CHAPTER 3 : Bagian 8

576 77 6
                                    

Seharian penuh dengan kekhawatiran itu tidak menyenangkan. Buktinya Yoongi tidak menunggu lama untuk beranjak pulang tepat setelah bel sekolah berbunyi. Dia bahkan melupakan perkataan seorang teman sekelasnya yang menyatakan bahwa kelas mereka akan mengikuti seminar untuk kegiatan menjelang ujian kelulusan. Bahkan ketika seseorang mengingatkannya, Yoongi hanya membalas singkat lalu mempercepat langkahnya.

Semua itu tidak penting baginya. Sudah dapat ditebak jika yang akan dibahas hanya kelas tambahan yang pasti tidak akan ia ambil. Untuk apa? Keberadaan Seokjin dan kecerdasan otaknya sudah cukup. Sekarang yang ia pikirkan adalah keadaan sang adik yang tinggal sendirian di rumah. Berbagai pikiran tidak mengenakkan terus muncul di pikirannya. Bagaimana jika Jungkook sakit, apa dia diganggu lagi, atau apa yang akan adiknya itu lakukan saat tidak akan siapapun padahal sedang membutuhkan bantuan semakin membuatnya cemas. Yoongi harus pulang secepatnya sebelum gila karena terlalu memikirkan sang adik.

Yoongi tidak menunggu Seokjin seperti biasa, dia bahkan tidak menaiki bus seperti alternatifnya ketika tidak dijemput. Dia lebih memilih untuk menghabiskan uang yang dibawa dengan memesan taksi agar cepat sampai di rumah. Dan sepertinya takdir memang sedang berbaik hati kepadanya. Jalanan yang biasa macet kini cukup lancar sehingga Yoongi bisa mendesak si sopir untuk bergegas.

Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, Yoongi langsung berbalik tanpa menunggu si sopir memberikan kembalian. Ada terlalu banyak pikiran buruk yang harus ia hilangkan segera. Setidaknya dengan melihat sang adik baik-baik saja, Yoongi bisa merasa lebih tenang.

"Kookie, kakak pulang." Yoongi tidak berteriak seperti kebiasaan Jungkook, tapi dia yakin jika sang adik pasti akan mendengar. Jungkook itu sensitif terhadap apapun, jadi dia pasti dengar. Meskipun tidak ada jawaban apapun, Yoongi sudah mempersiapkan alasan seperti mungkin anak itu sedang tidur atau bisa saja sedang mandi. Tapi pemandangan yang ia lihat setelah itu benar-benar menghancurkan segalanya.

"Astaga, Kookie!"

Dengan tergesa Yoongi berlari menghampiri sang adik yang berdiri diam di ujung tangga dengan ringisan kecil dan cengkeraman di perutnya. Si bungsu mendongak, langsung menyadari keberadaan kakaknya setelah suara khas itu terdengar.

"Apa yang terjadi? Ada apa ini?" jelas sekali nada panik di suaranya. Dia bergegas menuntun Jungkook untuk duduk meskipun sang adik terus menyerukan kalimat 'aku tidak apa-apa' agar Yoongi tidak khawatir.

"Kakak, aku baik-baik saja." Jungkook segera menahan tangan sang kakak yang hendak beranjak entah kemana. Dia tidak membual, memang benar jika itu bukan hal yang terlalu buruk. Sakit seperti itu sudah biasa, bukan hal yang harus dikhawatirkan.

Yoongi berhenti, tapi tetap memberi sorot khawatir yang jelas-jelas berlebihan bagi sang adik. "Jangan berbohong, Kookie. Katakan jika memang sakit." ujarnya.

"Kakak berlebihan. Ini tidak separah yang kakak pikirkan."

"Kau tidak tahu seberapa paniknya aku saat melihatmu terluka, kan?"

Belah bibir si bungsu yang hampir terbuka kembali membungkam. Bukan terkejut karena nada suara Yoongi terdengar seolah membentak, tapi karena untuk pertama kalinya dia menyebut Jungkook dengan 'kau' dan dirinya dengan 'aku' alih-alih 'kakak' seperti biasa. Sekarang Jungkook tahu jika kakaknya sedang dalam emosi yang buruk.

"Maaf."

Si bungsu memilih untuk mengalah dan melunak. Bagaimanapun Yoongi hanya khawatir. Jungkook merasa dirinya terlalu kurang ajar karena menggunakan nada keras kepada sang kakak ketika berbicara. Meskipun secara tidak sadar, tapi dia tahu jika kakaknya pasti merasa tidak dihargai.

Sementara itu Yoongi malah termenung setelah mendengar ucapan sang adik. Rasanya dia terlalu keras. Entah apa yang terjadi pada dirinya, tapi rasa khawatir yang sedari tadi mengganggu berhasil membuat Yoongi kehilangan kontrol atas emosinya sendiri. "Maaf, kakak tidak bermaksud membentak Kookie."

Jungkook hanya menggeleng pelan, entah apa maksudnya. "Kakak, bantu Kookie ke kamar, ya." pintanya tanpa menatap sang kakak. Masih ada rasa takut karena sisi menyeramkan Yoongi kembali muncul.

Tak ada jawaban. Tapi meskipun begitu Yoongi membantu adiknya untuk berdiri lalu memapahnya untuk berjalan ke lantai atas. Sepertinya dia juga sadar jika sudah terlalu berlebihan. Tapi itu juga bukan kesalahan, kan?

"Kak Seokjin belum pulang?" Jungkook mencoba memecah keheningan selama perjalanan. Saling diam dengan kakaknya jelas bukan hal yang ingin ia lakukan. Itu sama sekali tidak menyenangkan.

Yoongi hanya meliriknya sekilas lalu kembali memperhatikan langkah. "Sepertinya Kak Seokjin akan lama, jadi kakak pulang sendiri." ujarnya jujur. Yah... Meskipun tidak mengungkapkan kekhawatirannya secara gamblang.

Dengan perlahan Yoongi membuka pintu kamar Jungkook dan membawa sang adik untuk masuk. Awalnya semua terasa normal. Tapi tidak setelah dia mendengar suara asing di sana. Kepalanya menoleh, mencari sumber suara meskipun tak berhasil menemukan apapun.

"Ada apa, kak?" tanya Jungkook karena sang kakak terlihat bingung.

"Ah, tidak. Rasanya kakak mendengar sesuatu."

Jungkook mengernyit meskipun kemudian menyadari jelas apa yang dimaksud sang kakak. "Kookie menemukan kucing. Mungkin itu sumber suaranya." ujar anak itu sembari menunjuk tempat di mana ia meletakan makhluk yang baru disebutnya.

"Kucing?!" Yoongi menoleh ke arah yang ditunjuk adiknya. Benar saja dua makhluk berbulu itu sedang meringkuk nyaman di sana. Tapi setelah itu ia mengernyit, merasa ada yang tidak benar. "Tadi Kookie keluar?" tanyanya seraya mengembalikan atensi kepada Jungkook.

Seolah baru menyadari sesuatu yang salah, Jungkook terdiam dengan mata sedikit melebar. Seharusnya dia tidak mengatakan itu kepada Yoongi sekarang. Benar, Jungkook membuat kesalahan. Tak ada hal lain yang bisa ia lakukan kecuali menunjukkan senyum bersalah lalu berkata, "Kasihan, kak. Kookie melihat mereka dari jendela. Ada yang mengganggu sampai terluka. Lagi pula..."

"Jadi Kookie keluar, kan?"

Matilah Jungkook. Padahal tidak biasanya Yoongi bersikap seperti ini. Dia hanya akan menasihati, tapi sekarang kakaknya itu terlalu overprotektif. Seperti bukan Kak Yoongi nya saja. Apa boleh jika Jungkook mengatakan bahwa dirinya tertekan karena hal ini?

"Jungkookie..."

Oke, Jungkook takut sekarang. Yoongi selalu terlihat menyeramkan jika sedang kesal atau marah. Meskipun Jungkook tidak merasa bersalah, tapi membiarkan suasana ini menguasai atmosfer lebih lama jelas bukan pilihan yang bagus. "A-aku tidak bisa membiarkan semuanya begitu saja. Jadi aku keluar untuk mengambil mereka." cicitnya.

"Kookie bilang ada yang mengganggu? Apa yang terjadi? Kookie tidak terluka lagi, kan?" Yoongi langsung mendapat gelengan singkat sebagai jawaban. Paling tidak itu sudah cukup untuk membuatnya sedikit lebih tenang.

Jangan bertanya. Yoongi juga tidak tahu kenapa dirinya secemas ini ketika memikirkan semuanya. Biasanya tidak ada perasaan semacam ini. Yoongi tahu jika ini terlalu berlebihan. Tapi entah kenapa dia merasa tidak bisa tenang sebelum benar-benar memastikan bahwa sang adik tidak terluka lebih dari sebelumnya.

Ini... bukan pertanda buruk, kan?

***

Dan akhirnya aku baru update. Maaf banget yang udah nungguin dan merasa aku bohongi. Hari Minggu kemarin aku lupa update dan pas aku cek di malam seninnya, ternyata aku baru ngetik sedikit banget. Maaf, aku nggak berkompeten. Tumpukan tugas sekolah juga caper banget sih.

Jadi aku update sekarang aja. Sekalian ngucapin Happy Birthday buat Jungkookie. Nggak nyangka banget dia benar-benar udah umur 23 tahun (di perhitungan internasional). Baby bunny nya Army udah tumbuh dewasa. Tapi kok nggak ada kabar ya dari yang ultah :'(

Terharu banget Bangtan sapu bersih di MTV dan No 1 di Billboard Hot 100. Ah, aku ngetik apa sih? Pokoknya selamat buat Army, Bangtan, dan Jungkookie. Kalian udah bekerja keras selama ini.

Aku berusaha buat update besok (karena emang jadwalnya). Semoga aja tugas lain nggak caper caper amat, jadi aku bisa nulis. Maaf buat keterlambatannya dan semoga aku bisa update sesuai jadwal buat selanjutnya

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang