CHAPTER 3 : Bagian 11

558 76 2
                                    

"Aku beristirahat dengan baik. Sudah, ya. Jangan cerewet begitu."

Seokjin mendudukkan diri ke atas tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya di sana. Tangannya masih menggenggam ponsel dan menempelkannya di telinga, mendengarkan nasihat-nasihat Seokjung yang belum juga selesai bahkan setelah lima belas menit yang lalu. Bagaimana caranya dia bisa beristirahat jika begini?

"Aku tidak ingin masalah ini menjadi besar. Mungkin semuanya memang berawal dari kesalahanku. Rasanya kesal juga karena tidak bisa melakukan apapun." dia kembali bersuara setelah mendengar jawaban Seokjung di ujung telepon.

"Mereka yang membuat ini menjadi besar, Jin. Kau tidak bisa diam saja setelah semua ini. Jika tidak meminta bantuan kepada polisi, mungkin kau benar-benar akan berakhir tak lama lagi."

"Aku tahu." Seokjin mengambil kaca mata dan mulai membaca beberapa dokumen yang sengaja ia bawa pulang. "Aku akan melakukannya, tenang saja. Tapi tetap saja aku berharap ini tidak akan menjadi besar. Adikku akan khawatir jika mereka tahu."

Terdengar decakan kesal di ujung sana. Seokjin yakin jika temannya itu pasti masih mempermasalahkan cara pikirnya. Tapi dia tidak ingin ambil pusing. Seokjin memang begitu. Ini masalahnya dan Seokjin tidak ingin melibatkan Yoongi dan Jungkook dalam masalah ini. Dia hanya berharap bisa menyelesaikan ini dengan cara baik-baik, tidak dengan kekerasan atau apa.

"Dengar, aku akan membantumu. Masalah ini harus selesai secepatnya."

Seokjin mengangguk-anggukkan kepala meski ia tahu jika temannya itu tidak akan melihat. "Kuhargai niat baikmu. Sudah, ya. Biarkan aku beristirahat sekarang."

"Ya, beristirahatlah. Jangan sembarangan, lukamu cukup parah. Kau tidak ingin adikmu tahu, kan?"

"Aku tahu. Tidak perlu mengingatkanku terus. Sudah, aku tutup teleponnya."

"Hubungi aku jika terjadi sesuatu."

"Hmm."

Seokjin langsung mematikan telepon dan meletakkan ponselnya ke nakas. Sebenarnya walaupun ia mengatakan tentang istirahat, beberapa dokumen yang ada di tangannya sekarang terasa lebih penting dari pada itu.

Ah, tentang percakapannya dengan Seokjung... Sebenarnya kemarin tidak ada pasien darurat atau semacamnya. Itu hanya akal-akalan Seokjung untuk mengelabui Yoongi dan Jungkook. Yang terjadi sebenarnya adalah Seokjin dilukai seseorang hingga keadaannya sempat kritis kemarin.

Itu terjadi saat jam makan siang. Seokjung dengan sengaja mengajak temannya itu ke kantin rumah sakit dari pada berkutat dengan berbagai map di ruangannya. Dan setelah itu semuanya terjadi begitu saja. Seseorang, entah dari mana menembaki seisi kantin hingga membuat keributan. Sasaran utamanya tentu saja Seokjin, kentara dari sasaran pertama dari penembakan itu. Dia yang terluka paling parah. Peluru yang bersarang di perutnya dan goresan yang cukup dalam di bagian lengan. Benar, Seokjin sempat melakukan operasi kemarin dan memaksa pulang hari ini. Anggap saja dia sedang mencari mati.

Karena dirasa tubuhnya belum cukup kuat untuk dipaksa berpikir, Seokjin segera meletakkan map-map yang ia pegang lantas membaringkan diri dengan hati-hati. Sakitnya masih sangat terasa. Seokjin merasa bersyukur karena Jungkook tidak menyadari apapun. Tidak juga. Mungkin saja anak itu sudah menaruh curiga.

Masalahnya di sini adalah Yoongi. Laki-laki itu terlalu peka dan pasti menemukan kejanggalan jika memang ada. Sangat sulit untuk menyembunyikan sesuatu darinya. Sepertinya saat ini Seokjin harus mengeluarkan semua kemampuan acting-nya.

Seokjin menoleh, memandang jam dinding yang tergantung  di samping lemari. Setelah itu dia meraih ponsel dan mencari kontak Yoongi. Seharusnya adiknya itu sedang beristirahat di jam seperti ini. Setelah menekan tombol panggil, Seokjin menempelkan ponselnya ke telinga sembari menunggu Yoongi menjawab.

"Yoongi, sedang jam istirahat, kan?" Seokjin langsung bersuara setelah telepon tersambung. Terdengar suara berisik di ujung sana meskipun kemudian melemah. Mungkin Yoongi sedang mencari tempat yang sedikit lebih sepi.

"Kakak sudah pulang?"

Bukannya menjawab pertanyaan sang kakak, Yoongi lebih memilih untuk balas bertanya. Tapi meskipun begitu Seokjin tidak mempermasalahkan itu dan langsung menjawab, "Sudah. Hari ini kakak libur. Kau ingin dijemput di jam biasa? Tidak ada acara lain di sekolah?"

"Aku pulang sendiri nanti. Kakak istirahat saja."

"Mana bisa begitu. Lagi pula kakak sudah cukup beristirahat kok."

"Sudah, tidak perlu menjemput. Aku pulang dengan Jimin. Tata juga akan ke rumah Jimin nanti."

"Tapi..."

"Aku harus kembali ke kelas. Sudah, ya."

"Yoon... Astaga, dia mematikan teleponnya."

Seokjin masih memandangi ponselnya meskipun tak ada suara lagi yang menyahut dari sana. Akhirnya dengan terpaksa ia meletakkan benda itu di nakas lalu memandangi langit-langit ruangan. Rasanya aneh karena dia berada di rumah dan tidak melakukan apapun.

Helaan nafas terdengar dengan Seokjin sebagai pelakunya. Ternyata diam seperti ini memang membosankan. Biasanya dia tidak akan diam meskipun hari libur. Tapi karena kondisinya saat ini, Seokjin tidak ingin mengambil risiko dalam bentuk apapun. Seperti yang dibayangkan, sakit memang tidak menyenangkan.

BRUKK

"Akh..."

Seokjin spontan menoleh begitu mendengar suara yang lumayan keras dari luar kamarnya. Dia bergegas bangkit, sedikit panik karena sadar jika itu suara sang adik. Dan benar saja setelah pintu ia buka, di sana terlihat Jungkook terduduk dengan ringisan kecil yang begitu kentara.

"Astaga, Kookie kenapa?" Seokjin segera membantu adiknya untuk berdiri dan memeriksa keadaannya. "Ah, ini berdarah lagi. Ke sini sebentar." ujarnya sembari menuntun Jungkook ke dalam kamar.

Setelah mendudukkan Jungkook di pinggir tempat tidur, Seokjin bergegas mencari peralatan medisnya lalu membersihkan darah yang kembali mengalir dari luka sang adik. "Kenapa bisa jatuh?" tanyanya tanpa mengalihkan atensi.

"Lantainya licin. Kookie tidak melihat air di sana."

"Air?" kali ini Seokjin mendongak sepenuhnya, memandang sang adik yang mengerucutkan bibir. Jungkook hanya mengangguk singkat tanpa ada keinginan untuk menjelaskan lebih lanjut. Jadi Seokjin bergegas menyelesaikan pekerjaannya dan berniat memeriksa ke luar setelah itu.

"Kakak ingin kemana?" tanya Jungkook karena kakaknya langsung berjalan keluar setelah selesai membebat lukanya. Tapi tidak ada jawaban yang jelas karena Seokjin hanya berkata agar Jungkook tetap di sana sampai dia kembali.

Memang benar jika di luar ada air yang berceceran. Tanpa tunggu lama Seokjin langsung mengambil pel dan membersihkan semuanya. Agak aneh juga karena saat Seokjin masuk tadi tidak ada air atau kotoran sama sekali. Tapi dia sedang tidak ingin berpikir.

"Kak..."

Seokjin berbalik, memandang sang adik yang berdiri di ambang pintu. Dihentikannya aktivitas yang ia lakukan sejenak untuk memberi atensi penuh kepada sang adik. Tapi hal yang Jungkook perlihatkan selanjutnya berhasil membuat Seokjin membolakan mata.

"Dari mana semua darah ini?" Jungkook mencoba bertanya dengan tenang meskipun matanya memancarkan kekhawatiran yang begitu besar. Satu tangannya terangkat, memperlihatkan jas putih yang jelas-jelas milik kakaknya.

Oke, sekarang Seokjin menyesal karena tidak langsung mencuci atau membuang jasnya. "Kakak sudah mengatakan tentang pasien darurat, kan? Kecelakaan di dekat rumah sakit. Dia kritis karena kehilangan terlalu banyak darah. Jas itu terkena darahnya saat penanganan."

"Lalu kenapa bagian ini terkoyak?"

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang