CHAPTER 3 : Bagian 5

597 77 4
                                    

"Kookie, hati-hati!"

Jungkook mengeratkan pegangannya pada lengan sang kakak. Kakinya lemas, dia bahkan hampir terjatuh jika Seokjin tidak cepat menahan tubuhnya. Dengan hati-hati si sulung membantunya berjalan ke dalam rumah. Sementara Jungkook hanya mengikuti sembari mencoba menggerakkan kakinya.

Anak itu baru bangun satu jam yang lalu. Tapi karena malam sudah agak larut dan Seokjin tidak bisa membiarkan Yoongi sendirian di rumah-meskipun ia tahu akan ada Jimin di sana-jadilah dia membawa Jungkook pulang. Lagi pula kondisinya tidak separah itu. Seokjin bisa merawatnya sendiri.

"Masih sangat sakit, ya?" Seokjin bertanya sembari merogoh saku untuk mengambil kunci. Tangannya bahkan tidak melepaskan sang adik, takut-takut anak itu akan terjatuh jika tidak dibantu.

"Tidak terlalu sakit. Hanya saja rasanya lemas sekali, kak." jawab Jungkook dengan jujur.

"Kalau begitu Kookie langsung beristirahat, ya."

Jungkook mengangguk, mengiyakan saja setiap ucapan kakaknya. Lagi pula tubuhnya memang ingin segera diistirahatkan. Tidak ada gunanya dia membantah. Itu hanya akan membuat dirinya semakin sakit.

Kesan pertama yang ia dapat ketika memasuki rumah hanyalah sepi. Tidak ada siapapun atau suara apapun. Kernyitan bingung yang menyiratkan bahwa dia tak menyangka ada menemukan suasana semacam ini ketika pulang. "Kak Yoongi kemana?" tanyanya kepada sang kakak.

Seokjin tak langsung menjawab. Dia memilih untuk kembali mengunci pintu sebelum kemudian kembali berjalan. "Mungkin sedang beristirahat. Ini sudah malam, dia pasti lelah. Tidak perlu khawatir, oke?" ujarnya seolah tahu jika si bungsu mencari Yoongi karena khawatir.

Meskipun tidak yakin, Jungkook tetap mengangguk. Seokjin tersenyum tipis lalu berjongkok membelakangi adiknya. "Ayo kakak gendong sampai kamar." ujarnya.

"Tapi..."

"Cepat, Kookie."

Jungkook sempat menghela nafas meskipun kemudian melakukan apa yang kakaknya perintahkan. Ketika Seokjin mulai bergerak dengan cepat anak itu mengalungkan lengannya di leher sang kakak. Sungguh tidak lucu jika dia terjatuh. Apalagi saat menaiki tangga seperti ini.

"Astaga, kau ringan sekali." Seokjin berkomentar sembari menapakkan kakinya di anak tangga dan mulai berjalan. Sementara Jungkook tidak menanggapi sama sekali. Sejujurnya dia masih takut karena acara 'terjatuh dari tangga' yang menyebabkan dirinya tidak bisa berjalan selama berminggu-minggu. Tangga menjadi musuhnya sejak hari itu. Meskipun setiap hari harus naik turun tangga karena kamarnya di lantai atas tentunya.

Ketika mereka tiba di ujung tangga, Jungkook segera meminta diturunkan. Tapi Seokjin sama sekali tidak menggubris dan tetap berjalan hingga tiba di kamar adiknya itu. Selain karena yakin bahwa Jungkook-nya belum kuat berjalan sendiri, Seokjin senang mendengar rengekan sang adik di telinganya.

"Sudah. Sekarang tidur, oke?"

Seokjin menurunkan Jungkook di tempat tidur, memaksa adiknya itu untuk berbaring lalu memakaikan selimut. Dia mengusak rambut Jungkook sembari tersenyum tipis sebelum kemudian berbalik dan berjalan pergi.

"Selamat malam, Kookie." si sulung masih sempat melempar senyum sebelum menutup pintu kamar adiknya itu.

Jungkook hanya membalas senyum itu tanpa menjawab. Tapi setelah pintu benar-benar tertutup, lengkungan indah di bibirnya langsung menghilang. Kepalanya menoleh, memandang sosok bocah yang duduk di meja belajarnya. Santai sekali, seolah dia tidak mengganggu Jungkook yang akan berusaha tidur. "Apa lagi yang kau inginkan?" ketusnya kepada sosok itu.

Bukannya menjawab, sosok itu malah menyeringai. Kemudian entah bagaimana caranya dia menghilang saat Jungkook berkedip. Tentu saja itu membuatnya mencebik karena kesal. Tapi sedetik kemudian dia tersentak karena mendengar suara tepat di sampingnya.

"Aku hanya ingin mengatakan jika bermain dengan kakakmu ternyata juga menyenangkan."

Jungkook menoleh dan langsung menemukan sosok itu duduk tepat di sebelahnya. "Apa yang kau lakukan kepada Kak Yoongi?" kesal dan khawatir tercampur jelas dalam nada suaranya.

"Entahlah."

Tanpa memikirkan apapun lagi, Jungkook langsung beranjak dan berniat untuk pergi. Tapi sebelum bisa terealisasikan, tubuh ringkih itu tersungkur akibat putaran memusingkan yang ditangkap matanya. Ringisan samar terlihat di wajah pucat itu. Tapi tak lama kemudian Jungkook kembali memaksakan diri untuk bergerak. Dia tidak bisa diam setelah otaknya memunculkan berbagai dugaan buruk mengenai sang kakak.

Jungkook membuka pintu kamar dengan hati-hati, tak ingin Seokjin yang kamarnya berada tepat di sebelah mendengar keributan. Dia sudah hampir melangkah keluar saat gerakannya terpaksa berhenti akibat suara familiar yang ia dengar.

"... Aku panik sekali tadi. Ada banyak sekali darah di sana. Kupikir Kak Yoongi terluka, tapi ternyata tidak. Itu aneh kan, kak?"

Mendadak Jungkook membeku di tempatnya. Kepalanya tertoleh, memandang sosok yang masih diam tak merubah posisi. Benar, sosok itu sangat mengganggu. Jungkook sudah berkali-kali memintanya berhenti, tapi sama sekali tidak berhasil. Entah apa yang sebenarnya ia inginkan.

Jungkook berbalik dengan cepat lantas kembali mendudukkan diri di tempat tidur. Mengacuhkan keberadaan sosok itu, Jungkook lebih memilih untuk berpikir mengenai bagaimana cara untuk menyingkirkannya. Hidup dalam bayang-bayang seperti ini sangat tidak menyenangkan.

"Katakan apa yang sebenarnya kau inginkan!"

"Yang kuinginkan? Tidak ada. Aku hanya ingin menghilangkan jenuh. Itu saja."

Jungkook melotot. Menghilangkan jenuh katanya? Dengan mencelakai Yoongi? Yang benar saja. Jungkook tidak bisa menerima kegilaan ini. Hantu ini benar-benar harus disingkirkan.

"Jangan berpikir untuk menyingkirkan ku. Kau tidak akan bisa melakukannya."

Hantu ini tahu jika Jungkook ingin menyingkirkannya, tapi malah menantang. "Kalau begitu tolong hentikan semua ini. Kau tidak bisa mengganggu kakakku untuk menghilangkan jenuh. Itu alasan yang gila."

"Lalu kenapa jika itu gila?"

"Aissh, tidak bisakah kau..."

Tok tok tok

"Kookie, belum tidur?"

Jungkook diam, terkejut karena tiba-tiba mendengar suara kakaknya. Dengan gugup dia naik ke tempat tidur dan menaikkan selimut untuk menutupi tubuhnya. "Aku ditelepon teman, kak. Setelah ini akan segera tidur." teriak Jungkook kepada kakaknya yang ada di balik pintu.

"Baiklah. Jangan tidur terlalu malam."

Setelah suara langkah kaki menjauh terdengar, Jungkook baru bisa menghela nafas lega. Dia kembali menoleh, menatap sosok itu dengan tatapan tajam meskipun tidak mendapat respon berarti. "Ku peringatkan sekali lagi. Jangan ganggu kakakku." ujarnya dengan penuh penekanan.

"Kau pikir aku akan menurutimu? Bermimpilah terus."

"Tapi..." Jungkook tidak bisa meneruskan ucapannya karena sosok itu sudah menghilang. Decakan kesalnya terdengar. Berurusan dengan makhluk semacam mereka benar-benar membuatnya harus ekstra sabar.

Jungkook kembali menoleh, memandang sosok lain yang menatapnya dengan tajam seolah sedang berusaha menakutinya. Tapi bukannya takut, dia malah balas menatapnya dengan kesal. "Apa?!" sentaknya. Laki-laki itu kembali membaringkan tubuhnya dan mencoba memejam. Besok dan seterusnya dia tidak bisa bersantai dan membiarkan sosok sialan itu mengganggu kakaknya lagi.

Benar-benar harus disingkirkan, ya?

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang