CHAPTER 2 : Bagian 12

774 87 5
                                    

"Bergerak seinci lagi, ku patahkan kakimu."

Seokjin berdecak, mulai kesal karena Seokjung terus mencegahnya pergi. Ayolah, hanya untuk melihat kedua adiknya. Itu juga hanya berjarak tiga ruangan dari tempatnya sekarang. Dia tidak bisa tenang jika harus diam setelah mengetahui cerita tentang kejadian tadi. Terserah apapun yang Seokjung katakan, tapi laki-laki dengan dua adik itu tidak akan mendengarkan.

Jangan bertanya. Seokjin sempat pingsan tadi, entah karena apa. Karena hal itulah sekarang Seokjung mengurungnya di sini. Tidak kemana-mana sih, di ruangannya ada sebuah ranjang yang biasa untuk memeriksa pasien. Jadilah dia hanya ditinggalkan di sana hingga sadar.

"Aku benar-benar hanya ingin memeriksa mereka. Berjalan ke ruang rawat adikku tidak akan membuatku mati. Sudah, minggir sana." Seokjin menghalau tangan Seokjung yang masih mencoba menghalanginya lantas berjalan cepat sebelum temannya itu berhasil menyusulnya lagi.

"Aissh..."

Seokjung segera menyusul temannya itu. Dia memang terlihat sudah lebih baik, tapi siapa yang tahu apa yang mungkin akan terjadi. Lebih baik berjaga-jaga dari pada hal yang tidak diinginkan malah datang. "Rasanya aneh sekali, Jin." itu kalimat pertama Seokjung setelah berhasil menyusul.

Mengharap respon dari Seokjin tidak akan berarti. Laki-laki itu bahkan tidak meliriknya sama sekali. Dia tetap melangkah pasti ke tujuan awal tanpa menganggap penting keberadaan Seokjung yang terus mengikutinya.

Karena mengerti jika Seokjin tidak akan menanggapinya, akhirnya Seokjung diam bahkan hingga mereka tiba di ruangan itu. Seokjin berhenti di ambang pintu, memandang orang-orang yang ada di dalam sebelum kemudian benar-benar masuk ke sana.

Seolah mengerti apa yang akan dilakukan Seokjin selanjutnya, Hoseok memilih untuk menyingkir demi memberi ruang kepada laki-laki itu. Seokjin sendiri hanya tersenyum tipis, berusaha merespon perbuatan Hoseok dengan baik. Bokongnya mendarat mulus di sisi ranjang. Kepalanya sedikit menunduk, membalas tatapan Yoongi yang sedari tadi terarah kepadanya.

"Kakak sakit, ya?" suara lirih sang adik sukses membuat Seokjin terpaku. Berbanding terbalik dengannya, Yoongi malah mengukir senyum. Laki-laki itu seolah memang sengaja mengumbar wajah manis yang jarang sekali terlihat. "Aku ingin bangun." ujarnya.

Tak menunggu lebih lama, Seokjin segera membantu sang adik untuk duduk lalu membenarkan posisinya agar nyaman. Melihat itu, lima orang yang sedari tadi berdiri memilih untuk sedikit menyingkir dan berpura-pura tidak mendengar apapun.

Masih dalam posisi duduk di sisi ranjang, Seokjin membiarkan Yoongi menyamankan diri dengan sedikit bersandar kepadanya. Laki-laki itu meringis, diliputi rasa cemas melihat betapa lemah adiknya sekarang. Tangan usilnya bergerak, mengelus surai sang adik dalam diam. Agaknya Seokjin masih enggan mengeluarkan suara barang sedikitpun.

"Kakak, kenapa tidak beristirahat saja. Aku dan Kookie akan baik-baik saja jika kakak dalam keadaan baik untuk merawat kami. Bukankah biasanya seperti itu?" Yoongi kembali bersuara, mengingatkan Seokjin pada pertanyaannya beberapa sekon yang lalu.

"Kakak tidak sakit, Yoongi."

Senyum itu kembali terlukis di bibir pucatnya, entah atas maksud apa. Yoongi menggeleng lantas memejam erat, mencoba menetralisir rasa sakit sebelum berucap, "Kakak pucat sekali. Lagi pula mana mungkin kakak baru datang sekarang setelah mendengar aku berulah lagi."

Benar, Seokjin harus mengakui itu. Seharusnya dia ingat jika adiknya bukan orang yang mudah dikelabui. Dia cerdas, sangat. Mana mungkin bisa tertipu semudah itu. "Kakak tidak apa-apa. Yang penting sekarang kau dan Kookie sembuh. Jadi jangan memikirkan terlalu banyak hal."

"Tapi aku hanya memikirkan kakak dan Kookie. Itu tidak banyak, kan?"

Si sulung hanya bisa mengulum senyum mendengar jawaban polos dari sang adik. Sepertinya Yoongi tidak sadar sepenuhnya, mungkin itu yang sedang Seokjin pikirkan. Tapi meskipun berpikir demikian, dia tak ingin menerimanya. Lagi pula mana mungkin, kan?

"Sudah, ya. Tidurlah lagi. Kau harus banyak beristirahat agar cepat sembuh."

Ucapan Seokjin disambut dengan gelengan oleh sang adik. Meskipun mata sipit itu kian menyipit, Yoongi masih saja tidak mau mematuhi perintahnya. Menyebalkan memang. "Tubuhku pegal karena terlalu lama berbaring." keluhnya.

Dalam hati Seokjin mencibir. Padahal biasanya tahan berjam-jam di kamar. Yoongi bahkan lebih senang bermanja-manja dengan kasurnya dari pada mengerjakan hal lain yang lebih bermanfaat. Tidak bisa dipercaya sekarang itu yang ia katakan. "Tapi kau terlihat sangat mengantuk." ujar Seokjin, tentu saja otaknya tidak memberi izin untuk menyuarakan apa yang ia pikirkan barusan.

"Tidak tahu. Mataku menutup sendiri. Menyebalkan sekali."

"Itu namanya kau mengantuk, Yoongi." Seokjin gemas sendiri mendengar jawaban dari adiknya. "Kakak masih harus memeriksa pasien lain. Beristirahatlah dan jangan berulah lagi. Kalian membuat kakak khawatir." lanjutnya dengan diikuti kecupan singkat di dahi sang adik.

"Ish kakak, jangan cium cium!"

Hanya kekehan singkat yang menjadi balasan atas rentetan kata itu. Seokjin kembali bangkit lantas memandang adiknya itu. "Benar-benar tidak ingin tidur lagi?" pertanyaan itu langsung saja dibalas dengan gelengan oleh laki-laki yang lebih muda. Seokjin mengangguk. Tidak ada manfaatnya juga memaksa Yoongi. Itu tidak akan membuatnya sembuh juga.

"Kalau begitu baik-baik sampai kakak kembali. Kakak tidak ingin mendengar kabar buruk, ingat itu." Setelah mengucapkan itu Seokjin berbalik, memandang empat laki-laki yang sedari tadi di sini. "Kalian masih ingin di sini?" tanyanya.

"Kami akan tetap di sini, kak. Sekarang kakak kembali bekerja saja. Kami yang akan menjaga Kak Yoongi dan Jungkookie." jawab Jimin dengan mantap.

Seokjin tidak memiliki pilihan lain kecuali mengangguk. Pandangannya terjatuh pada si bungsu sebelum kemudian dia mengusap surai lembut itu dan mengecup dahinya. "Cepat sembuh, Kookie. Kakak tidak suka melihat Kookie seperti ini." bisiknya lembut.

Seokjin segera berbalik lantas mengajak Seokjung untuk pergi. Dia sempat melempar senyum kepada sang adik dan mengatakan serentetan petuah sebelum benar-benar keluar. Rasanya Seokjin bisa bernafas dengan lega setelah itu. Melihat Yoongi masih bisa tersenyum seperti tadi sudah cukup baginya. Meskipun rasanya sedih juga karena Jungkook masih belum mau membuka mata.

"Kau langsung terlihat senang hanya karena melihat adikmu. Kebahagiaan yang sederhana." komentar Seokjung membuka pembicaraan, sengaja memancing temannya itu untuk bersuara.

"Kau tahu beginilah aku. Mereka memang kebahagiaanku. Aissh, sudah cukup. Jangan membuatku mengatakan hal yang menggelikan."

Dan selanjutnya mereka tertawa bersama. Melanjutkan langkah ringan menuju ruangan masing-masing untuk menyelesaikan tugas yang sempat tertunda. Seokjin memiliki waktu untuk beristirahat. Dia tidak bisa membuat adiknya khawatir karena mendapati dirinya jelas-jelas tidak dalam kondisi baik seperti tadi.

Dan yah... Begitulah Seokjin. Sesuatu yang tidak ingin dilakukannya akan dengan senang hati ia lakukan jika itu membuat adiknya senang. Sesederhana itu.

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang