CHAPTER 2 : Bagian 3

890 99 0
                                    

Jungkook terbangun saat merasakan mobil yang ditumpanginya berhenti. Kepalanya tertoleh dengan mata sayu yang mencoba mencari tahu di mana dirinya berada saat ini. Kemudian pandangannya terpaku pada sosok sang kakak yang masih tertidur.

"Kookie, sudah bangun?"

Si bungsu sontak menoleh ke arah sumber suara. Ditemukannya si sulung berdiri di sisi kanan mobil, menahan pintu. Sejenak Jungkook tidak bereaksi sama sekali, otaknya masih blank. Tapi kemudian dia bergerak untuk turun setelah meminta kakaknya itu untuk tidak menghalanginya.

Seokjin baru akan membuka mulut untuk bersuara ketika Jungkook berkata, "Kookie sudah tidak apa-apa. Lihat, sudah bisa berdiri dan berjalan sendiri. Kakak bantu Kak Yoongi saja. Kelihatannya dia sangat kelelahan. Kookie masuk dulu, ingin tidur lagi." lalu berjalan masuk mendahuluinya.

Seokjin tidak mendapat kesempatan untuk merespon lebih. Jadi dia hanya bisa membiarkan adik bungsunya masuk terlebih dahulu. Helaan nafasnya terdengar, kemudian sedetik kemudian dia menoleh ke arah adiknya yang masih tertidur di dalam mobil.

Tanpa berniat untuk membangunkannya, Seokjin menggendong tubuh sang adik lalu membawanya masuk. Sepertinya yang dikatakan Jungkook memang benar. Yoongi terlihat sangat lelah dan bahkan tidak bangun saat Seokjin menggendongnya.

Seokjin langsung membawa Yoongi naik ke lantai dua lalu masuk ke dalam kamar sang adik dan membaringkannya di sana. Dengan telaten melepaskan sepatu yang masih dikenakan sang adik kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga sebatas dada.

Sejenak Seokjin terdiam di sana. Jika diperhatikan seperti ini Yoongi terlihat begitu tenang saat tubuhnya tidak dikuasai kesadaran. Seokjin hanya bisa melihat sisi menggemaskan adiknya itu saat mata sipitnya terpejam. Menyadari itu membuat Seokjin merindukan saat-saat di mana adiknya belum membangun tembok atas dirinya.

Tapi apapun yang dipikirkannya tidak akan pernah mengubah keadaan dan Seokjin menyadari itu. Jadi dia tidak ingin berharap lebih dan memilih untuk mendukung sang adik apapun yang dilakukannya. Selama itu tidak membahayakan dirinya sendiri tentu saja.

Setelah puas memandangi wajah tenang sang adik, Seokjin bergegas merapikan tas dan sepatu adiknya itu yang masih tergeletak sembarangan. Setelahnya dia melangkah keluar dan menutup pintu ruangan.

Awalnya Seokjin ingin langsung masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri, tapi urung saat melihat pintu kamar si bungsu sedikit terbuka. Dia berbalik lalu berjalan ke sana. Kepalanya melongok ke dalam ruangan dan berakhir menemukan si bungsu berbaring di tempat tidur dengan tenang, benar-benar tertidur seperti yang dikatakannya.

Seokjin tersenyum tipis, merasa senang meski hanya melihat adiknya tertidur. Kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan bernuansa terang itu. Jungkook memang menyukai warna hitam dan gelap, tapi dia takut jika berada di ruangan yang terkesan gelap.

Merasa suhu udara terlalu dingin, Seokjin segera menutup jendela lalu menyalakan penghangat ruangan. Dia kembali lalu mengambil selimut untuk membungkus tubuh adiknya itu.

Sekali lagi Seokjin menghela nafas. Ada banyak hal yang terjadi selama dua tahun ini. Dan dari semua itu selalu berakhir pada hal-hal yang sangat tidak diinginkannya. Semuanya berjalan begitu saja. Dan dari semua itu selalu adik-adiknya yang sakit dan terluka. Benar-benar membuatnya tidak bisa tenang meski hanya semenit.

Selama ini Seokjin terlihat tenang, tanpa masalah. Tapi selama itu pula seluruh isi pikirannya berkeliaran entah kemana hanya untuk mencari setitik penyelesaian atas semua ini. Tapi nyatanya takdir seperti tak mengizinkan itu untuk terjadi. Buktinya hingga saat ini Seokjin harus menghadapi hari-hari sulit bersama kedua adiknya.

Seokjin pernah berpikir bahwa masa-masa sakit setelah kepergian kedua orangtuanya akan berakhir. Tapi ternyata itu memang hanya ada dalam pikirannya. Sampai kapanpun akan tetap ada saat di mana rasa sakit akan muncul kembali. Dan saat itu terjadi, tidak ada hal lain yang bisa dilakukan kecuali berusaha menikmati rasa sakit itu. Miris sekali.

Kembali memandang wajah tenang adiknya, Seokjin berbalik lalu melangkah keluar. Niatnya untuk membersihkan diri juga menguap begitu saja. Dia malah berjalan menuruni tangga dan mengecek Shiro yang biasanya mengacak-acak seisi rumah. Tapi ternyata kucing itu diam dan mendengkur dengan tenang di atas karpet bulu.

Tidak merasa aneh, Seokjin malah merasa tenang karena tidak harus membereskan kekacauan yang diperbuat kucing itu. Lagi pula biasanya Shiro akan diam di saat-saat tertentu. Contohnya saat Jungkook pulang dengan wajah lesu. Entah terlalu jenius—seperti pemiliknya—atau apa, tapi kucing itu akan mengikuti Jungkook lalu bertingkah menggemaskan hingga mau tak mau si bungsu tersenyum. Meskipun selanjutnya Jungkook akan kembali muram, tapi setidaknya dia tersenyum.

Oh, jangan-jangan kucing itu tidur karena pemiliknya sedang tidur sementara dia tidak memiliki seseorang untuk melihat bagaimana dia terlihat begitu menggemaskan. Baik, lupakan saja.

Akhirnya Seokjin memilih untuk masuk ke dapur dengan niat untuk membuat makan malam. Dia tidak jahat dengan membiarkan kedua adiknya tidur dengan perut kosong. Mereka bisa tambah sakit, ingatkan itu.

Seokjin memikirkan beberapa makanan yang mungkin bisa memperbaiki nafsu makan kedua adiknya. Tapi sayangnya ketika laki-laki itu membuka lemari pendingin, dia tidak menemukan apapun selain telur. Seokjin menghela nafas sekali lagi. Padahal tadi pagi dia berencana untuk pergi ke supermarket sepulang dari rumah sakit. Tapi karena tiba-tiba kedua adiknya muncul di tempatnya bekerja dalam keadaan tak baik, jadi Seokjin melupakan rencananya itu.

Dengan melirik jam tangannya, memastikan bahwa dirinya masih memiliki cukup waktu untuk pergi membeli bahan makanan, Seokjin bergegas menyambar coat miliknya beserta kunci mobil lalu pergi. Dengan sedikit tergesa laki-laki itu mengunci pintu utama lalu berjalan ke garasi untuk mengeluarkan mobil.

"Kak Seokjin!"

Mendengar namanya dipanggil membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah sumber suara. Dia bisa melihat sosok Jimin berdiri di depan pagar sembari memperhatikannya.

Akhirnya Seokjin menunda kegiatannya dan memilih untuk menghampiri remaja itu. "Ada apa kemari, Jimin?" tanyanya sembari membukakan pintu gerbang.

Jimin tidak langsung menjawab, justru memperhatikan penampilan laki-laki yang lebih tua darinya itu mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Kakak akan pergi?" tanyanya, melupakan bahwa Seokjin bertanya lebih dulu.

"Hanya ingin membeli bahan makanan ke supermarket." jawab Seokjin.

Jimin mengangguk-angguk mengerti. "Ibu memasak terlalu banyak makanan dan dia memintaku untuk menanyakan apakah Kakak ingin makan malam bersama." ujarnya.

"Oh, begitukah? Tapi Kookie sedikit sakit. Kakak tidak bisa membawanya keluar. Maaf untuk itu."

"Kookie sakit?" ulang Jimin terkejut. Bagaimana tidak? Jelas-jelas dia melihat bahwa anak itu baik-baik saja beberapa jam yang lalu. Dan sekarang tiba-tiba kakaknya mengatakan bahwa Jungkook sakit? Drama macam apa ini?

"Sepertinya hanya kelelahan dan sedikit tertekan. Dia hanya perlu beristirahat, jadi tidak perlu khawatir." jelas Seokjin.

"Oh, baiklah. Kalau begitu aku akan membawakan makanannya ke sini, jadi kakak tidak perlu pergi. Tunggu sebentar, oke?"

"Eh, tapi..."

Seokjin hanya bisa menelan kembali ucapannya karena Jimin telah berlari ke rumahnya. Akhirnya dia hanya bisa menghela nafas lalu duduk di teras untuk menunggu Jimin kembali.

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang