CHAPTER 2 : Bagian 14

648 88 4
                                    

"Kakak, aku ingin pulang."

Seokjin menghela nafas. Entah sudah berapa kali Jungkook mengatakan itu selama beberapa jam terakhir. Dia sudah melepas jas putihnya dan duduk di ruang rawat ini selama hampir dua jam, tapi si bungsu bahkan sudah merengek jauh sebelum itu. Namjoon dan tiga antek-anteknya sudah pulang jam lima tadi. Itu yang membuat Jungkook terus merengek. Katanya mereka bisa pulang, tapi dia harus tertahan di sana entah sejak kapan. Rasanya Seokjin ingin sekali berteriak dan mengatakan jika Jungkook masih harus menjalani perawatan karena kecerobohannya sendiri. Bagaimana mungkin mereka pulang sebelum sembuh. Lagi pula Yoongi masih terlihat sangat lemas. Seokjin tidak akan mengambil risiko dengan menuruti keinginan Jungkook dan pulang dalam situasi semacam ini.

"Kookie, kita tidak bisa pulang sekarang. Mulai besok Kookie harus terapi, oke?" Seokjin berusaha menjelaskan. Adiknya ini otak saja yang cerdas, tapi pemikirannya masih kekanakan.

"Tapi aku ingin pulang."

Memang percuma, kan? Jungkook tidak akan mendengarkan sama sekali. Padahal biasanya anak itu mudah dibujuk, tapi sekarang sangat sulit. "Dengarkan kakak, oke? Kak Yoongi masih sakit, jadi kita tidak bisa pulang."

"Kakak, jangan jadikan aku sebagai alasan!" Yoongi memekik tak terima akibat ucapan Seokjin. Mendengar itu, si sulung lantas menghela nafas. Menjaga dua adik yang rewel seperti mereka itu sangat melelahkan.

"Dengar! Kakak tidak ingin mendengar apapun lagi. Sekarang tidur! Ini bahkan sudah hampir tengah malam." Jika saja mereka berada di rumah, sudah pasti Seokjin akan berteriak. Tapi karena sadar jika ini sudah malam dan ketenangan rumah sakit bisa terganggu, si sulung hanya bisa menggeram dengan penekanan yang mengerikan.

Mungkin Yoongi memang terkesan cuek kepada Seokjin, atau Jungkook yang sering menjahili si sulung. Tapi sesungguhnya jika laki-laki yang tertua itu sudah berbicara dengan serius begitu, mereka tidak akan ada yang berani melawan. Ya, Seokjin memang bisa menjadi menyeramkan di saat yang diperlukan.

Seperti saat ini, Jungkook yang sedari tadi merengek akhirnya diam. Dia tidak akan menunggu kakaknya membentak untuk menurut. Peringatan seperti itu saja sudah cukup mengerikan. Lagi pula jika sudah seperti ini, Seokjin pasti tidak akan mengabulkan keinginannya. Jadi dari pada membuang waktu, Jungkook memilih untuk diam.

Agaknya Yoongi akan mengucapkan sesuatu, terlihat dari saat dia membuka mulut sembari menoleh ke arah si sulung. Tapi sebelum ada kalimat yang tersuarakan, suara dering telepon menginterupsi dengan tidak elitnya.

Tanpa mengetahui bahwa salah satu adiknya ingin berbicara, Seokjin langsung menggapai ponsel yang terus menjerit lalu menerima panggilan itu. Jangan mengira Yoongi akan menerima begitu saja. Dia kesal, terlihat dari dengusan kecilnya saat mengetahui bahwa sang kakak langsung menerima panggilan itu tanpa meliriknya sama sekali.

Tapi kekesalan Yoongi tidak bertahan lama. Garis wajahnya melunak saat menangkap raut serius sang kakak. Yang seperti ini biasanya bukan hal baik. Dia sangat membenci ekspresi itu menempel di wajah kakaknya.

"Kak..."

"Tunggu, jangan sekarang." Seokjin memotong ucapan Yoongi sembari bangkit dari duduknya. "Ada kecelakaan di dekat rumah sakit dan kakak harus ke sana. Jaga diri kalian baik-baik, jangan berulah sampai kakak kembali. Jika ada apa-apa segera telepon, oke?"

Dan setelahnya pintu ruangan itu tertutup dengan suara cukup keras, membuat sosok Seokjin menghilang dari pandangan kedua adiknya. Dia bahkan pergi tanpa menunggu salah satu dari mereka memberi respon. Sepertinya situasi di sana memang mengkhawatirkan.

Yoongi menghela nafas, cukup terkejut karena suara pintu tertutup yang terlalu keras. Sedetik kemudian pandangannya terarah kepada sosok si bungsu yang masih diam sembari memandang  pintu yang tertutup. "Kookie, lebih baik tidur. Benar kata Kak Seokjin, ini sudah hampir tengah malam." ujarnya kepada sang adik.

Jungkook hanya menoleh sekilas sebelum kemudian memilih untuk menunduk. Entah apa yang anak itu pikirkan. Tapi perubahan sikapnya yang tiba-tiba membuat Yoongi khawatir, sungguh. Tatapannya saat mengekor Seokjin tadi seolah-olah tidak rela melepaskan sosok sang kakak yang memilih untuk pergi.

"Kookie masih ingin pulang?" Yoongi kembali bersuara, mengucapkan pertanyaan yang sudah jelas jawabannya.

"Perasaanku tidak enak. Apa yang akan terjadi, kak?"

Sayangnya Yoongi tidak memiliki jawaban yang bisa ia suarakan. Lalu suasana menegangkan menjadi pengantar menuju malam kelam itu.

***

"... Ini adalah kesalahanmu, sialan!"

Jungkook hanya bisa terdiam, memperhatikan bagaimana kalimat-kalimat yang disertai umpatan kejam terlontar kepada kakaknya. Percuma mencoba membantu dengan mengatakan beberapa kalimat penengah, dia bahkan tidak bisa bergerak lantaran lengannya ditahan oleh Yoongi. Belum lagi rasa sakit yang sialnya datang di saat yang tidak tepat seperti ini.

"Maaf, tapi keadaannya sudah tidak mungkin untuk diselamatkan." entah sudah berapa kali kalimat semacam itu terucap dari bibir Seokjin. Tapi agaknya itu sama sekali tidak membantu karena orang-orang itu masih terus berteriak kepadanya.

Kecelakaan tadi malam melibatkan sebuah mobil dan truk. Laki-laki yang mengendarai mobil itu tidak terluka terlalu parah, tapi anak remaja yang bersamanya tidak bisa diselamatkan. Bahkan mobil yang dikendarainya hancur, bukankah sudah bisa dibayangkan seberapa parah kondisi orang yang ada di dalamnya?

Jujur saja saat pertama kali melihat kondisinya, Seokjin sudah ragu bisa membantu. Pasalnya luka-lukanya terlihat sangat parah, bahkan kehilangan terlalu banyak darah. Dan akhirnya semuanya menjadi seperti ini, anak itu meninggal sementara Seokjin yang disalahkan.

Sebenarnya Jungkook ingin berpura-pura tidak tahu, tapi matanya melihat sosok remaja berumur sekitar dua belas atau tiga belas tahun berdiri di dekat mereka. Dalam sekon pertama semuanya nampak normal, tapi selama detik ke detik berlalu Jungkook sadar jika itu bukan manusia. Korban kecelakaan itu, Jungkook yakin sekali.

Kasihan sekali, mungkin anak itu memang seumuran atau sedikit lebih muda darinya. Sayang sekali dia harus tewas dalam kecelakaan di umur yang masih sangat muda. Tatapan sendunya itu benar-benar memilukan. Bahkan sekian detik kemudian pandangan mereka bertemu.

"Kookie, ayo kembali saja."

Jungkook menoleh, memandang Yoongi yang sedari tadi berdiri di belakangnya. Anak itu akan menolak, tapi urung ketika menyadari wajah kakaknya semakin pucat dan terlihat seperti menahan sakit. Dan akhirnya Jungkook hanya bisa menurut, melepaskan kontak dari sosok yang masih menatapnya dengan pilu lalu kembali ke kamar rawat.

Why I Can See You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang