CHAPTER 2 : Bagian 13

658 82 8
                                    

Semuanya berubah tepat setelah pintu tertutup kembali. Ringisan samar terlihat di wajah pucat Yoongi meskipun tak ada erangan atau rintihan yang terdengar. Namjoon yang pertama menyadari itu. Tapi sebelum dia sempat mengatakan sesuatu, Yoongi juga menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan.

"Biarkan seperti ini. Jangan katakan apapun kepada Kak Seokjin. Dia terlihat sangat lelah." Yoongi berujar pelan, membuat tiga orang lainnya melewatkan serentetan kalimat yang baru saja tersuarakan itu.

Namjoon terdiam sejenak, tapi akhirnya mengangguk. Dia memang harus mengakui jika Seokjin terlihat sangat lelah meskipun dirinya tak tahu apa yang laki-laki itu lakukan. Jadi dari pada membuat masalah dengan mengadukan perihal yang baru saja ia lihat, Namjoon merasa akan lebih baik jika dirinya diam dan pura-pura buta.

"Kalian benar-benar tidak ingin pergi saja? Tidak mungkin ada rapat dadakan, aku tidak akan tertipu semudah itu." kali ini Yoongi bersuara sedikit lebih keras, sengaja menarik perhatian mereka semua.

Tepat seperti dugaannya, tiga orang yang masih fokus pada pintu yang sudah tertutup langsung menoleh ketika ia bersuara. Dan entah karena dia memiliki kemampuan peramal atau apa, kalimat Jimin yang intinya "Kau kan memang selalu mencurigai kami, kak." sama seperti yang ia pikirkan.

Yoongi mendenguskan tawa kecil lantas mengalihkan tatapan. "Tidak, maksudku bukan begitu. Hanya saja ada yang mencari kalian dan dia menghubungiku." ujar Yoongi sembari memperlihatkan kotak pesan di ponselnya.

Taehyung yang sudah siap menyangkal langsung bungkam, begitupun dengan tiga orang lainnya. Jadi, memang benar mereka kabur dari sekolah. Bukan kabur juga sih. Lebih tepatnya meminta izin kepada orang yang benar. Mereka pergi setelah memohon kepada Jung Dawon, guru bahasa yang kebetulan adalah kakak Hoseok. Dan semuanya menjadi berakhir seperti ini.

"Kami sudah meminta izin, sungguh." ujar Jimin, mencoba mencari kalimat pembelaan agar dirinya tak terlihat buruk di mata kakak kelas kesayangannya. Iya, Jimin memang lebih lengket dengan Yoongi dari pada Jungkook yang notabenenya teman sekelas. Padahal dengan Jungkook saja sudah lengket, apalagi kepada Yoongi.

"Kalian memaksa Kak Dawon lagi?" Yoongi memang sudah hafal bagaimana kelakuan mereka. Jika bisa keluar dari sekolah di jam belajar, pasti itu yang mereka lakukan.

"Tidak memaksa, kok. Dia memberi izin setelah kami berkata ingin menjenguk kalian." Hoseok ikut mencoba meyakinkan. Entah atas alasan apa mereka terkesan takut sekali jika Yoongi marah karena mereka membolos sekolah. Meskipun dari ekspresi wajahnya sekarang Yoongi tidak mungkin marah, sih.

"Jangan lakukan itu lain kali. Aku malah ingin pergi ke sekolah di saat seperti ini." setelah mengatakan itu, Yoongi langsung mengalihkan pandangan.

Mereka terdiam, merasa bersalah juga karena tanpa sengaja membuat Yoongi sedih. Selama ini Yoongi hanya akan menasihati mereka untuk tidak membolos, sama sekali tidak menyinggung perihal dirinya. Karena Sekarang tiba-tiba dia mengatakan itu, mereka bingung harus merespon dengan kalimat seperti apa.

"Kalau begitu kau harus segera sembuh, kak. Setelah itu kau bisa bebas kemanapun dan tidak akan ada yang melarang."

Kalimat itu bagai magnet hingga mampu membuat pandangan Yoongi yang sebelumnya jatuh di tempat terjauh yang dapat dicapai langsung beralih kepada si pembicara. Sudut bibirnya sedikit terangkat, diam-diam mengakui bahwa Namjoon sangat pandai memanfaatkan kalimat yang ia dengar untuk dijadikan balasan yang mematikan.

"Tentu, aku akan segera sembuh."

Rasanya Yoongi seperti membohongi semua orang, termasuk dirinya sendiri. Itu bukan pernyataan, melainkan keinginan yang ia klaim sebagai sebuah tekad. Meskipun begitu Yoongi tahu jika tak selamanya kehidupan ini berjalan mengikuti tekad. Dia tidak ingin berharap banyak meskipun sangat menginginkannya. Biar waktu saja yang menjawab.

Selama ini dia berjuang, tapi entah untuk siapa. Seokjin, kakaknya? Atau Jungkook, adiknya? Yang jelas itu bukan untuk dirinya. Jika boleh jujur, Yoongi sudah lelah menghadapi semua ini. Merasakan sakit itu setiap saat jelas bukan hal yang menyenangkan. Menyusahkan orang lain juga bukan hal yang ia harapkan. Jika ia yakin tidak akan membuat kakak dan adiknya sedih, maka sudah sejak dulu Yoongi menyerah. Hanya saja kenyataan bahwa dia masih memiliki dua permata indah di dunia membuat Yoongi enggan pergi begitu saja. Setidaknya ia ingin melihat mereka bahagia dengan dunia masing-masing terlebih dahulu.

Teman-temannya juga. Yoongi bukan anak yang mudah berinteraksi dengan orang lain. Jelas dia hanya seorang laki-laki dengan sikap dingin yang sulit didekati, cenderung tertutup, dan irit bicara. Tak banyak orang yang bisa berteman akrab dengannya. Yoongi juga tidak ingin merepotkan lebih banyak orang lagi. Berteman dengan banyak orang hanya akan menambah nama-nama orang yang akan kesusahan karena dirinya. Yoongi sama sekali tidak menginginkan itu.

Padahal jelas dengan wajah tampan dan senyum manis ditambah sikap dingin yang elegan sudah cukup untuk menarik perhatian semua orang, apalagi setelah mengetahui bahwa dia memiliki otak cerdas yang tak perlu diragukan kebenarannya. Semua orang pasti pernah setidaknya sekali ingin berteman dengan Yoongi, tapi menyerah setelah melihat betapa sulit laki-laki itu didekati. Yah, setidaknya memang begitulah yang terjadi selama ini.

Berbeda dengan Jungkook yang cenderung mendapat banyak dukungan dan cinta semua orang secara langsung, Yoongi mendapatkan semuanya perlahan dan tak pernah terang-terangan. Memang ada yang pernah mendekatinya, menolong, dan membantu dalam diam. Mereka hanya akan benar-benar datang jika yakin bahwa Yoongi memang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang ingin bersikap terlalu dekat karena tahu jika Yoongi tidak nyaman dalam situasi semacam itu.

Pernah sekali ada seorang siswi senior yang menolongnya karena jantungnya berulah saat dirinya tak membawa obat. Yoongi saat itu masih di tahun pertama sekolah menengah atas dan memang tidak ada yang berteman akrab dengannya. Yoongi yang selalu membatasi diri dengan orang lain tidak memiliki seseorang yang bisa membantunya kapanpun. Dia mungkin akan berakhir di rumah sakit atau bahkan benar-benar berakhir jika terlambat ditangani. Yoongi sangat merasa berhutang kepada perempuan yang menolongnya. Tapi meskipun begitu Yoongi tetaplah Yoongi. Mereka memang sering saling sapa, tapi tidak pernah bisa akrab.

Semuanya berlalu dengan perlahan. Hingga saat ini pun Yoongi hanya bisa akrab dengan keempat orang itu. Selain karena mereka adalah teman-teman Jungkook, dulu Hoseok dan Namjoon sering menemaninya. Memang awalnya agak canggung, tapi lama kelamaan semuanya menjadi terasa normal.

"Kalau begitu belikan aku makanan di luar." Yoongi kembali bersuara setelah sekian detik terdiam.

"Saat makanannya sampai, kau tidak makan sama sekali. Kau hanya perlu mengatakan 'pergilah membeli makanan. Aku khawatir kalian sakit karena terlambat makan' dan kami akan menurut. Aku benar-benar bosan menunggu kau perhatian secara terang-terangan, kak." komentar Jimin. Sudah biasa, Yoongi memang selalu begitu. Mereka sudah sangat hafal.

"Sudah, pergi sana!"

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang