CHAPTER 4 : Bagian 7

502 69 0
                                    

Semuanya kacau. Jungkook juga kacau. Semuanya semakin kacau saat ia melihat kakak sulungnya dibawa ke ruang operasi sesaat setelah dimasukkan ke ruang ICU. Seokjung di sana, dia yang menangani kakaknya secara langsung. Bahkan sempat memberikan beberapa kalimat penenang kepadanya. Sementara Yoongi masih belum diketahui keadaannya. Dokter yang memeriksa belum keluar sejak mereka tiba di sana.

Ngomong-ngomong ternyata tadi Jungkook menelepon Hoseok. Laki-laki itu benar-benar datang dan langsung panik saat tidak menemukan siapapun di dalam rumah. Terlebih karena pintu utama terbuka lebar meski penghuninya entah di mana. Hoseok menelepon lagi saat Jungkook dalam perjalanan ke rumah sakit. Jadi setelah mendengar semuanya, dia berkata akan menyusul Jungkook ke rumah sakit secepat yang ia bisa.

Sementara Jihyun dan temannya juga masih di sana. Memandang Jungkook yang terduduk mengenaskan di lantai dingin rumah sakit tanpa ada niat untuk menenangkan. Mereka tidak kasihan sama sekali. Jihyun mau membantu Jungkook juga karena tidak ingin meninggalkan seseorang yang mungkin tidak akan selamat jika tidak segera ditolong. Jihyun manusia, tidak seperti ucapan Jihoon bahwa dia setan. Setidaknya masih ada rasa peduli saat ia melihat betapa kacau situasi saat itu. Bukan berarti dia peduli pada Jungkook. Itu tidak mungkin.

"Aku masih penasaran kenapa kau membantunya."

Jihyun menoleh ke arah temannya yang barusan bersuara. Kemudian ia kembali memandang Jungkook yang semakin kacau penampilannya, sama seperti yang dilakukan laki-laki di sampingnya. "Tidak ada alasan khusus kurasa."

Setelah itu Jihyun melangkah, mendekati Jungkook dan berhenti tepat di depannya. Anak itu langsung mendongak, membuat ia dengan mudah melihat wajah sembab dan mata berairnya. Jungkook bahkan tidak bereskpresi saat dulu ia menghancurkan tubuhnya, tapi sekarang dia benar-benar hancur.

"Bangun!" titah Jihyun dengan tatapan mengintimidasi kepada Jungkook yang masih memandangnya. Anak itu terdiam sejenak sebelum kemudian benar-benar berdiri meski dengan susah payah. "Dengar, Jungkookie. Aku berbaik hati kepadamu saat ini. Jangan berpikir hal ini akan terulang lain kali." ujarnya.

Jungkook tak bereaksi, seolah dia memang sudah mengetahui itu meskipun tidak diberi tahu. Jihyun tersenyum sinis kemudian menepuk pipi Jungkook dengan sedikit keras hingga anak itu meringis kecil. "Kau ha..."

Ucapan itu terhenti karena tubuh di hadapannya terhuyung dan ambruk begitu saja, tapi dia malah refleks menangkapnya. Entah apa yang akan ia lakukan setelah itu karena atensinya tersita saat ia mendengar nama Jungkook dipanggil sedetik kemudian.

Seorang laki-laki yang ia kenal sebagai kakak kelasnya langsung mengambil alih tubuh Jungkook seraya memberi tatapan maut kepadanya. Jihyun tahu jika ia akan mendapat setidaknya kalimat makian, tapi laki-laki itu memilih untuk fokus kepada Jungkook terlebih dahulu. Meskipun begitu yang ia lakukan sia-sia karena anak itu sudah memejam entah sejak kapan.

"Apa yang kalian lakukan?" akhirnya laki-laki itu, Hoseok, bersuara kepada mereka setelah tahu jika Jungkook tidak akan mampu merespon panggilannya. Dia bukannya tidak tahu jika Jihyun adalah anak berandal di sekolah. Bukan Jungkook sekali jika berurusan dengan mereka.

"Tenang, bung. Kami yang membantunya. Setidaknya ucapkan terima kasih karena kami datang lebih cepat darimu dan membawa kakaknya kemari." bukan Jihyun, tapi temannya yang membalas.

Hoseok tidak membalas. Rasanya antara percaya atau tidak pada ucapan mereka. Tapi dia tidak bisa menyimpulkan sebelum Jungkook sendiri yang menjelaskan semuanya. Yang terpenting sekarang memastikan apakah anak ini baik-baik saja atau tidak. Maka dengan segala kekhawatirannya, Hoseok mengangkat tubuh Jungkook lalu melewati mereka berdua begitu saja.

Sementara Jihyun hanya mendenguskan tawa kecil. Dia memandang kepergian Hoseok tanpa minat sebelum perhatiannya teralih pada dering telepon di sakunya. Dia segera mengambil benda pipih itu dan menemukan nama Jimin menari-nari di layar. "Dia menelepon di saat yang tepat." gumamnya.

"Halo, Jim." Jihyun mendudukkan diri di kursi tunggu sembari berbicara dengan Jimin di ujung telepon. Bibir tipis itu mengukir senyum kecil, merespon berbagai ide gila yang tiba-tiba muncul di otaknya.

"Kurasa mereka tidak bisa. Aku sedang di rumah sakit, kedua kakak Jungkook dalam keadaan tidak sadar saat aku datang. Barusan Jungkook juga." Jihyun dapat mendengar pekikan kaget dari Jimin setelah rentetan kalimat itu tersuarakan. Kemudian sepupunya itu mendesak untuk memberikan alamat rumah sakit dan telepon terputus begitu saja.

Ini pasti akan besar dan menyenangkan.

***

Jimin langsung berlari masuk ke area rumah sakit begitu mobil yang ditumpanginya terparkir di sana. Taehyung yang ditinggal langsung berteriak meskipun Jimin sama sekali tidak mendengar. Akhirnya dia hanya bisa menghela nafas lalu menyusul Jimin secepat yang ia bisa.

Ia berhenti di meja resepsionis, menunggu Jimin menanyakan dimana Jungkook dirawat. Setelah itu mereka langsung pergi ke tempat yang disebutkan setelah mengucap terima kasih.

"Jimin, Taehyung?!"

Keduanya berhenti melangkah lalu sama-sama terkejut saat melihat Namjoon di sana, dengan seorang perempuan yang duduk di kursi roda. "Lho? Kak Namjoon? Sedang apa di sini?" tanya Jimin bingung. Terlebih karena Namjoon bersama dengan perempuan.

"Menjaga adikku."

Jimin dan Taehyung saling berpandangan, lalu mengalihkan atensi kepada perempuan yang baru saja diklaim sebagai adik oleh Namjoon. Sejak kapan? Mereka tidak tahu jika Namjoon memiliki adik. Seolah tahu kebingungan keduanya Namjoon langsung berkata, "Geongmin, mereka adik kelasku." dan meminta adiknya untuk menyapa mereka.

"Dia seumuran dengan Jungkook."

Ucapan Namjoon itu berhasil membuat Jimin dan Taehyung tersadar pada niat awal mereka. "Ah benar, Jungkook. Kami harus pergi."

"Hei, kalian belum menjawab pertanyaanku." Namjoon mencegah sebelum mereka benar-benar pergi. Raut panik mereka sebelum teralihkan kepada Geongmin sungguh menarik rasa penasarannya.

"Kak Seokjin dan Kak Yoongi sakit. Jungkook juga."

"Apa?" Namjoon menyahut tak percaya. Mana mungkin mereka bertiga sakit di saat bersamaan, pikirnya. Terlebih kenapa... Ini tiba-tiba sekali.

"Kami harus cepat, kak."

"Kalau begitu aku ikut." sahut Namjoon cepat. Ia memandang sang adik dan berkata, "Kakak akan mengantarmu ke kamar. Beristirahat selama kakak pergi, oke?"

"Aku tidak boleh ikut?"

"Kau harus beristirahat, Kim Geongmin."

Lantas perempuan itu tidak menyahut lagi. Dia hanya mengerucutkan bibir dengan kesal dan membiarkan sang kakak mengantarnya ke kamar lalu pergi bersama Jimin dan Taehyung.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Namjoon sembari mempercepat langkah untuk mengikuti dua orang yang lebih muda.

"Tidak tahu. Tadi Jihyun yang memberitahuku." sahut Jimin.

"Jihyun siapa?"

"Sepupuku."

Tidak ada yang berpikir ada seseorang yang menemani Jungkook. Tapi saat Jimin mendorong pintu hingga terbuka, Hoseok langsung menoleh dan bersitatap dengan mereka. Dia sama terkejutnya saat menyadari banyak yang datang.

"Kau di sini juga?" tanya Namjoon.

Hoseok mengangguk lantas memandang mereka dengan bingung. "Kalian tahu dari mana..." ucapan Hoseok terhenti saat mengingat Jihyun yang menghilang setelah ia meninggalkannya. Jangan bilang laki-laki itu yang mengatakan ini kepada mereka semua.

"Kau tahu sesuatu, kak?" tanya Jimin.

"Tidak. Hanya Jungkook yang tahu. Tapi sepertinya dia tidak akan bangun dalam waktu dekat. Biarkan dia beristirahat dulu." ucapnya yang langsung diangguki ketiga orang itu. "Kalau begitu jaga Jungkook sebentar. Aku akan memeriksa Kak Yoongi."

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang