"Kookie, ayo bangun. Katanya mau masuk sekolah."
Merasa terganggu, si bungsu menggeliat pelan lalu membuka matanya. Sosok kakak keduanya langsung terlihat di sisi tempat tidur, sedang tersenyum gemas. Seolah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, si bungsu langsung menggulingkan tubuhnya lalu turun dari tempat tidur.
"Selamat pagi, Kak Yoongi. Kookie akan mengamankan pipi Kookie dulu." katanya sembari memegang kedua pipinya kemudian berlari masuk ke kamar mandi. Kekehan kecil keluar dari laki-laki yang lebih tua, tak habis pikir mengapa adiknya bisa menjadi menggemaskan seperti itu.
Menunggu sang adik selesai dengan acara mandinya, Yoongi duduk di atas tempat tidur sembari memperhatikan ruangan yang ditempati adiknya ini. Sebenarnya jika dipikir-pikir ruangan ini terlalu luas untuk anak itu. Lagi pula Jungkook pernah mengatakan jika dia tidak menyukai ruangan yang terlalu luas. Alasan kenapa dia menerima ruangan ini sebagai kamarnya adalah karena semua ruangan di rumah ini memang sama luas. Artinya tidak ada ruangan yang lebih kecil dari ini. Kakak sulungnya memang tidak melihat-lihat terlebih dahulu sebelum membeli rumah. Mentang-mentang dia sudah sangat diandalkan di rumah sakit tempatnya bekerja.
"Kak Yoongi, Kookie lupa membawa handuk."
Menoleh dan mendapati pintu kamar mandi masih tertutup, Yoongi tersenyum mendengar suara cempreng adiknya saat berteriak. Dia lantas bangun dan mengambilkan handuk dari lemari. Diketuknya pintu kamar mandi itu sembari berkata, "Ini handuknya, cepat buka pintu."
Pintu yang tertutup itu terbuka sedikit dan wajah manis di bungsu melongok dari dalam. Sepertinya Yoongi memang harus membiasakan diri untuk tidak terserang ketika melihat wajah menggemaskan itu.
"Mana handuknya, kak?" Jungkook berseru kesal karena Yoongi malah diam.
Segera tersadar dari pikirannya sendiri, Yoongi buru-buru menyerahkan handuk yang dipegangnya. Setelah itu si bungsu langsung menutup pintu setelah mengambil handuknya. Beberapa saat kemudian dia keluar dan segera memakai seragam yang sudah disiapkan oleh Seokjin semalam. Yoongi hanya memperhatikan apa yang dilakukan adiknya dalam diam.
"Kemana sisirku pergi?" gumam Jungkook ketika tak menemukan benda yang dicarinya itu padahal sudah mengobrak-abrik tempat yang biasa digunakan untuk menyimpannya.
"Kookie mencari apa?" tanya Yoongi menyadari kebingungan si bungsu.
"Sisirku."
Yoongi berjalan mendekati si bungsu. "Kookie biasanya meletakkan sisirnya di mana?" tanyanya.
"Biasanya ada di sini. Kookie tidak pernah memindahkannya." jawab si bungsu sembari menunjuk laci meja. Pipinya menggembung, kesal karena barang yang dicarinya mendadak menghilang.
Yoongi menoleh, mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan. Detik berikutnya dia terfokus pada benda yang sedari tadi menjadi biang masalah ternyata ada di rak buku yang cukup tinggi. Yoongi langsung ke sana dan mengambil benda itu lalu menyerahkannya kepada Jungkook.
"Kookie lupa meletakkannya, ya?" tanya Yoongi setelah di bungsu menerimanya.
"Mana mungkin. Kookie selalu meletakkannya di laci. Lagi pula Kookie tidak bisa meletakkan sisirnya di tempat tinggi seperti itu. Sudah tahu Kookie pendek." suara si bungsu memelan di akhir, seolah dia tidak ingin mengakui kalimat terakhir yang diucapkannya.
Lagi-lagi Yoongi terkekeh gemas. Dia langsung mengangkat tubuh adiknya lalu mendudukkannya di tepi tempat tidur. Sisir yang ada di tangan sang adik kembali diambilnya. "Kookie nanti akan tumbuh besar, kok. Sekarang kakak yang menyisir rambut Kookie, ya." ucapnya lalu tanpa menunggu persetujuan sang adik langsung menyisir surai lembutnya yang masih sedikit basah.
"Kakak, Shiro kemana?" tanya Jungkook sembari sedikit mendongakkan kepalanya untuk menatap sang kakak.
"Mungkin sedang meminta makan kepada Kak Seokjin." jawab Yoongi asal. Dia menatap sang adik yang nampak semakin menggemaskan dengan rambutnya yang baru saja dirapikan. Yoongi tersenyum puas. Sempurna.
"Ayo ke bawah. Sarapan lalu berangkat ke sekolah." setelah meletakkan sisir ke laci dan mengambil tas adiknya, Yoongi langsung mengangkat tubuh sang adik lalu menggendongnya untuk turun dan melakukan apa yang baru saja dikatakannya.
"Kak Yoongi, apa Kookie tidak berat? Kookie kan sudah besar." tanya si bungsu dengan polos, mengundang senyum dari kakaknya.
"Tidak berat sama sekali."
"Tapi kata Kak Tata berat."
Taehyung kan memang selalu lebay. Dalam hati Yoongi ingin sekali mengatakan itu. Tapi dia tahu jika adiknya tidak suka jika Yoongi mengatai orang lain. Jadi ya sudahlah, tahan saja dari pada si bungsu mengomel. Kecerewetannya itu tidak berbeda jauh dengan Seokjin.
"Itu artinya kakak lebih kuat dari pada Tata." kata Yoongi membalas ucapan Jungkook sebelumnya.
"Padahal kakak lebih kurus. Jangan mencoba membohongi Kookie."
Untung kau adikku, Kookie.
"Kookie, kau benar-benar ingin masuk sekolah?" pertanyaan dari Seokjin menginterupsi percakapan dua kakak beradik itu. Yoongi langsung menurunkan Jungkook kemudian duduk di meja makan. Sementara si bungsu malah berlari ke depan bar dapur karena melihat kucing manisnya di sana.
"Kookie sudah tidak sakit, jadi Kookie tidak mau membolos." sembari mengelus kucingnya, Jungkook menjawab demikian.
"Benar?"
Si bungsu mengangguk antusias. Sukses membuat kedua kakaknya tersenyum gemas.
"Coba kakak periksa dulu."
Jungkook langsung masuk ke dalam dapur dan berdiri di depan kakak sulungnya. Seokjin merendahkan tubuhnya, menyejajarkan tingginya dengan sang adik. Tangannya menyentuh dahi Jungkook, memastikan jika adiknya itu sudah tidak demam.
Tersenyum kecil, Seokjin mengangkat tubuh adiknya lalu mengecup pipinya dengan sayang. "Kookie jangan sakit lagi, ya. Kakak sedih melihat Kookie sakit." kata Seokjin yang dibalas anggukan oleh sang adik.
"Yoongi, nanti berangkat dengan kakak saja. Sekalian mengantar Kookie juga." kali ini Seokjin menoleh ke arah adiknya yang duduk di meja makan, membuat si bungsu ikut menoleh. Yoongi hanya mengalihkan pandangannya sekilas lalu mengangkat ibu jarinya dan kembali sibuk dengan ponsel.
"Kakak, dia siapa?"
Seokjin menoleh, memandang si bungsu yang tiba-tiba bertanya. Matanya masih melihat ke meja makan, tempat Yoongi menyibukkan diri dengan ponselnya. Seokjin berpikir, apa adiknya itu sedang bertanya Yoongi siapa?
"Itu kan Kak Yoongi. Memang siapa lagi?" jawab Seokjin sembari tersenyum.
"Bukan Kak Yoongi." Jungkook menoleh, memandang Seokjin sebelum kemudian mengarahkan pandangannya ke objek awal. Tangannya terangkat, menunjuk tempat di sebelah Yoongi. "Anak itu. Dia siapa?"
Seokjin menahan nafas. Mendadak bulu kuduknya meremang hebat. Di lihat dari mana pun adiknya itu hanya menunjuk udara kosong. Seokjin tidak ingin berpikiran aneh. Dia ingin menyangkal ucapan sang adik. Tapi ingatannya tentang Jungkook yang memberontak ketakutan mulai berputar di ingatannya.
Apa mungkin...?!
"Kakak tidak tahu. Dia berdiri di depan sendirian, jadi kakak mengajaknya masuk. Katanya dia akan pulang sebentar lagi." bahkan suara Seokjin bergetar ketika mengatakan kebohongan itu.
"Boleh Kookie berbicara dengannya?"
"Jangan, Kookie. Dia... Tidak suka berbicara dengan orang asing. Jangan bersikap seolah dia ada di sana, ya."
Terlihat bingung, tapi adik lugunya itu akhirnya mengangguk paham. Seokjin menurunkan adik bungsunya lalu mulai meletakkan nasi goreng kimchi buatannya ke tiga buah piring dan membawanya ke meja makan. Setelah Jungkook duduk di kursi depan Yoongi, si sulung duduk di kursi sebelahnya. Diam-diam Seokjin melirik kursi kosong di sebelah Yoongi. Bertanya-tanya apa yang baru saja dilihat adiknya. Dan juga berharap semoga tidak ada hal buruk yang akan terjadi selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why I Can See You [END]
Fanfic[방탄소년단 : 전정국] Jungkook tidak pernah berpikir jika dirinya akan terus melihat presensi aneh di sekitarnya. Ia hanya bingung, tak tahu harus bereaksi seperti apa ketika wujud wujud mengerikan itu tiba-tiba muncul di depan matanya. Mungkin dia berpikir...