CHAPTER 2 : Bagian 6

834 100 0
                                    

Mendadak ruangan sepi setelah Seokjin yang berpesan panjang lebar dipaksa pergi untuk bekerja. Kini hanya ada Yoongi dan Jungkook di sana, saling diam. Mungkin mereka hanya sedang sibuk dengan pemikiran masing-masing atau sedang tidak ingin mengganggu satu sama lain.

Baru lima belas menit yang lalu si sulung terpaksa meninggalkan kedua adiknya. Dia benar-benar memastikan bahwa kedua adiknya mendengar pesan yang dia ucapkan lalu meminta seorang perawat untuk mengecek mereka setiap beberapa jam. Mungkin Seokjin akan sibuk hari ini, jadi dia khawatir tidak bisa mengecek keadaan adiknya nanti.

Dan yah... Sebenarnya Seokjin sudah mewanti-wanti Jungkook agar tidak banyak bergerak dan meminta Yoongi untuk mengawasinya. Entah bagaimana Seokjung mengatakan bahwa si bungsu mengalami dislokasi. Dan yang membuat Seokjin kesal adalah karena dia bahkan tidak tahu dan saat itu hanya memperhatikan luka di kepala adiknya.

Kabar baiknya, setelah diperiksa dan diberi perawatan, Jungkook tidak mengeluh lagi. Remaja itu tetap diam meskipun terlihat beberapa kali mengernyit sakit. Yoongi melihatnya, tentu saja. Tapi dia tidak melakukan apapun. Hanya duduk di sisi tempat tidur sembari memperhatikan sang adik yang menatap kosong ke depan. Seperti bukan adiknya saja. Jungkook benar-benar kehilangan rona cerianya.

"Kak."

Yoongi tersentak, sedikit terkejut karena tiba-tiba Jungkook menoleh menatapnya. Sadar jika itu membuat sang adik mengernyit bingung, Yoongi segera menormalkan ekspresi kemudian berdehem pelan. "Kookie ingin sesuatu?" tanyanya.

Si bungsu menggeleng, merasa tak menginginkan atau membutuhkan apapun. Bibir tipisnya bergerak, meskipun memerlukan waktu untuk membuatnya bersuara. "Maaf." ujarnya pelan, menyerupai bisikan.

Yoongi mengernyit, antara bingung dan tak suka mendengar ucapan sang adik. Bingung memikirkan untuk apa adiknya meminta maaf sementara dirinya tak pernah senang mendengar kata itu dari sang adik. Jika dia memang salah, maka sudah pantas meminta maaf. Tapi sekarang Yoongi bahkan tidak tahu di mana letak kesalahan Jungkook hingga adiknya itu meminta maaf.

"Berhenti mengatakan itu, Kookie. Kakak tidak ingin mendengarnya. Kookie bahkan tidak memiliki kesalahan untuk dimaafkan." ujar Yoongi, mengutarakan yang selama ini ada dalam pikirannya.

"Kookie selalu merepotkan kakak. Kookie selalu membuat masalah. Maaf, kak."

Yoongi menggeleng, tak terima karena adiknya itu terus menyalahkan diri sendiri. Padahal yang terjadi kepadanya jelas bukan atas kemauannya. "Kookie, dengar. Jika Kookie merasa bersalah karena itu, bukankah seharusnya kakak yang terlebih dahulu mengatakannya? Selama ini kakak yang lebih sering merepotkan Kookie dan Kak Seokjin." ujarnya.

"Tapi..."

"Sudah, jangan membahas ini lagi."

Akhirnya perdebatan itu memang akan selalu dimenangkan oleh Yoongi. Jangan bertanya, Jungkook tidak akan membahasnya lagi jika kakaknya itu mulai menampakkan raut kesal. Jadi si bungsu hanya mengangguk singkat dan kemudian menunduk.

Yoongi sebenarnya tidak tega juga melihat adiknya murung seperti itu. Tapi di sisi lain dia tidak ingin sang adik terus memikirkan hal yang bahkan sama sekali tidak penting. Yoongi merasa menjadi pihak yang salah jika membiarkan Jungkook terus berpikiran seperti itu.

Jungkook menoleh, memandang kakaknya yang tiba-tiba berdiri. Rasanya tatapannya sudah jelas jika dia ingin menanyakan kemana Yoongi ingin pergi. "Kakak keluar sebentar, membeli makanan. Kookie belum makan sama sekali." ujar Yoongi sebelum adiknya itu sempat bertanya.

"Aku tidak mau bubur." ucap Jungkook cepat, seolah tahu jika makanan lembek itu yang akan dibawa kakaknya saat kembali nanti.

Yoongi mengangkat sebelah alis, entah apa maksudnya. Tapi kemudian dia tersenyum tipis sembari mengusak surai sang adik. "Kakak belikan ayam dan sup, mau?" tanyanya.

Jungkook mengangguk semangat, setuju dengan dua makanan itu. Karenanya Yoongi segera mengambil ponselnya lalu meletakkan benda itu di tempat yang bisa dijangkau oleh adiknya. "Kalau ada apa-apa telepon Kak Seokjin. Gunakan ponsel kakak saja. Ponsel Kookie tidak sempat terbawa." pesannya.

Lagi-lagi Jungkook mengangguk. Kali ini disertai senyum lebarnya, memamerkan gigi kelinci yang gagal menghilangkan sisi imutnya. "Kalau begitu kakak pergi, ya. Baik-baik sampai kakak kembali." Yoongi mengusak rambut adiknya sekali lagi sebelum kemudian berjalan keluar dari ruangan itu.

Jungkook masih mempertahankan senyumnya hingga beberapa detik setelah pintu kembali tertutup. Setelahnya dia kembali diam dengan tatapan tajam yang entah tertuju kepada siapa.

"Bukankah ini menyenangkan, Kookie? Apakah itu sakit?"

Jungkook menghela nafas. Selalu begini. Entah sejak kapan sosok anak laki-laki ini tidak sering mengikuti kakaknya dan malah terus mengganggunya. Jungkook senang karena kakaknya terbebas darinya untuk sementara. Tapi jika dirinya harus selalu terluka karena 'makhluk' ini, rasanya tidak adil.

"Bisakah kau berhenti mengganggu kami? Bukankah aku sudah membuat Kak Yoongi mengetahui semuanya? Dia juga sudah meminta maaf." balas Jungkook.

Sosok itu terdiam sejenak sebelum kemudian mendekatinya, membuat Jungkook spontan beringsut menjauh. Tapi lagi-lagi gerakannya tertahan saat sakit yang teramat kembali terasa akibat kakinya bergerak tiba-tiba. Jungkook meringis kemudian menyerah untuk bergerak. Kepalanya yang semula menunduk kembali terdongak dan gerakannya terhenti begitu saja saat menangkap sosok itu berada tepat di depan wajahnya.

"Aku hanya ingin bermain, Kookie. Itu saja."

Jungkook merasa tubuhnya mulai bergetar dan nafasnya terengah saat lelehan darah terasa nyata di seluruh tubuh sosok itu. Mencoba bergerak atau sekadar mengalihkan pandangan, Jungkook tidak bisa. Tubuhnya terpaku, seolah memang dipaksa untuk melihat sosok di hadapannya yang mendadak terlihat mengerikan.

"Ayo bermain lagi, Kookie."

"Eungh..."

Tubuh Jungkook terdorong ke belakang saat tangan kecil yang berlumuran darah itu mencekik lehernya. Tangannya bergerak, mencoba melepaskan cengkeraman menyakitkan itu. Tapi meskipun Jungkook berusaha melawan sekuat tenaga, cengkeraman itu tidak melonggar, bahkan menjadi semakin kencang.

Jungkook terbatuk-batuk, tak bisa bernafas. Tak membutuhkan waktu lama hingga tubuhnya ikut melemas kemudian dirinya tak bisa lagi melakukan perlawanan apapun. Sia-sia karena semakin dirinya melawan, cengkeraman itu menjadi semakin kuat.

"Astaga!"

Jungkook hanya bisa mengerlingkan matanya untuk melihat siapa yang tiba-tiba datang. Lalu anehnya cengkeraman di lehernya terlepas begitu saja, bersamaan dengan menghilangnya sosok itu. Jungkook kembali terbatuk meskipun kemudian nafasnya masih terasa sesak.

"Apa yang kau rasakan?"

"...se..sak."

Perawat itu bergerak cepat menyiapkan peralatan lalu memasangkan masker oksigen untuk membantu Jungkook bernafas. Bersamaan dengan itu, pintu ruangan terbuka meskipun Jungkook memilih untuk fokus mengatur nafasnya dari pada melihat siapa yang datang.

"Kookie..."

Jungkook sadar jika itu adalah suara Yoongi. Dan benar saja sosok kakaknya itu terlihat tak lama kemudian sembari menatapnya cemas.

"Pasien mengalami sesak nafas. Dia tidak apa-apa sekarang." ucapan perawat itu mengambil alih atensi Yoongi. Kemudian helaan nafasnya terdengar seolah dia sangat lega ketika mengetahuinya.

"Terima kasih." ucapnya dengan tulus.

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang