CHAPTER 1 : Bagian 14

987 117 2
                                    

Dentingan alat-alat dapur terdengar memenuhi dapur minimalis itu. Seorang laki-laki muda berdiri di sana, sibuk dengan pisau dan sayuran hijau. Sesekali dirinya memeriksa isi panci, memastikan apakah masakannya sudah cukup matang atau belum. Senandung pelan terdengar dari bibirnya, memenuhi atmosfer di sana.

Setelah memasukkan sayuran hijau lalu mematikan kompor, Seokjin beralih ke wastafel untuk mencuci alat-alat yang barusan digunakannya. Setelah semuanya selesai barulah dia mengelap tempat-tempat yang kotor akibat kegiatannya barusan.

"Kakak memasak apa?"

Seokjin terlonjak kaget saat tiba-tiba mendengar suara salah satu adiknya. Dia menoleh dan menemukan Yoongi berdiri tak jauh darinya sembari memperhatikan pekerjaannya. Melihatnya Seokjin segera meletakkan lap yang digunakannya lalu mencuci tangan dan menghampiri adiknya.

"Kenapa turun? Seharusnya kau beristirahat saja." kata Seokjin sembari menggiring adiknya agar duduk di meja makan.

"Aku baik-baik saja, kak."

Seokjin hanya bisa menghela nafas, sudah hafal sifat adiknya itu. Perhatiannya justru teralih pada punggung tangan adiknya yang menunjukkan sedikit bercak darah. Seokjin langsung menarik tangan kiri Yoongi dan memperhatikannya. "Kau melepasnya sendiri? Kondisimu belum cukup baik, Yoongi. Kenapa kau keras kepala sekali?" omelnya.

"Rasanya tidak nyaman. Sakit juga." jawab Yoongi tanpa tenaga.

"Tapi kau masih membutuhkannya."

Yoongi menggeleng. "Tidak mau." ucapnya sembari menunjukkan wajah manisnya, mencoba membuat kakaknya luluh. Dan baiklah, Seokjin selalu lemah ketika melihat itu.

"Ah, terserah."

Yoongi tersenyum kecil, merasa menang. Sementara Seokjin hanya menghela nafas pelan. Si sulung mengambil segelas air lalu memberikannya kepada sang adik. Tapi lagi-lagi Yoongi menggeleng, menolak untuk menelan apapun. Seokjin berdecak pelan, mulai kesal karena adiknya sama sekali tidak mau menurut.

"Yoongi, tolong menurut sekali saja."

Yoongi memandang kakaknya dengan kesal sebelum kemudian mengambil gelas yang disodorkan kepadanya. Hanya sedikit yang diminumnya. Itu pun dia langsung mengeluh pahit setelahnya.

"Setidaknya kau harus meminum air sedikit lebih banyak." kata Seokjin saat Yoongi menyodorkan gelas itu kembali kepadanya. Padahal adiknya itu hanya meneguknya sekali.

"Pahit, kak."

"Sedikit lagi, Yoongi."

"Tidak mau."

Seokjin mendengus kesal, jelas-jelas ingin memarahi adiknya itu. "Kenapa kau bahkan lebih rewel dari Kookie jika sedang sakit?" gumamnya pelan.

"Kakak, aku dengar."

Si sulung hanya mendecakkan lidahnya lalu meletakkan gelas itu di meja makan, tepat di hadapan Yoongi. Yang lebih muda baru akan melayangkan protes ketika mendengar suara cempreng dari arah tangga.

"Kak Yoongi, kenapa pergi?"

Si bungsu-setelah berteriak kepada kakaknya-langsung berlari menuruni tangga dan menghampiri kedua kakaknya. Dia melewati Seokjin begitu saja dan berhenti di depan kakak keduanya. Di saat seperti itu Seokjin hanya bisa menghela nafas. Dia tahu jika tidak seharusnya mempermasalahkan perhatian si bungsu kepada Yoongi. Hanya saja Seokjin iri, tahu. Apalagi setelah Yoongi membuatnya kesal-dan cemas-setengah mati. Biarkan Seokjin mengeluh sebentar.

Tapi dari pada menuruti egonya, Seokjin memilih untuk mengangkat adik bungsunya untuk didudukkan di salah satu kursi. Jungkook menurut saja, tidak menolak sama sekali. "Kookie sudah tidak sakit lagi?" tanyanya kepada si bungsu.

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang