CHAPTER 2 : Bagian 5

817 101 2
                                    

"Eunghh..."

Erangan lirih si bungsu sukses membuat Yoongi yang sedang memeriksa kegiatan kelas dari temannya langsung menoleh. Dia segera meletakkan ponselnya di meja lalu menghampiri sang adik yang nampak mulai menguasai kesadaran. "Kookie dengar kakak?" tanyanya lembut.

"Sakit."

Yoongi terdiam seketika. Mendadak semua kata yang ingin diucapkan menghilang kala rungunya menangkap keluhan sang adik. Kendati demikian, tidak ada yang bisa dilakukannya untuk mengurangi sakit yang Jungkook keluhkan. Tangannya bergerak perlahan untuk mengelus surai sang adik dengan hati-hati, tak ingin menyakitinya lagi. "Maaf, Kookie. Kakak tidak tahu harus melakukan apa." ujarnya pelan, benar-benar kental akan nada penyesalan.

Jungkook benar-benar tersadar dan langsung menoleh ke arah Yoongi. Dahinya mengernyit, tak nyaman dengan ekspresi yang tidak biasa ditampilkan kakaknya. Sedetik kemudian dia mencoba duduk meskipun sempat meringis karena ternyata bukan hanya kepalanya yang terasa sakit.

Yoongi tidak bodoh dan tentu saja menyadari itu. Jadi setelah membantu Jungkook untuk duduk bersandar di headboard, dirinya langsung bertanya, "Apa sakit sekali? Ada lagi yang sakit?"

"Kaki... Sakit sekali."

Yoongi terdiam sejenak sebelum kemudian menyibak selimut yang menutupi kaki sang adik untuk memeriksanya. Tapi sedetik kemudian dia segera meraih ponselnya lalu menelepon sang kakak yang baru saja pergi ke rumah sakit untuk bekerja.

"Halo, Kak." Yoongi tidak bisa menyembunyikan kepanikannya ketika suara sang kakak terdengar di ujung telepon. "Kookie sudah bangun. Kakinya bengkak. Aku harus melakukan apa?" tanyanya.

Suara Seokjin kembali terdengar, kali ini dengan nada cemas yang kentara. Setelah mengatakan bahwa Yoongi harus mengompres kaki si bungsu dengan air es selama Seokjin pulang, sambungan telepon terputus.

Yoongi beranjak, berniat untuk mengambil air es seperti yang dikatakan kakaknya. Tapi rengekan Jungkook setelahnya membuat Yoongi harus menghentikan gerakannya lalu menoleh ke arah sang adik. Akhirnya dia kembali mendudukkan diri di tepi tempat tidur untuk menenangkan adiknya yang terlihat akan segera menangis.

"Kookie tenang, oke? Kakak harus mengompres kaki Kookie supaya sakitnya mereda. Jika tidak, nanti semakin membengkak." ujar Yoongi sembari mengelus surai sang adik, sesekali mengecupnya.

Jungkook tidak membalas, hanya memejamkan mata dengan erat disertai kernyitan di dahinya. Menandakan seberapa besar sakit yang harus dirasakannya. Bibir pucatnya bergerak perlahan, tapi tak ada suara yang keluar dari sana. Yoongi tidak perlu ditanya lagi, semakin panik melihat adiknya. Dia ingin pergi dan melakukan apa yang dikatakan kakaknya, tapi tidak bisa meninggalkan adiknya sendirian.

Rasanya Yoongi sangat bersyukur karena tidak lama Seokjin datang. Sepertinya kakaknya itu sangat terburu-buru datang karena bahkan belum melepaskan jas dokternya. Ditambah gerakannya yang terlalu terburu-buru membuat Yoongi yakin bahwa dia telah membuat kakaknya panik.

"Apa yang terjadi?" tanya Seokjin sembari menghampiri kedua adiknya itu. Tapi meskipun bertanya dan kemudian tak mendapat jawaban, Seokjin langsung memeriksa kaki si bungsu.

"Akh... Sakit..." Jungkook langsung memekik saat Seokjin menyentuh kakinya.

Yoongi memeluk adiknya, mencoba memberikan kekuatan meskipun dirinya tahu bahwa itu sama sekali tidak berguna. "Tidak apa-apa, Kookie. Tenang, oke?" ujarnya terus menerus.

"Kita ke rumah sakit sekarang." ucapan Seokjin sukses membuat Yoongi langsung mendongak, memandang kakaknya dengan terkejut. Dia tahu jika ini parah. Jika tidak, maka kakaknya tidak akan membawa Jungkook ke rumah sakit.

"Kookie kenapa?" tanya Yoongi, menuntut penjelasan dari sang kakak.

Sementara si sulung menghela nafas, sebenarnya masih ragu. "Kakak tidak bisa menjelaskan. Butuh pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan. Kita harus membawa Kookie ke rumah sakit sebelum terjadi komplikasi." ujarnya.

Yoongi tidak bisa membalas lagi. Pikirnya tadi Jungkook masih terlihat baik-baik saja, hanya terluka kecil. Tapi sekarang kenyataan menampar Yoongi lagi dan lagi. Seakan-akan takdir memang tidak ingin membiarkan sang adik tenang barang sehari saja. Dan rasanya sakit saat Yoongi menyadari bahwa sang adik yang harus selalu merasa sakit. Jika begini jadinya, lebih baik Yoongi mati saat itu.

"Yoongi, jangan berpikiran aneh-aneh." ujar Seokjin, seolah memang mengetahui pemikiran sang adik. Si sulung itu menepuk pundak adiknya, berusaha menguatkan. Bibirnya menarik senyum, meskipun sangat tipis dan sedetik kemudian menghilang begitu saja.

Akhirnya Yoongi hanya mengangguk singkat kemudian berdiri, membiarkan kakaknya mengangkat Jungkook untuk dibawa ke mobil. Yoongi tidak berniat untuk membantu karena kakaknya itu pasti menolak dan memintanya untuk mengikuti saja. Jadi Yoongi hanya membukakan pintu dan memastikan kakaknya tidak kesulitan membawa Jungkook keluar.

"Kunci pintunya, Yoongi." perintah Seokjin setelah keduanya keluar dari pintu utama. Yoongi segera melakukannya lalu bergegas masuk ke dalam mobil, duduk di sebelah Jungkook untuk mematikan bahwa adiknya itu baik-baik saja selama perjalanan.

Seokjin bergegas duduk di belakang kemudi lalu melajukan mobilnya dengan hati-hati. Sesekali matanya melirik Yoongi yang dengan telaten melindungi Jungkook, mencegah adiknya itu terguncang terlalu keras.

Tidak membutuhkan waktu lama karena sebenarnya rumah sakit hanya berjarak satu kilometer dari rumah. Setelah memarkirkan mobilnya, Seokjin langsung keluar dan berlari memutari mobil untuk kembali menggendong Jungkook dan membawanya ke dalam rumah sakit.

Yoongi mengekor di belakangnya, masih dengan pias khawatir yang kentara. Mereka benar-benar mengacuhkan beberapa orang-orang yang berlalu-lalang di sana dan hanya fokus pada keadaan si bungsu.

"Hei, Jin! Apa yang terjadi?"

Keduanya berhenti, memandang dokter yang menghadang mereka. "Adikku terjatuh dari tangga. Kupikir..."

"Oke, nanti saja menjelaskannya." Seokjung segera memanggil perawat dan membawa Jungkook ke ruang pemeriksaan dengan menggunakan brankar dorong. Seokjin dan Yoongi hanya mengikuti mereka hingga tiba di depan pintu.

"Tunggu di sini! Aku yang akan memeriksanya." lagi-lagi Seokjin tertahan, tidak bisa masuk untuk memeriksa keadaan adiknya sendiri. Sepertinya Seokjung hanya khawatir. Seokjin memang tidak sekalut Yoongi, tapi jelas jika dia sangat khawatir. Dokter tidak bisa bekerja dengan perasaan tidak stabil seperti itu. Jadi Seokjung berusaha membantu temannya itu dengan memeriksa adiknya.

"Kak..." Yoongi bersuara beberapa detik setelah pintu tertutup, menyisakan sepasang kakak beradik itu di luar. Sepertinya Seokjung benar dengan membiarkan Seokjin di luar. Yoongi semakin mudah terpengaruh perasaannya.

Seokjin segera menarik adiknya lalu memeluknya dengan erat. Sejenak Yoongi harus kehilangan topeng dinginnya. Tidak ada yang bisa tertutupi jika itu berkaitan dengan adiknya. "Tidak akan terjadi apa-apa. Jangan panik. Kookie baik-baik saja." ujar Seokjin, berusaha menenangkan adiknya.

Sejenak keduanya terdiam hingga tiba-tiba Seokjin melepaskannya lalu menatap sang adik. "Apa kau merasa sesak?" tanya Seokjin lagi, merasa jika nafas adiknya sedikit tak beraturan.

"Kak, aku lelah." bukannya menjawab, Yoongi malah mengatakan itu. Seokjin mengerti dan langsung menuntun adiknya untuk duduk di kursi tunggu, mengistirahatkan tubuhnya yang belakangan mulai melemah lagi.

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang