CHAPTER 1 : Bagian 11

1K 115 0
                                    

Yoongi tertidur segera setelah Seokjin memberikan obat kepadanya. Karena dia benar-benar tidak bisa mengonsumsi apapun, jadi Seokjin memasangkan infus. Entah kenapa semakin hari kesehatan anak itu semakin memburuk. Padahal Seokjin tidak merasa ada yang salah pada tubuh adiknya. Seokjin juga pernah membawa Yoongi ke rumah sakit agar dokter yang lebih berpengalaman bisa memeriksa keadaannya. Tapi memang tidak ada yang salah. Seharusnya Yoongi baik-baik saja. Seokjin benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi dan kenapa adiknya itu sangat mudah sakit.

Menghela nafas, Seokjin berbalik dan merapikan alat-alat yang digunakannya. Setelah meletakkannya di tempat yang dirasa aman, dia menoleh ke arah adik bungsunya yang sedari tadi diam sambil memandang Yoongi yang terpaksa kembali terlelap.

"Kookie, kemari."

Mendengar suara si sulung, Jungkook lantas menoleh. Begitu otaknya mencerna ucapan sang kakak, dia segera berjalan mendekat ke kakaknya itu. Seokjin menduduki kursi yang ada di sisi tempat tidur lalu mengangkat tubuh sang adik untuk didudukkan di pangkuannya.

Seokjin mengelus surai lembut si bungsu sembari mengendusnya. "Kookie jangan sakit lagi, ya." lirihnya, jelas terdengar bergetar menahan perasaan.

Jungkook yang menyadari bahwa kakaknya sedang menahan tangis langsung mendongak. Ditatapnya mata indah kakaknya yang kini dipenuhi oleh liquid bening. Sejenak bibirnya mengerucut, tidak senang melihat itu. "Kakak jangan menangis." ucapnya lucu, sukses memancing senyum sang kakak.

"Tidak menangis, kok." balas Seokjin.

"Kookie tidak akan sakit lagi. Kak Yoongi akan segera sembuh. Jadi Kak Seokjin tidak boleh menangis." ucap si bungsu lagi.

Seokjin menggigit bibirnya kemudian menunduk dalam. Matanya memejam, berusaha menghalangi cairan bening yang siap meluncur. Sejenak dia terdiam sebelum kemudian mengusap matanya yang terlanjur basah. Ketika dia kembali mendongak, matanya bertubrukan dengan tatapan sang adik yang nampak berusaha mengintimidasi. Senyum si sulung tercipta melihat bagaimana adiknya terlihat begitu menggemaskan. "Tidak menangis, Kookie. Kakak tidak menangis, kok." ucapnya.

Si bungsu masih memberikan tatapan mengintimidasi yang malah terlihat lucu bagi Seokjin. Nampaknya dia ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak bisa mempercayai ucapan kakaknya itu. "Awas kalau Kookie melihat kakak menangis."

"Tidak, sayang. Kookie menggemaskan sekali, sih?" Seokjin mengecup pipi adiknya dengan sayang. Kemudian dia mengusak rambut sang adik yang sebenarnya masih berantakan.

Seolah menyadari sesuatu, Seokjin terdiam sejenak. Setelah berhasil mengingat dia menoleh ke arah nakas dan menemukan dua mangkuk bubur yang dibawanya tidak berkurang banyak. "Kookie tidak jadi makan? Buburnya masih banyak." tanyanya kepada si bungsu.

"Kookie sudah kenyang, tidak mau makan lagi."

"Ya sudah. Kalau begitu kakak akan membereskan itu dulu, ya. Kookie mau ikut kakak atau di sini saja?" tanya Seokjin, berjaga-jaga jika Jungkook masih takut ditinggal sendirian.

Jungkook terdiam. Matanya melirik ke arah tempat tidur sekilas. Kemudian sembari mengembangkan senyumnya anak itu menjawab, "Kookie di sini saja."

"Benar?"

Setelah memastikan adiknya mengangguk barulah Seokjin menurunkannya lalu segera membereskan mangkuk bubur itu. "Kalau ada apa-apa panggil kakak, ya." pesan Seokjin tepat sebelum benar-benar keluar.

Seokjin berusaha mengerjakan semuanya secepat mungkin. Perasaannya tidak enak karena harus meninggalkan adik bungsunya sendirian. Sejujurnya dia masih tidak yakin untuk melakukannya bahkan ketika ada Yoongi di sana-yang sangat disayangkan karena dia sakit. Jadi setelah mencuci mangkuk itu dia langsung kembali ke kamar Jungkook karena tak ingin berlama-lama meninggalkan adiknya itu sendirian.

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang