CHAPTER 3 : Bagian 9

565 86 5
                                    

Suasana yang asing sebenarnya, tapi malam itu Yoongi dan Jungkook menghabiskan waktu sebelum tidur dengan menonton televisi berdua di ruang tengah. Biasanya mereka tidak akan duduk sambil memandang gambar bergerak di sana jika tidak ada Seokjin.

Mereka terlihat santai. Jungkook bahkan sengaja menggunakan paha Yoongi sebagai bantal sementara kakaknya itu asyik membaca buku. Manja? Tentu saja. Bagaimana mungkin anak itu bisa sehari saja tanpa bermanja-manja kepada kakaknya. Mereka sudah diam dalam posisi seperti itu selama hampir satu jam, tapi Yoongi bahkan tidak mengeluh karena pegal. Tidak seperti biasanya.

Jungkook meraih remote lalu mengganti saluran televisi. Yoongi juga tidak terganggu. Terlihat dari reaksi ketika sang adik beranjak lalu kembali berbaring dengan kepala di pahanya. Setelahnya mereka tetap diam hingga sekian menit berlalu.

"Kak, jam berapa?"

Yoongi mengalihkan atensi kepada sang adik yang kini mendongak memandangnya. Dia menoleh untuk melihat jam dinding, tapi kemudian sadar jika benda itu sudah dipindah oleh si sulung. Disambarnya ponsel yang tergeletak di atas meja lalu melihat angka yang tertera di sana. "Jam sembilan. Kookie sudah mengantuk?" jawabnya sekaligus bertanya.

"Tidak juga. Kak Seokjin pulang malam, ya?" sembari mengatakan itu, Jungkook memiringkan tubuh untuk kembali memandang televisi. Tak membiarkan kakaknya melihat sorot apa yang terpancar dari mata bulat itu setelahnya.

"Ah, benar. Tadi Kak Seokjung menelepon. Katanya ada pasien darurat, jadi Kak Seokjin tidak bisa pulang cepat seperti biasa." Yoongi mengelus surai lembut milik sang adik sebelum kemudian melanjutkan, "Sebentar lagi pasti pulang kok. Kookie khawatir?"

Jungkook mengangguk pelan, tak mencoba menyembunyikan apapun dari kakaknya. Toh dia sedang membutuhkan seseorang untuk mendengarkan. Perasaannya tidak enak dan biasanya ini bukan hal yang baik. Dia hanya berharap bahwa kakak sulungnya itu baik-baik saja.

"Jangan berpikiran buruk. Lagi pula Kak Seokjin kan memang sering sibuk. Ini juga bukan pertama kalinya dia pulang terlambat."

Tapi ini pertama kalinya aku merasa secemas ini hanya karena Kak Seokjin terlambat pulang.

Meskipun otaknya menolak, Jungkook tetap mengangguk lalu membenarkan posisinya. Yoongi sendiri sudah tahu mengapa adiknya tiba-tiba begini. Melihat gelagat anehnya saja sudah cukup membuatnya mengerti. "Kookie tidur saja, ya. Ini sudah malam." ujarnya kemudian.

"Tapi Kookie ingin menunggu Kak Seokjin pulang." protes si bungsu begitu mendengar ucapan kakaknya itu.

"Tapi ini sudah malam. Kakak yang akan menunggu Kak Seokjin di sini. Dia pasti lelah, jangan membuatnya kesal karena melihat Kookie belum tidur."

"Tapi kalau kakak sakit la..."

"Tidak akan, Kookie. Sudah tidur sana. Atau mau kakak antar?" Yoongi langsung menyela sebelum adiknya itu selesai bicara. Dia sudah bersiap untuk berdiri dan merealisasikan ucapannya, tapi Jungkook mencegah dan pergi sendirian dengan diantar senyuman tipis darinya.

Jungkook masih sempat melirik Yoongi dari ujung tangga saat kakaknya itu mengganti saluran televisi lalu memelankan volume kemudian mengembalikan atensi ke buku yang masih terbuka di pangkuannya. Dan setelah itu Jungkook benar-benar berlalu ke kamar tanpa menoleh lagi.

Segera setelah menutup pintu kamar, Jungkook menghempaskan tubuhnya ke atas kasur dengan posisi telungkup lalu terdiam begitu saja. Beberapa detik kemudian tubuhnya bergerak lalu berbaring dengan benar sembari menarik selimut. Ya, dia memang berniat untuk menuruti perkataan sang kakak dengan tidur sesegera mungkin.

Matanya sudah memejam dengan kesadaran yang hampir hilang ketika tiba-tiba ia dikejutkan dengan sentuhan dingin yang terasa di kulit. Jungkook tersentak dan langsung membelakak. Kepalanya tertoleh lalu menemukan sosok seorang laki-laki di sisi tempat tidurnya.

"Siapa... Kau?!"

Jungkook semakin terkejut karena menyadari siapa sosok di hadapannya itu. Matanya memincing, ada rasa tak suka saat melihat sosok laki-laki itu. "Kenapa kau ada di sini? Bagaimana bisa? Apa yang kau inginkan?" tanya Jungkook beruntun, ingin segera mendapat jawaban yang memuaskan.

"Wow wow Jungkookie, sepertinya semakin banyak yang tertarik padamu."

Sebelum Jungkook mendapat jawaban, sosok Daehyun muncul dan menginterupsi. Kurang ajar memang. Parahnya lagi karena dia datang dengan penampilan mengerikan yang membuat Jungkook sontak menutup mata. "Sudah kubilang jangan muncul dengan penampilan seperti itu. Aku... takut darah." ujarnya melirih di akhir. Kepalanya berdenyut sakit. Hanya butuh sedikit waktu hingga tiba-tiba nafasnya ikut tercekat dan dirinya hanya bisa terengah dalam diam. Ringisan kecil dengan mata yang terpejam erat sudah mewakili apa yang dirasakan Jungkook saat ini. Daehyun sialan memang. Dia pasti sengaja melakukannya.

"Dasar lemah."

Jungkook berdecak kemudian membuka mata untuk menatap kedua sosok di hadapannya. "Daehyun, cepat pergi. Jangan mengujiku. Kau tahu aku tidak bisa melihat darah." ucapnya dengan nada memohon. Daehyun tidak ambil pusing dan langsung menghilang, membuat Jungkook mengernyit karena dia menurut begitu saja.

Tak ingin ambil pusing, Jungkook menoleh ke arah sosok lain yang sedari tadi tetap bungkam. "Jadi apa yang kau inginkan?"

"Jihoon."

"Ya?"

"Itu namaku."

Jungkook terpaku sebelum kemudian tertawa kecil. Anak ini sangat lucu pikirnya. "Kau tahu, nama tidak berguna jika kau sudah tidak hidup." ujarnya dengan santai, total tidak menyadari jika sosok itu tersinggung dengan ucapannya.

"Lalu kenapa jika aku sudah tidak hidup?"

Helaan nafas berat terdengar dengan Jungkook sebagai pelakunya. Dia menggeser posisi agar bisa berhadapan langsung dengan sosok itu. "Aku tahu kau tidak ingin mati secepat ini. Kau masih memiliki banyak hal yang ingin diraih, aku tahu. Tapi sekeras apapun kau mencoba, dunia ini tidak akan kembali kepadamu. Kau sudah berada di dunia yang berbeda." Jungkook mencoba menjelaskan.

Tidak ada reaksi berarti. Jadi Jungkook hanya bisa menghela nafas lalu bergumam, "Lagi pula aku masih kesal karena orangtuamu memarahi Kak Seokjin."

"Aku tidak ingin menyesal karena membiarkan orangtuaku melakukan dosa."

Kalimat itu berhasil menarik perhatian Jungkook hingga anak itu kembali memandang sosok di hadapannya. Mendadak perasaan tidak enak menjalar ke seluruh tubuhnya, menghancurkan satu persatu pemikiran positif yang terus ia jejalkan ke dalam otak. "Apa maksudmu?"

"Kau tahu jika orangtuaku sangat marah karena kakak bodohmu itu tidak bisa menyelamatkan nyawaku."

"Katakan yang jelas! Dan jangan menghina kakakku!" Jungkook nyaris berteriak jika tidak mengingat bahwa Yoongi mungkin akan mendengar dan malah panik. Tangannya mengepal erat ketika dengan sengaja sosok itu memberi seringai menyebalkan.

"Kakakmu memang bodoh. Akui saja."

"Kau..."

"Dia dalam bahaya. Orangtuaku merencanakan sesuatu. Kau tidak ingin menyesal, kan? Cegah mereka selagi bisa, Jungkookie."

Jungkook terpaku, bahkan ketika sosok itu menghilang begitu saja dari hadapannya. Apa yang baru saja ia dengar? Kakaknya...

Kenapa? Jangan lagi!

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang