"Kookie, ayo bangun!"
Si pemilik nama hanya menggeliat pelan lalu kembali menggulung tubuhnya dengan selimut, menghindari cahaya matahari yang mengganggu tidurnya. Seokjin-yang bertugas membangunkan sang adik-hanya menggeleng-gelengkan kepala. Akhirnya dia memilih untuk membuka jendela lebih lebar lagi sebelum kemudian beralih kepada si bungsu.
"Hei, ayo bangun. Tidak ingin masuk sekolah?" ucapnya lagi. Kali ini sembari mendudukkan dirinya di tepi tempat tidur sembari mengelus puncak kepala sang adik.
Si bungsu akhirnya bergerak kemudian mendudukkan diri. "Heum? Jam berapa?" tanyanya dengan mata setengah tertutup.
"Jam tujuh."
Jungkook hanya mengangguk-angguk pelan sebelum kemudian tubuhnya roboh ke arah sang kakak. Seokjin hanya tersenyum tipis sebelum kemudian berkata, "Jangan tidur lagi, Kookie. Cepat bangun atau nanti terlambat."
"Heum, lima menit lagi."
"Yoongi harus datang ke sekolah lebih cepat. Kookie ingin ditinggal?"
Jungkook merengut kesal sementara sang kakak langsung terkekeh melihatnya. Dengan setengah hati remaja yang berstatus sebagai bungsu itu turun dari tempat tidur lalu masuk ke kamar mandi.
Sang kakak hanya memperhatikan pintu yang tertutup itu sejenak sebelum kemudian beranjak untuk merapikan tempat tidur sang adik. Setelah memastikan semuanya rapi, barulah Seokjin keluar dari ruangan itu dan turun ke lantai dasar.
"Kakak tidak memasak?"
Pandangannya beralih kepada Yoongi yang baru saja keluar dari ruang makan. Berbeda dengan nada suaranya yang selalu terdengar dingin, Yoongi memandangi kakaknya dengan ekspresi cemas yang tidak bisa ditutupi sepenuhnya. Bukan tanpa alasan. Jika Seokjin baik-baik saja, dia pasti akan melakukan kegiatan rutinnya. Jadi mungkin Yoongi berpikir bahwa telah terjadi sesuatu kepada kakaknya itu.
Menyadari itu, Seokjin tersenyum tipis meskipun tidak terlihat di mata lawan bicaranya. Bukankah menyenangkan jika ada seseorang yang mencemaskanmu? "Kakak lupa membeli bahan makanan, jadi tidak bisa memasak. Kita makan di luar, oke?" ujarnya.
Diam-diam Yoongi menghela nafas lega. Dia langsung mendudukkan diri ke sofa kemudian kembali diam. Seokjin yang melihatnya langsung menghamburkan diri ke sebelah Yoongi. Yang lebih muda hanya meliriknya sebentar sebelum kemudian meraih Shiro yang lewat di depannya. Karena merasa diacuhkan, Seokjin menyusupkan lengannya ke belakang leher sang adik lalu memainkan rambutnya.
Awalnya Yoongi diam saja ketika menyadarinya. Tapi karena kakaknya itu mulai jahil dengan mengusap bagian belakang telinganya Yoongi langsung berteriak, "Kakak, geli!"
Tentu saja Seokjin tidak ingin mengganggu adiknya lebih lama lagi karena dia sudah berteriak. Jadi dia hanya tertawa-tawa sembari menikmati wajah kesal sang adik. Sementara Yoongi—masih dalam mode kesal—kembali mengelus kucing yang ada di pangkuannya.
TING TONG!!
Spontan keduanya menoleh ketika mendengar suara bel. Yoongi sudah berdiri ketika Seokjin menahan tangannya lalu menariknya untuk duduk kembali. "Biar kakak yang melihat." ujarnya.
Yoongi hanya memandangi kepergian hyungnya itu dalam diam. Setelah sang kakak menghilang dari pandangannya, barulah Yoongi kembali mengalihkan atensinya kepada makhluk berbulu yang masih tenang di pangkuannya.
"Kak Yoongi!"
Kepalanya kembali tertoleh tanpa diperintah. Kali ini matanya dapat menangkap sosok sang kakak bersama tetangga cerewet yang saat ini sedang mengumbar senyum. Yoongi tidak memiliki respon selain tatapan kesal karena remaja itu mengganggu pagi tenangnya.
"Apa Kookie belum turun?" pertanyaan Seokjin sukses mengambil alih atensi sang adik. Tapi sebelum Yoongi sempat menjawab, laki-laki itu kembali berkata, "Bisa tolong panggil dia? Kita tidak perlu makan di luar. Jimin membawa makanan." lalu berjalan ke ruang makan.
Tanpa mengatakan apapun Yoongi menurunkan makhluk berbulu yang sedari tadi berada di pangkuannya lalu berjalan untuk memanggil si bungsu. Tapi baru dua langkah berjalan Jimin menghadangnya, membuat Yoongi harus berhenti sebelum menabrak remaja itu.
"Aku yang akan memanggil Kookie. Jadi kakak di sini saja, oke?"
Lagi-lagi Yoongi tidak diberikan kesempatan untuk membalas. Jimin langsung berbalik dan berjalan menaiki tangga tepat setelahnya. Jadi mau tak mau Yoongi kembali harus membiarkannya memanggil Jungkook.
Karena berpikir tidak ada yang bisa dilakukannya, akhirnya Yoongi masuk ke ruang makan untuk menghampiri kakaknya. Di sana sang kakak sedang sibuk menata peralatan makan di atas meja. Tapi ketika menyadari kehadiran Yoongi, laki-laki itu langsung menarik sang adik untuk duduk kemudian dirinya ikut duduk di sana.
Yoongi menurut, tidak mengatakan apapun untuk membantah. Pandangannya beredar ke berbagai macam makanan yang ada di hadapannya. Sejenak terlihat kerutan di dahinya, mengisyaratkan bahwa dirinya sedang bingung atau heran. "Apa-apaan semua makanan ini?" gumamnya lirih.
"Bukankah ini terlalu banyak? Bagaimana mungkin anak itu membawa semua ini?" lanjutnya dengan suara yang lebih keras dari pada sebelumnya. Seokjin yang mendengarnya hanya tersenyum tipis dan malah mengacuhkannya.
"Ah, bukankah sebentar lagi liburan musim dingin? Apa kau memiliki saran kemana kita akan pergi?" tanya Seokjin mencoba memberi topik untuk menghentikan acara menggerutu Yoongi.
"Oh? Aku tidak ingin berpikir. Jika kakak ingin meminta saran, silakan bertanya kepada Kookie." jawab Yoongi ogah-ogahan.
"Cih, kau selalu seperti itu. Tidak se..."
BRUKK!!
Ucapan Seokjin terpotong berbarengan dengan respon spontan keduanya yang menoleh ke arah Sember suara. Meskipun sebenarnya tidak ada yang terlihat karena sepertinya suara itu berasal dari luar ruangan.
"Astaga, Kookie!"
Jeritan selanjutnya membuat sepasang kakak beradik itu langsung berdiri. Mereka segera berlari ke luar ruangan itu bersamaan dengan teriakan Jimin yang memanggil keduanya.
Hal pertama yang menarik perhatian keduanya adalah sosok Jimin dan Jungkook yang berada di dekat tangga dengan posisi membelakangi keduanya. Dengan cepat mereka menghampiri kedua remaja itu untuk melihat apa yang terjadi.
"Apa yang—astaga!"
Tidak. Siapapun yang melihat pasti akan berpikir bahwa ini buruk. Jimin yang terduduk di lantai sembari merengkuh Jungkook yang diam dengan mata tertutup. Terlebih lelehan cairan merah yang mengalir dari dahi yang termuda.
"Kak, Kookie... Jatuh. Tangga. Apa yang harus aku lakukan?" Jimin kembali bersuara dengan panik.
Seokjin tidak banyak bicara. Dia segera mengambil alih tubuh adiknya dari Jimin lalu membawanya untuk dibaringkan di sofa kemudian diperiksa. Sementara Yoongi segera membantu Jimin untuk berdiri dan mendudukkannya di sofa dekat Jungkook dibaringkan. Keduanya terdiam di sana sembari menunggu yang tertua selesai memeriksa Jungkook.
Seokjin beranjak untuk mengambil alat-alat yang bisa digunakannya untuk mengobati luka sang adik. Laki-laki yang berstatus sebagai dokter itu membersihkan bekas darah yang mulai mengering lalu menempelkan plester di lukanya.
"Bagaimana ini bisa terjadi, Jimin?" tanya Seokjin sembari membereskan alat-alat yang digunakannya kemudian menatap orang yang diberi pertanyaan dengan intens.
"Aku tidak tahu. Kookie terjatuh dari tangga ke-lima atau ke-enam. Awalnya dia berhasil mempertahankan keseimbangan, tapi kemudian tersentak seperti ada seseorang yang memang sengaja mendorongnya. Aku tidak sempat membantunya dan akhirnya Kookie benar-benar terjatuh."
Mereka terdiam hingga sedetik kemudian Seokjin dan Yoongi saling melempar tatapan dengan makna yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why I Can See You [END]
Fanfiction[방탄소년단 : 전정국] Jungkook tidak pernah berpikir jika dirinya akan terus melihat presensi aneh di sekitarnya. Ia hanya bingung, tak tahu harus bereaksi seperti apa ketika wujud wujud mengerikan itu tiba-tiba muncul di depan matanya. Mungkin dia berpikir...