CHAPTER 2 : Bagian 11

679 94 6
                                    

Jika kalian berpikir suasana di ruang rawat Jungkook dan Yoongi lebih menyenangkan karena mereka bisa bercanda, maka kalian salah besar. Sedari tadi Jungkook diam, mengabaikan setiap panggilan dari keempat orang yang lebih tua. Pandangannya terkadang terlihat kosong, tapi beberapa saat kemudian tajam menusuk.

Empat orang itu sudah saling memandang karena bingung. Ini seperti bukan Jungkook yang jelas-jelas biasanya terlihat ceria. Walaupun terkadang anak itu diam dan bersikap aneh, tapi tidak sampai seperti ini. Mereka benar-benar bingung harus melakukan apa untuk menarik perhatian Jungkook.

Memandangi anak itu yang terus mengubah ekspresinya menjadi begitu garang memang tidak menyenangkan. Wajah manis dengan senyum indah yang biasanya terlukis apik di sana bisa benar-benar berubah menjadi menyeramkan. Ini juga salah satu alasan mengapa Jimin dan Taehyung terkadang takut kepada Jungkook.

Kata aneh memang sudah tersemat permanen dalam diri Jungkook. Meskipun memang tidak ada yang memperlakukan dia dengan buruk karena wajah manis dan kecerdasan yang sangat bertolak belakang dengan tampang, tentu saja. Tapi sungguh ini pertama kalinya Anak itu mengabaikan mereka hingga berjam-jam lamanya. Ini bukan aneh namanya. Sudah sangat aneh lebih cocok untuk sikap itu.

Tunggu sebentar. Jangan protes setelah membaca kalimat itu. Kalian tidak salah membaca di chapter 2 bagian 1. Jungkook memang terkadang mendapat perlakuan buruk dari beberapa orang. Tapi tetap saja hanya dia yang tahu. Anak ini sangat pandai menyembunyikan semua itu. Sementara orang-orang yang mengganggunya tentu saja tidak ingin mendapat masalah dengan mempertontonkan aksinya di depan banyak orang. Selain karena itu perbuatan yang akan mendapatkan sanksi berat—karena bullying sangat dilarang di sekolahnya—Jungkook disayang banyak orang. Mencari masalah dengan anak itu, artinya harus siap dicerca banyak orang. Sudah jelas karena alasan itu Jimin dan tiga lainnya—bahkan Seokjin dan Yoongi—tidak mengetahui apapun. Jungkook lebih memilih untuk tidak menambah beban kedua kakaknya.

Tapi tetap saja bukan itu yang akan kita bahas kali ini.

"Jungkookie, ada banyak orang yang mencarimu di sekolah. Mereka mencemaskanmu, khawatir pada Kak Yoongi juga." Jimin bersuara. Entah kalimat ke berapa yang ia ucapkan untuk menarik perhatian Jungkook. Tapi anak itu tetap bergeming seolah tidak tertarik sama sekali pada rentetan kalimat itu.

Jimin dan Taehyung kembali berpandangan lalu menggeleng bersamaan. Sementara Hoseok dan Namjoon yang berdiri di belakang mereka hanya bisa menghela nafas. Mereka juga sudah kehabisan ide untuk membuat Jungkook merespon.

Jika begini keadaannya, mereka akan lebih senang apabila Jungkook mengganggu seperti biasa. Itu lebih baik, setidaknya karena anak ini tidak akan melakukan hal-hal yang terlalu menyebalkan. Tapi tetap saja karena suasana ini sudah berlangsung dalam beberapa jam terakhir, mereka mulai kehabisan ide.

"Jung..."

Taehyung menyenggol lengan Jimin, menyuruhnya diam karena dia melihat bibir Jungkook bergerak perlahan. Terlalu lambat hingga tak ada suara yang keluar dari sana. Laki-laki itu sedikit mendekat, berusaha menangkap satu persatu kata yang terucap.

"... Yoongi kak..."

Taehyung tersentak, kaget karena tubuh Jungkook limbung ke arahnya. Dengan sigap dia membantu menahan tubuh yang termuda, mencegahnya terjatuh. Tapi saat tersadar dan mencoba memeriksa, Taehyung harus kembali dikejutkan karena mata bulat itu memejam sempurna.

"Kak, panggil dokter!" Taehyung tak menunggu lama dan langsung berseru secepat yang ia bisa. Tatapan paniknya kembali pada laki-laki yang lebih muda. Menepuk pelan pipinya, mencoba membuatnya tersadar meskipun nihil.

Jimin yang tak kalah panik langsung berbalik, berniat untuk memanggil dokter. Tapi Namjoon yang berdiri tepat di belakangnya langsung menahan. Laki-laki berdimple itu menggeleng pelan lantas bergerak untuk menekan tombol di sisi ranjang. Jika Jimin bisa membaca pikiran, dia pasti akan mendengar Namjoon mengatainya bodoh karena terlalu panik.

"Ta, hentikan. Kau akan melukai Jungkook." Namjoon bersuara, mencegah Taehyung melancarkan aksi 'membangunkan Jungkook' di sana. Dan benar saja, laki-laki itu langsung berhenti melakukannya. Baiklah, mari kita nobatkan Namjoon sebagai dewa penghancur. Dia menghancurkan suasana panik yang ingin saya bangun.

"Kak, kenapa kau tenang sekali?" Jimin kesal karena demi apapun dia masih sangat panik.

"Sudah, Jim. Kita memang tidak boleh panik." Hoseok menarik lengan Jimin, mencegah laki-laki itu melakukan sesuatu dengan berlandaskan emosi. Bisa dimaklumi mengingat seberapa sayang Jimin kepada Jungkook. Jika tidak ada Yoongi, mereka yang lebih cocok menjadi saudara.

Jimin berdecak, merasa kesal karena tidak bisa melakukan apapun selain menunggu dokter datang. Atensinya beralih kepada Taehyung yang mencoba membenarkan posisi Jungkook. Kemudian jadilah dia membantu sahabatnya itu. Sementara Namjoon dan Hoseok hanya saling berpandangan lalu menggeleng bersamaan, entah apa maksudnya.

"A-akh..."

Keempatnya menoleh, memandang Yoongi yang tiba-tiba mengerang. Matanya memejam erat dengan dahi yang mengerut dalam.  Sekali lihat pun mereka sudah bisa menduga betapa kesakitan laki-laki itu. Namun sebelum ada yang bereaksi lebih lanjut, suara pintu terbuka mengambil alih atensi mereka.

Seorang dokter muda dan perawat di sana, dokter yang sama seperti yang mereka temui saat baru datang. Melihat apa yang terjadi, dokter itu langsung  berlari masuk dan menangani Yoongi yang terus mengerang kesakitan. Keempat laki-laki dengan status siswa sekolah menengah itu diam dan memperhatikan. Masih terkejut juga sebenarnya.

Setelah dokter muda itu menyuntikan sesuatu ke tubuh Yoongi, barulah laki-laki itu berangsur tenang dan kembali terlelap. Dia meminta perawat yang datang bersamanya untuk mencatat dan mengatur infus sebelum akhirnya menoleh ke arah keempat siswa di belakangnya. "Apa yang terjadi tadi?" tanyanya.

Namjoon menggeleng, mewakili tiga lainnya. "Kami tidak tahu. Itu sangat tiba-tiba dan anda langsung datang." ujarnya mempertegas gelengannya tadi.

Seokjung menghela nafas berat lantas mengacak rambutnya, sangat kentara jika sedang frustasi. Tentu saja itu mengundang tatapan cemas dari empat yang lebih muda. Sesuatu yang seperti ini biasanya dapat diartikan sebagai keadaan buruk. "Dok..."

"Panggil saja Seokjung. Jangan terlalu formal, kalian teman dari adik Jin." dokter muda itu langsung memotong ucapan Hoseok begitu saja. Matanya bergulir kemudian terhenti pada sosok si bungsu yang sedari tadi diam dengan mata terpejam erat. "Jungkook kenapa? Dia tidak mungkin pingsan juga, kan?" tanyanya.

"Sebenarnya kami memanggil dokter karena Jungkook pingsan."

Seokjung melotot, kaget meskipun juga kesal karena baru diberitahu. Dia segera beralih kepada sosok yang terbaring lemah di ranjang lantas memeriksanya. Sejenak mengabaikan presensi empat manusia lainnya dan memilih untuk fokus kepada si bungsu.

"Kenapa kalian bertiga pingsan di saat yang bersamaan?"

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang