Terik matahari dari luar jendela membuat Jungkook yang masih bergelung dengan selimut sedikit terganggu. Ia membuka mata lalu terduduk di atas tempat tidur dalam kondisi setengah sadar. Sambil mengumpulkan kesadaran, Jungkook memandang sekeliling seperti kebiasaannya. Kemudian dengan malas ia bangun dan berjalan keluar kamar.
Hal yang pertama ia inginkan adalah membasahi tenggorokannya dengan segelas air. Jadi dia segera turun untuk mengambil minum di dapur. Seperti biasa, salah satu kakaknya pasti sudah sibuk dengan berbagai peralatan di sana. Kali ini Yoongi. Entah kemana kakak tertuanya pergi. "Kakak memasak apa?"
"Sup dan ayam." jawab Yoongi singkat.
Jungkook mengangguk lalu duduk di bar dapur, memperhatikan kakaknya yang terlihat sibuk. Dia bahkan mengambil sepotong ayam tanpa izin lalu memakannya dalam diam. Yoongi tidak akan benar-benar marah, tapi pasti mengomel seperti Seokjin yang sedang mengajarkan sopan santun. Jadi karena Yoongi tidak melihat, kenapa tidak mengambil kesempatan?
"Kookie sudah boleh masuk ke sekolah hari Senin." Saat Yoongi berbalik, Jungkook sudah menelan gigitan terakhirnya dan berpura-pura meminum air yang tadi diambilnya. "Sudah tidak apa-apa, kan?" tanya Yoongi memastikan. Jungkook hanya mengangguk, tak memberikan respon lain.
"Bisa bantu bawakan ini ke meja makan?"
Jungkook mengangguk lalu menerima mangkuk besar berisi sup dan membawanya ke meja makan. Sementara Yoongi langsung mengambil tumpukan piring kosong sebelum kemudian menatanya dengan dibantu sang adik. Setelah menyelesaikan semuanya, Yoongi meminta Jungkook untuk menunggu selama ia memanggil si sulung untuk sarapan.
Setelah menaiki tangga dan tiba di depan kamar si sulung, Yoongi mengetuk pintu kamar dengan perlahan lantas menunggu jawaban. Tapi karena telinganya sama sekali tidak mendengar tanggapan, Yoongi bersuara dengan agak keras. "Kak, bangun. Sarapannya sudah siap."
Tapi tetap tidak ada jawaban. Bahkan hingga ia mengetuk sekali lagi dan memanggil dengan suara yang lebih kuat. Lalu karena Yoongi tiba-tiba merasa cemas, jadi dia mencoba membuka pintu itu meskipun biasanya terkunci. Tapi kali ini tidak. Lempengan kayu itu langsung terdorong ke dalam saat Yoongi berusaha membukanya. "Kak..."
Sang kakak masih di sana, bahkan terbaring dalam posisi yang sama seperti yang terakhir kali ia lihat. Yoongi sudah merasa ada yang tidak beres saat ia masuk ke kamar ini dan melihat kakaknya tidur terlalu awal. Apalagi setelah menyadari wajah pucat sang kakak yang lebih jelas dari biasanya. Tapi ia hanya berpikir untuk membiarkan si sulung beristirahat dan menanyainya pagi ini. Tapi rasanya Yoongi pantas untuk khawatir sekarang.
"Kak Seokjin..." Yoongi memanggil lagi, kali ini dengan sedikit guncangan pada tubuh kakaknya. Tapi laki-laki itu tidak bereaksi sama sekali, total membuatnya panik bukan main. "Kak, bangun. Jangan bercanda, ini tidak lucu."
Meski sudah jelas jika ini bukan hal yang baik, Yoongi berusaha menenangkan diri sebelum dirinya juga dalam keadaan yang sama. Tapi nyatanya itu pun tidak banyak membantu. "Kak, bangun. Kumohon..."
Entah beruntung atau apa, Seokjin benar-benar membuka mata setelahnya. Yoongi sempat menghela nafas lega, tapi kemudian kembali tersudut saat sang kakak membuat gerakan tiba-tiba lalu mendorong tubuhnya hingga membentur dinding dengan keras. Dia bahkan tidak sempat melakukan apapun saat kemudian Seokjin menahan pergerakannya dengan mencengkeram kuat lehernya.
"K-kak..." Yoongi bersuara, mencoba mengais udara karena demi apapun cengkeraman di lehernya sangat kuat. Tapi Seokjin tidak bereaksi, malah memperkuat cengkeramannya hingga membuat Yoongi merasakan sakit dan panas di sana. Wajahnya sudah memerah karena sakit dan kurangnya oksigen yang bisa dipasok ke paru-paru.
Perlawanan yang ia lakukan kian melemah hingga akhirnya tak ada lagi tenaga yang tersisa untuk memberontak. Jemari yang sedari tadi menggapai tangan sang kakak untuk mencoba melepaskan cengkeraman itu kini terkulai di sisi tubuh. Jarak pandangnya menyempit, semakin buram, dan rasanya ia akan segera kehilangan kesadaran saat suara familiar terdengar di telinga.
"Lepaskan!"
Lalu tubuh Yoongi tersungkur ke lantai dingin sebelum Jungkook—yang barusan menyentak kuat tangan Seokjin—berhasil menahannya. "Berhenti melakukan ini, sialan!" anak itu berteriak marah kepada laki-laki di hadapannya, lebih tepatnya sosok yang mengendalikannya. Lalu tiba-tiba Seokjin tertawa kecil dan sedetik kemudian jatuh tak sadarkan diri.
"Permainan yang menyenangkan."
Jungkook tak menanggapi. Dia langsung memeriksa keadaan si sulung lalu beralih kepada Yoongi setelah memastikan tak ada hal darurat yang harus ia lakukan. Entah siapa yang harus lebih ia cemaskan karena Seokjin sedang dalam keadaan yang tidak baik dan Yoongi juga demikian. Apalagi saat ia menyadari nafas pendek kakak keduanya kian melemah dari detik ke detik.
Berusaha menghalau paniknya, Jungkook meraih ponsel dengan tangan gemetar hebat lalu menelepon nomor yang terakhir dihubunginya. Beruntung dia langsung mendapat jawaban di detik pertama. "Halo. Tolong aku. Kumohon..."
"Jungkookie? Ada apa? Kau di mana?"
Jungkook bahkan tidak sempat berpikir suara siapa yang menjawabnya di ujung telepon. Ia langsung meminta orang itu untuk datang ke rumahnya segera lalu telepon terputus sepihak. Lawan bicaranya yang mematikan telepon dan Jungkook tidak memiliki waktu untuk melakukan sesuatu.
"Kak, jangan seperti ini."
Dia benar-benar kebingungan. Kedua kakaknya sama-sama dalam keadaan yang tidak baik. Jungkook tidak tahu harus membantu siapa terlebih dahulu. Dalam kebingungan dan kepanikannya, samar-samar ia mendengar suara bel rumah. Dia sempat berpikir jika mungkin itu adalah orang yang diteleponnya barusan. Jadi dengan tergesa ia berdiri lalu berlari turun untuk membuka pintu
Tapi ternyata bukan. Maksudnya tidak mungkin. Jungkook terpaku setelah membuka pintu dan menemukan Jihyun di sana. Dia tidak mungkin menghubungi Jihyun, kan? Nomor teleponnya saja tidak tahu. Sementara Jihyun juga hanya diam di sana, meneliti penampilan Jungkook yang lebih berantakan dari yang ia lihat biasanya.
"Sedang apa kau?" Jihyun melupakan niat awalnya untuk mengundang Jungkook dan kedua kakaknya makan siang bersama atas perintah ibu Jimin. Dia penasaran karena masih menangkap pias panik dan takut di mata lawan bicaranya. Sepertinya anak itu juga akan segera menangis. Pasti ada yang terjadi, pikirnya.
"A-aku..."
"Cepat katakan saja! Apa yang terjadi?" desak Jihyun. Kasihan juga melihat Jungkook dalam keadaan seperti ini. Tapi anehnya dulu ia tidak merasakan apapun saat mengukir luka di tubuh anak ini.
"Kakakku... Tolong..." akhirnya pecah juga tangis yang sedari tadi ia tahan. Jungkook mengumpulkan keberanian untuk meraih tangan Jihyun lalu menariknya masuk. Laki-laki itu juga tidak menolak seperti yang sempat ia pikirkan. Diam-diam Jungkook bersyukur karena artinya Jihyun tidak sejahat yang dipikirkannya.
Begitu tiba di depan kamar Seokjin, Jihyun tidak bisa menahan rasa terkejutnya. Bagaimana tidak? Kedua kakak beradik itu terkapar di lantai dan jelas-jelas ia melihat bercak darah di tubuh si sulung. Jihyun langsung menyambar ponsel untuk menghubungi seseorang sembari mengikuti Jungkook masuk ke dalam ruangan. "... Datang ke alamat ini sekarang. Kuberi waktu lima menit." ujarnya sebelum kemudian mematikan telepon secara sepihak.
"Hei, bawa mereka ke bawah. Kita ke rumah sakit sekarang." kali ini Jihyun berbicara dengan Jungkook sembari mengangkat tubuh Seokjin dan membawanya keluar. Jungkook tidak memiliki pilihan lain kecuali menurut dan mencoba membawa tubuh Yoongi mengikuti Jihyun. Saat mereka tiba di teras, sudah ada sebuah mobil yang terparkir di depan rumah.
"Apa yang kau lakukan... dengan anak itu?" laki-laki yang menunggu di dekat mobil langsung bertanya setelah melihat Jihyun datang dengan Jungkook.
"Akan kujelaskan nanti. Kita ke rumah sakit sekarang."
Laki-laki itu tidak menyahut lagi, tapi langsung menatap Jungkook dengan sinis hingga anak itu merasa terintimidasi. Jihyun mengetahui itu, tapi tidak bereaksi banyak dan lebih fokus untuk memasukkan Seokjin dan Yoongi ke dalam mobil.
"Hei, apa yang kau lakukan di sana? Cepat masuk!" Jihyun berteriak kepada Jungkook yang masih diam sebelum kemudian dirinya masuk ke dalam mobil. Mengabaikan jantungnya yang berdebar kencang karena panik dan takut, Jungkook menuruti perintah Jihyun dan mobil yang mereka tumpangi meluncur cepat di jalan raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why I Can See You [END]
Fiksi Penggemar[방탄소년단 : 전정국] Jungkook tidak pernah berpikir jika dirinya akan terus melihat presensi aneh di sekitarnya. Ia hanya bingung, tak tahu harus bereaksi seperti apa ketika wujud wujud mengerikan itu tiba-tiba muncul di depan matanya. Mungkin dia berpikir...