CHAPTER 3 : Bagian 1

666 89 4
                                    

"... Lihat anak aneh ini!"

Jungkook meringis pelan, punggungnya sakit karena membentur dinding terlalu keras. Tangannya bergerak, berusaha melepaskan atau paling tidak melonggarkan cengkeraman menyakitkan di lehernya. Tapi bukannya melonggar, cengkeraman itu malah semakin kuat. Laki-laki itu kepayahan, kehabisan nafas. Meskipun begitu orang yang berada di hadapannya hanya menyeringai, puas karena bisa melampiaskan kekesalannya kepada sosok yang lebih muda sekali lagi.

"Lepas... Tolong..."

Kekehan keras terdengar. Tak ada rasa kasihan sama sekali meskipun tahu jika Jungkook sudah hampir mencapai batasnya. Orang itu bahkan masih sempat menertawakan keadaan yang lebih muda di saat semacam ini.

"Hei, cepat lepaskan. Kita bisa mendapat masalah jika dia mati."

Laki-laki yang mencengkeram lehernya berdecak, kesal karena aksinya terganggu. Tapi karena menyadari jika ucapan temannya benar, dia akhirnya melepaskan Jungkook begitu saja. Tak ada yang ingin mendapat masalah, apalagi ditahan polisi karena menjadi tersangka pembunuhan.

Jungkook terbatuk, mencoba meraup oksigen sebisanya. Laki-laki itu tersungkur akibat terlalu lemas. Sejak awal kondisi tubuhnya sedang tidak baik, Jungkook beruntung tidak benar-benar terbunuh karena perbuatan dua orang yang notabenenya adalah teman sekelas.

Dapat ia rasakan cairan kental mengalir dari hidung, mungkin darah. Kentara dari bau anyir yang masih dapat diartikan otaknya. Sebelum ini sudah banyak yang dua orang itu lakukan kepadanya. Memukul, menyeret, menghempas, entah bagaimana kondisi Jungkook sekarang karena tak ada yang terlihat di ruangan gelap ini. Yang jelas seseorang harus segera datang dan menolong Jungkook sebelum anak itu benar-benar di ambang batas.

"Apa lagi yang harus kita lakukan kepada anak sialan ini?" laki-laki yang tadi mencengkeram leher Jungkook bersuara, meminta pendapat dari temannya yang mengawasi dari belakang. Tak ada jawaban kecuali gumaman 'terserah' lalu tubuh ringkih yang sudah dipenuhi luka itu kembali dihadiahi pukulan keras.

Jungkook ingin melawan, tapi itu hanya akan sia-sia. Tenaganya bahkan sudah hilang entah kemana. Terlihat sekali anak itu kepayahan menahan sakit yang ia terima. Tapi tak ada rasa kasihan sama sekali dari si pelaku. Jungkook hanya bisa meringkuk kesakitan di ambang kesadarannya.

BRAKK!!

Pukulan itu berhenti meskipun hujaman rasa sakit yang ia rasa masih terus berlanjut. Kedua orang itu menoleh, merasa was-was karena suara itu mungkin berasal dari seseorang yang tak sengaja masuk atau lewat. Bisa gawat jika mereka tertangkap basah sedang melakukan tindak kekerasan.

"Sepertinya hanya tikus." ujar seseorang, entah siapa di antara kedua orang itu. Yang jelas satu lainnya langsung mengiyakan dan berbalik untuk kembali melanjutkan 'aktivitasnya' yang sempat tertunda.

Tapi belum sempat melakukan apa-apa, tiba-tiba suara lain terdengar. Kali ini terdengar lebih dekat dan disusul oleh gedebuk keras berulang kali. Kedua orang itu saling pandang, yakin ada hal aneh yang terjadi.

"Suasananya menjadi aneh. Ayo pergi saja." bersamaan dengan selesainya kalimat itu mereka berdua pergi bersamaan, berjalan hati-hati melewati tumpukan barang-barang usang di ruangan pengap itu.

Jungkook masih tersadar, tapi hanya memperhatikan mereka pergi dalam diam. Rasa sakitnya butuh waktu lebih lama untuk sedikit mereda. Jadi dia mencoba untuk duduk bersandar dan mengatur nafas, menunggu hingga tubuhnya cukup kuat untuk digerakkan.

Pandangannya mengabur, tapi samar-samar bisa melihat sosok bocah berdiri di hadapannya. Jungkook mendenguskan tawa, mengejek dirinya yang masih tak bisa menerima keberadaan sosok-sosok seperti mereka. "Kau yang melakukannya?" Jungkook bersuara, melupakan fakta bahwa di 'dunia nyata' tidak ada sosok mereka.

"Bagaimana? Rasanya sakit, kan? Kalau begitu mati saja, jadi kita bisa berteman."

Lagi, Jungkook mendenguskan tawa. Dalam pikirannya bertanya, apa hantu memang kerap menghasut manusia untuk mati dan menjadi bagian dari mereka? Maaf saja, tapi Jungkook masih menyayangi kehidupannya. Tidak, lebih tepatnya menyayangi dua kakak yang ada di hidupnya. "Kau selalu mengikuti Kak Yoongi, tapi belakangan malah mengikutiku. Apa yang kau mau?"

"Akan lebih menyenangkan jika aku mengikuti orang yang bisa melihatku."

Ini gila.

"Jadi kau ingin berteman denganku?"

Tidak, Jungkook lebih gila.

Sosok itu tidak menjawab, hanya menatap Jungkook yang diam di sana. "Kalau begitu ku anggap jawabannya iya. Baiklah, begitu saja. Kita berteman, jadi jangan menggangguku atau Kak Yoongi dan Kak Seokjin."

Masih tak ada jawaban, tapi Jungkook tak ingin mengambil pusing. Dia memilih untuk memejam, berharap sakit yang dirasa segera mereda. Dengan begitu ia bisa pergi dari ruangan pengap ini. Nafasnya sesak, entah karena pukulan tak main-main yang sempat didaratkan ke dada atau karena ruangan ini minim udara.

"Kau tidak takut?"

Kelopak mata itu terbuka perlahan. Kemudian kepalanya terangkat, memandang sosok yang baru saja bersuara. Jungkook tersenyum tipis, entah apa maksudnya. "Sudah terlambat untuk merasa takut. Makhluk semacam kau ada di mana-mana, bahkan ada yang jauh lebih menyeramkan. Mereka memperhatikanku juga, kan?" sembari mengatakan itu, Jungkook melirik sosok-sosok yang bermunculan di sekitarnya. "Oh ya, siapa namamu?"

"Daehyun."

Jungkook mengangguk pelan sebagai isyarat jika ia mengerti. Setelah itu dia memilih untuk diam, berusaha meredam rasa sakitnya. Kepalanya semakin berat, Jungkook benar-benar diambang kesadaran.

"Akh... Bisakah kau mencarikan seseorang untukku. Sakit sekali."

Anggap saja Jungkook gila karena meminta sesosok makhluk tak terlihat melakukan itu. Tapi dia sungguh sudah putus asa. Semakin lama sakitnya semakin menyiksa. Dia membutuhkan seseorang untuk dimintai tolong.

"Mereka sudah mencarimu. Tunggu saja."

"Ta—hei! Jangan menghilang! Akh..."

***

"Kookie! Astaga, kau di mana?"

Yoongi sudah putus asa. Dia bersama Namjoon dan yang lainnya sudah berkeliling memutari sekolah, tapi tidak menemukan sosok yang mereka cari di mana-mana. Panik, tentu saja. Apalagi karena sadar jika adiknya itu tidak dalam keadaan baik sejak kemarin.

Kata Jimin dan Taehyung, Jungkook pergi sejak jam istirahat kedua dan belum kembali sampai sekarang. Awalnya mereka mengira bahwa Jungkook pergi ke ruang kesehatan karena dia terlihat sakit. Tapi Yoongi sudah menanyakan itu kepada dokter di sana, katanya Jungkook tidak datang sama sekali hari ini.

Tidak berlebihan kan jika Yoongi panik? Jungkook tidak akan menghilang begitu saja. Jika pun pergi, dia pasti akan meminta izin kepadanya. Dan lagi tas beserta ponsel yang ia bawa masih ada di kelas.

"Kak, mungkin Jungkookie sudah pulang." Jimin bersuara, mencoba menenangkan Yoongi yang kelewat panik. Tapi itu tidak akan berhasil. Yoongi bahkan terlalu sibuk mencari hingga tidak benar-benar mendengarkan ucapannya.

"Mungkin Jungkookie memang sudah pergi dari sekolah. Kita sudah mencari kemana-mana dan dia tidak ada." Namjoon ikut menambahkan.

"Kookie tidak mungkin pergi begitu saja."

"Tapi kita sudah mencarinya di seluruh penjuru sekolah. Bahkan ke halaman belakang juga. Dia tidak mungkin masuk ke gudang, kan?"

Yoongi terdiam sejenak, tapi sedetik kemudian berlari meninggalkan mereka menuju ke tempat yang baru saja Taehyung sebutkan. Benar, Yoongi belum memastikan ke sana. Mungkin saja adiknya ada di tempat itu.

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang