CHAPTER 3 : Bagian 2

612 87 2
                                    

Buruk.

Dalam sekali lihat pun sudah jelas seberapa buruk keadaan saat ini. Yoongi yang terduduk dengan kepala tertunduk, melupakan empat orang lain yang sama panik seperti dirinya. Setiap detik terasa begitu menyiksa. Ini bahkan baru lima menit, tapi Yoongi merasa sudah menunggu berabad-abad.

Mereka menemukan Jungkook. Sayangnya dengan keadaan yang sangat buruk. Luka di mana-mana, darah yang sudah mengering, ditambah wajah lebam dengan mata terpejam lemah. Entah sudah berapa lama anak itu di dalam gudang sekolah, tidak ada yang tahu. Tapi melihat betapa kacaunya dia saat pertama ditemukan, mereka tahu tidak ada yang baik-baik saja.

Saat ini mereka berada di rumah sakit, tepat di tempat Seokjin bekerja. Tapi laki-laki itu tidak mengetahui apapun. Yoongi terlalu panik untuk berpikir sementara empat lainnya malah bingung harus memberi kabar dengan kalimat seperti apa. Lagi pula kejadian ini lepas dari pengawasan mereka.

Meskipun Jungkook tidak dimasukkan ke ruangan mengerikan seperti UGD atau ICU, tapi tetap saja sorot cemas terlihat jelas di mata kelimanya. Mereka tahu jika anak itu tidak terluka separah yang mereka bayangkan, tapi mengingat keadaannya saat itu membuat semuanya cemas. Terlebih saat mereka tidak mengetahui apa yang terjadi beberapa jam yang lalu.

"Kak, pulang saja. Kami yang akan menunggu di sini." Namjoon bersuara, jujur khawatir melihat Yoongi juga kacau. Kakak Jungkook itu mungkin terlihat tenang di saat-saat biasa, tapi mudah panik jika terjadi sesuatu kepada adiknya. Jika dia memang dalam keadaan baik, Namjoon akan tenang saja. Tapi karena penyakitnya itu... Ah, sudahlah. Untuk apa menjelaskan berkali-kali? Tidak ada gunanya juga.

Yoongi yang sedari tadi menunduk hanya mendongak singkat untuk menatapnya. Dia malah menghela nafas lantas menyandarkan tubuh. "Kau pikir aku bisa tenang setelah melihat semuanya? Jungkook adikku, jangan selalu mengaturku seperti itu."

Namjoon tak membalas, memilih untuk terdiam sejenak. Ya, dia juga harus ekstra sabar dalam keadaan seperti ini. Mulut Yoongi bisa menjadi lebih tajam meskipun Namjoon tahu jika laki-laki itu tak bermaksud menyinggungnya. Dia membuka mulut, berniat mengatakan sesuatu tapi kalah cepat dengan suara Hoseok yang menginterupsi selanjutnya.

"Namjoon tidak bermaksud begitu, kak. Jangan sampai Jungkookie melihat kakak sakit saat bangun nanti."

Meskipun tidak menjawab, tapi Yoongi masih terlihat enggan pergi. Ingat, dia sama keras kepalanya dengan Jungkook. Mana mau mendengarkan orang lain. Ya, terkadang mereka kesal karena Yoongi selalu seperti itu.

Akhirnya karena yakin bahwa Yoongi tidak akan menggubris ucapan mereka, tak ada yang bersuara lagi setelah itu. Semuanya sibuk dengan pikiran masing-masing, memutar otak untuk mencari petunjuk mengenai apa yang terjadi atau berusaha menenangkan kepanikan yang sempat menguasai.

Cukup lama mereka berada di sana. Bahkan hingga lebih dari lima belas menit kemudian belum ada tanda-tanda dokter yang memeriksa Jungkook akan keluar. Rasanya kepanikan mereka memang beralasan. Jika semuanya memang baik-baik saja, maka dokter pasti tidak akan memerlukan waktu lama untuk menangani anak itu.

"Yoongi?!"

Bukan hanya si pemilik nama, tapi semuanya langsung menoleh begitu mendengar panggilan itu. Yoongi sudah terkejut karena otaknya langsung berprasangka jika itu Seokjin. Tapi ternyata bukan sang kakak yang berada di sana, melainkan teman dokter yang pasti cukup akrab dengannya.

"Kalian sedang apa di sini?" Seokjung yang bersuara lagi karena tidak ada kalimat balasan atas panggilan yang terucap tadi. Dia mengernyit, apalagi saat melihat Yoongi kembali menunduk. Seolah memang sengaja menghindari kontak mata dengannya.

"Apa yang terjadi? Kalian bahkan belum sempat pulang, kan? Lihat, seragam dan segala atributnya masih lengkap. Sebenarnya..." Seokjung berhenti bicara, seolah menyadari sesuatu. Dia memandang sekumpulan remaja itu, meneliti, dan tiba-tiba menemukan hal yang kurang di sana. "Di mana Jungkookie?"

Hening sejenak. Kelimanya seolah enggan menjawab pertanyaan kecil itu. Lantas karena yakin tidak ada yang akan bersuara, maka Namjoon segera menjawab, "Jungkookie di dalam, sedang diperiksa oleh dokter."

"Ada apa lagi? Dia terluka? Tidak parah, kan?"

Lagi-lagi semuanya terdiam, tapi Seokjung tahu jika ini bukan hal yang baik. Lagi pula setelah melihat ekspresi mereka, sudah jelas jika tidak mungkin semuanya baik-baik saja. Pasti terjdi sesuatu kepada Jungkook. Jika tidak, Yoongi tidak akan menampilkan ekspresi semacam itu. "Kalian sudah memberitahu Seokjin?" tanyanya lagi.

"Apa Kak Seokjin baik-baik saja? Dia selalu terlihat lelah belakangan ini. Aku tidak ingin dia terbebani lebih banyak lagi." akhirnya Yoongi bersuara. Bahkan ekspresi rumitnya semakin kentara. Ini memang bukan hal yang baik untuk Seokjin lihat.

"Tapi Jungkook terluka cukup parah, kan? Kau tidak bisa menyembunyikan ini darinya. Seokjin adalah seorang dokter. Dia bahkan mengerti masalah psikologis meskipun bukan psikolog. Aku hanya mengingatkan jika kakakmu itu jenius. Kau tidak akan bisa membodohinya dengan mudah."

Lagi-lagi Yoongi tertunduk. Dia jelas mengakui kebenaran dari ucapan Seokjung. Membodohi Seokjin yang kelewat jenius? Itu tidak akan berhasil sama sekali. Tapi Yoongi tidak ingin masalah ini membebani kakaknya lagi. Tapi bagaimana caranya? Di saat seperti ini Yoongi hanya bisa menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa menjaga adiknya dengan baik. Semua ini tidak akan terjadi jika Jungkook tetap berada dalam pengawasannya.

"Yoongi, kau juga tidak boleh terlalu tertekan. Kau bisa sakit lagi."

Dia ingin seperti itu, tidak terlalu tertekan. Tapi masalah ini benar-benar harus dipikirkan jalan keluarnya. Ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Yoongi juga harus mencaritahu siapa yang membuat adiknya terluka. Ini pasti bukan ulah makhluk-makhluk itu. Jungkook tidak pernah terluka sebegitu parah karena mereka. Pasti ada orang yang tidak menyukai Jungkook-nya di sekolah.

Tapi mengingat keberadaan adiknya selalu disukai banyak orang, Yoongi tidak bisa berpikir  atau menduga-duga siapa yang melakukan itu. Jungkook juga hanya selalu menceritakan hal baik yang orang lain lakukan kepadanya. Yoongi tidak pernah mendengar ada orang yang membenci anak itu. Lagi pula Yoongi merasa jika orang itu terlalu aneh karena melakukan hal ini kepada orang yang disukai semua orang seperti adiknya. Memusuhi Jungkook sama saja mencari perkara dengan ratusan orang di sekolah.

Yoongi menghela nafas lantas memijit pelan kepalanya. Dia akhirnya menyerah untuk berpikir. Tubuhnya meminta untuk diistirahatkan dan benar kata Seokjung, terlalu tertekan akan membuatnya mudah sakit. Itu akan menambah beban Seokjin nantinya, sementara Yoongi tidak menginginkan itu sama sekali.

"Kak, sudah pulang saja. Kakak bisa sakit jika terus-terusan menunggu di sini. Kelihatannya lelah sekali."

Laki-laki itu kembali menggeleng meskipun harus mengakui jika ucapan Jimin benar. Setidaknya dia masih kuat menunggu hingga dokter keluar dan menjelaskan kondisi adiknya. Yoongi harus mematikan Jungkook baik-baik saja, barulah dia bisa beristirahat tanpa mencemaskan terlalu banyak hal lagi.

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang