Bagian 35

163 14 0
                                    

"Iya nih gua serius ih gak percaya banget. Nikah deh yuk sama gua"

Ayah, bunda, mama dan papa yang melihat Bagas dan Aca menggelengkan kepala. Bisa-bisa nya Bagas melamar anak orang seperti itu. Aca yang masih bingung dibuatnya menarik tangan Bagas untuk ke luar teras.

"Sebentar Aca mau bicara sama Aga dulu" ucap Aca seraya memegang tangan Aga.

"Kenapa sih ca?"

"Lo seriusan napah ogeb? Ya kali masa lo nikah sama gua?"

"Ya kan gua udah bilang gua mau serius sama lo"

"Lo belum percaya sama gua ca?" Sambung Bagas lagi.

Aca mengusap wajah nya gusar dan mengajak Bagas masuk lagi ke dalam rumah nya, lalu kembali duduk di sofa ruang tamu.

"Gimana ca?" Tanya papa.

Aca masih terdiam, dia bingung. Dirinya masih belum percaya akan berjalan secepat ini hubungannya.

"Ehem..." Bagas berdiri dari tempat duduknya dan menuju ke arah Aca kemudian terduduk di depan kaki Aca tanpa duduk di sofa. Posisi lutut yang ia tumpu kan di lantai. Bagas kemudian menggenggam tangan Aca.

"Hafsya Melati. Mau kah kau menjadi bidadari ku, menjadi istri ku, menjadi ibu dari anak-anak ku?" Ujar Bagas seraya menatap lekat mata Aca. Aca pun sama menatap lekat mata Bagas.

"Lepas woi ah malu" ujar Aca yang melepas kan tangan Bagas.

Kemudian Bagas memegang tangan Aca lagi "aku ingin dirimu tetap yang menjadi milikku. Bersamaku mulai hari ini, hilang kan ruang cinta untuk cinta yang lain. Menikah lah dengan ku, Hafsya Melati" ujar Bagas lagi.

Pondasi Aca sudah tak tahan lagi, air mata haru menetes. Kondisi penampilan nya saja tak sepadan dengan Bagas yang sangat rapih. Bagas menyusun kata dengan baik membuat hati Aca tersentuh.

Tetes air mata haru Aca ditemani anggukan sebagai jawaban dari ajakan Bagas untuk menikah. Dengan penampilan yang seperti ini saja Bagas tak pernah mempermasalahkan nya. Aca bersyukur bisa mendapatkan sosok Bagas yang selalu berusaha membuat Aca bahagia.

Semua orang yang berada di ruangan tersebut pun merasa senang dengan ucapan syukur yang amat sangat terdengar.

Bagas yang mengetahui Aca menangis pun menghapus jejak air mata Aca yang sudah menetes itu.

"Kenapa ca?"

"Ihhh onye terharu tau, ternyata orang kayak Lo bisa serius juga"

"Bisa dong. Udah ah jangan nangis. Jadi mau gak nikah sama gua?"

Aca mengangguk "iya mau" balas Aca.

"Wahhh akhirnya kita jadi nih jadi besanan" ujar bunda.

"Iya nih say Alhamdulillah banget" balas mama.

Bagas kembali ke tempat yang semula ia duduki. Bagas terus menatap Aca dan Aca yang ditatapnya malah salah tingkah dibuatnya.

Kemudian mereka sekeluarga sepakat untuk mengadakan pertunangan resminya. Mengatur tanggal acara untuk pertunangan, lalu mengatur tanggal untuk pernikahan.

"Pokoknya Bagas gak mau lama-lama. Pengen nya cepet-cepet nikah sama Aca" ujar Bagas, sontak membuat seisi ruangan tertawa.

"Sabar dong" balas bunda.

"Urusan Aca gak bisa sabar Bun"

"Yaudah berarti sepakat Minggu depan kita adakan prosesi pertunangan yang resmi ya" putus papa.

"Iya pa, biar Bagas yang siapin semuanya"

"Sama gua dong ih kan yang mau tunangan gua sama Lo, masa Lo doang?"

"Gpp. Nanti kalau buat urusan pernikahan baru lo ikut andil"

Percakapan Aca dan Aga tak lepas dari pendengaran dari kedua orang tuanya, membuat kedua orang tuanya terkekeh.

"Masa udah mau nikah panggilannya gitu sih ca" ujar papa.

"Kamu juga nih, yang baik dong panggil Aca nya" ujar sang ayah.

"Aga harus bilang apa emang yah?" Tanya Bagas.

"Ya apa kek, masa sama calon istri lo-gua"

"Kebawa dari orok yah"

"Kalau Aca gak bisa manggil Aga sebutan yang manis-manis tau" ujar Aca.

"Dibiasin ya sayang dari sekarang, pasti bisa kok kalau terbiasa" balas bunda seraya memberi senyum kepada sang menantu.

Aca mengangguk "iya deh Bun"

Setelah merancang untuk beberapa acara ke depan. Mereka semua diboyong mama masuk ke ruang makan untuk menyantap makan malam bersama.

Makan malam dengan suasana ramai dengan candaan Aca dan Aga, atau sesekali Ara yang terlalu polos menjadi bahan tawa untuk semuanya.

"Terimakasih, kau telah memberikan sosok itu pada ku" gumam Aca dalam hati seraya menatap Aga yang duduk di seberangnya.

🍁🍁🍁

Pagi ini Aca kembali dalam rutinitas nya, rutinitas kampus yang lumayan membuat pusing. Terkadang Aca berpikir apakah dia salah mengambil jurusan atau bagaimana.

Dia berjalan di koridor kampus dengan membawa buku-buku nya yang berada di tangan nya.

"Aca" suara namanya terdengar dari arah belakang. Aca menghentikan langkah kakinya untuk menuju ruang kelasnya.

"Nanti sepulang jam kuliah bisa bantu aku?" Kata orang itu, siapa lagi kalau bukan kak Aldi yang belakangan ini selalu mendekati Aca.

"Eum liat nanti deh ya kak, soalnya Aca udah ada janji sama temen"

"Oh gitu ya ca. Oke deh thanks"

Tanpa membalas Aca langsung meninggalkan Aldi dengan tergesa-gesa. Waktu itu kak Aldi meminta bantuan hanya soal sepele. Kak Aldi meminta Aca untuk menemani makan di kantin fakultas ekonomi, jadi menurut Aca itu bukan urusan penting. Aca menerima membantu kak Aldi waktu itu karena Aca pikir itu urusan yang urgent dan ternyata gak ada urgent nya sama sekali.

Aca memasuki ruang kelasnya yang disana sudah ada Winda yang selalu setia berada di samping Aca selain Aga.

"Ca udah selesai tugasnya?"

"Udah dong"

Winda menganggukan kepalanya. Kemudian menyerahkan sesuatu kepada Aca. Sebatang cokelat yang ada pita serta terselip surat kecil di pitanya.

"Dari siapa?"

"Gak tau, gua Dateng baru naroh pantat, terus ada yang Dateng ngasih ini katanya buat Lo"

Aca menerima cokelat itu dan menaruh nya di dalam tas. Dia tak perduli siapa yang mengirim, kecuali jika Aga yang mengerim, calon suaminya yang akan resmi Minggu ini.

Jam mata kuliah berjalan dengan baik, Aca yang fokus pada mata kuliahnya dan ingin segera lulus memotivasi dirinya untuk belajar dengan giat.

Saat ini Aca dan Winda sedang menuju kantin untuk mengisi perut yang di dalamnya sudah ada cacing yang demo.

Namun, saat di tengah perjalanan menuju kantin. Aca dihadang oleh seorang perempuan. Perempuan yang akhir-akhir ini muncul dihadapannya walau tak diundang sekali pun. Winda yang tak kenal hanya menatap bingung kepada seseorang gadis itu.

"Hay Aca"

"Ada yang bisa saya bantu?"

Tanpa aba-aba tangan Aca dicekal oleh gadis itu dan diseret menjauh dari Winda. Winda yang mungkin paham mereka ingin bicara empat mata, Winda menunggu di tempat itu dengan menatap lekat Aca dan gadis itu.



Bersambung...

Cinta Selamanya [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang