bagas dengan aku" ucapnya.
"Bagas calon suami aku. Masih banyak cowok yang lebih dari Bagas. Aku berharap kamu ikhlas kalau aku bersama Bagas"
Aca sudah tak tahan lagi dan kemudian dia melajukan motornya tak menghiraukan gadis itu sama sekali. Tak akan diminta untuk menjauhi Bagas pun ia tau posisi. Ia hanya seorang sahabat yang ingin melihat sahabatnya bahagia. Bukan kah cinta tak harus memiliki.
Sampai di sebuah mall yang suasananya cukup terbilang padat. Winda sudah bersama Aca, mereka berjalan sesekali berbincang.
"Ca, si Bagas kemarin ngejar lo tau. Btw kenapa Lo kabur pas ada Bagas?"
"Gimana ya jelasinnya ke Lo susah. Pada intinya dia udah punya calon bini, ya gua harus jaga jarak dong" balas Aca.
"Serius? Kok dia gak cerita ya"
"Apa faedahnya dia ceritain ke Lo wkwkwk" ucap Aca.
Winda manggut-manggut menyetujui perkataan Aca "tapi Lo gpp dia mau nikah?"
Aca menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Winda "ya gpp. Emang gua harus kenapa?" Tanya Aca yang melanjutkan langkah kakinya.
"Ya siapa tau Lo patah hati. Secara Lo itu kan Deket banget sama dia. Masa gak cemburu"
"Buat apa cemburu. Emang gua siapa nya dia? Gua cuma sahabatnya dia kan" jelas Aca.
Sesampainya di toko buku. Winda dan Aca mencari buku yang akan mereka beli untuk referensi tugas mereka dari mata kuliah Minggu lalu. Setelah mereka dapati mereka langsung menuju kasir dan membayarnya.
Setelah menemukan tujuan yang dicari, keduanya memutuskan untuk pergi ke kedai yang berada di sekitar pinggir jalan raya menuju pulang ke arah rumah Winda. Karena memang Winda tak membawa kendaraan jadi tadi Aca menjemput Winda ke rumahnya.
Sampai di kedai tersebut Winda memesankan pesanan untuk mereka santap. Aca masih fokus pada ponselnya yang penuh dengan chatting dari Bagas sejak pagi yang belum ia buka.
Aga💩: ca??
Aga💩: Aca dimana dahh?
Aga💩: kata mama ke toko buku langganan, kok gak ada sih ca?
Aga💩: Aca gua pengen ngomong sama Lo nihAca yang sedang menunggu pesanannya datang, membiarkan ponsel miliknya terus berdering.
"Ca angkat kek berisik amat. Siapa tau penting"
"Gak penting" balas Aca.
Dering ponsel yang lain berbunyi yaitu dering dari ponsel Winda, Winda mengerutkan dahinya setelah melihat ponselnya.
"Ya halo"
"Dimana?"
"Kedai, jalan sukaraya"
"Sama Aca?" tanya Bagas. Bagas menelpon ponsel Winda karena Bagas mengetahui Aca sedang bersama Winda.
"Iya, kenapa?" Aca yang melihat Winda mengangkat telpon entah dari siapa pun hanya mengacuhkan saja.
"Oke makasih" ucapnya lalu memutuskan sambungan telpon Winda.
Saat ini Bagas tengah bersama Bela, sang ayah meminta Bagas menemani Bela untuk mencari kado untuk ayah nya Bela.
Bagas sengaja mengajak ke satu mall yang tempatnya sama pada toko buku yang Aca kunjungi. Namun saat ke sana Bagas tak mendapati Aca dan Winda.
Bela memang tidak terlalu agresif, dia sungguh terlihat manis jika di depan Bagas. Tapi Bagas tak mengindahkan itu semua yang ada pada diri Bela. Pikiran Bagas terfokus pada Aca yang sedang menghindari nya dari kemarin.
"Bagas. Kesukaan kamu apa?" tanya Bela. Sepertinya Bela akan menggali semua tentang Bagas. Walaupun Bagas menolak Bela tapi itu tak membuat Bela mundur.
"Suka makan di angkringan yang gak jauh dari komplek rumah"
"Angkirangan yang di pinggir-pinggir jalan itu?" Tanya Bela.
"Iya. Kenapa emang nya?"
"Ewwhhh kok gak level banget ya sama kamu, kamu kan mahasiswa sekaligus penerus kekayaan ayah kamu. Masa kamu makan di tempat kayak gitu sih" ujar Bela.
Saat ini Bela dan Bagas sedang berada di restauran cepat saji yang terlihat berkesan mewah serta kekinian."Kenapa? Toh makanannya enak"
"GAK LEVEL banget ewh" ucapnya seraya menampakkan wajah jijiknya.
"Emang ada level kalau buat kasta makanan ya?"
"Ya ada dong Bagas. Contoh nya ini, kita kasta atas ya makanannya harus yang level atas dong gimana sih kamu masa gitu ajah gak paham"
Bagas meresponnya dengan anggukan kepala saja, sebenarnya dirinya sudah tak betah berada di dekat bela yang selalu membicarakan soal kasta.
Kenapa juga Bagas menuruti pinta ayah nya untuk menemani Bela. Sudah betul-betul pulang kuliah akan menemui Aca. Diurungkan karena harus menemani Bela.
Bunda yang tak bisa membantu hanya bisa berdiam.Bagas menghubungi Winda untuk mengetahui keberadaan Aca yang sama sekali tak mau membalas pesan dari Bagas. Betapa sedih nasib Bagas, apa ia harus rela mencintainya tetapi tak memilikinya. Sudah cukup untuk memendam perasaan dengan Aca. Bagas pikir setelah mengungkapkan semuanya Aca dan dirinya akan hidup bahagia tetapi masih ada halangan untuk kehidupan mereka selanjutnya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Selamanya [E N D]
Teen FictionKisah dua insan yang berlawanan jenis, status hubungan nya adalah sebagai sepasang sahabat. Rasa nyaman yang sudah sewajarnya ku dapatkan dari seorang sahabat selalu terasa dan melekat yang ku dapat dari sosok nya. ~Hafsya Melati Sahabat adalah sega...