18. Lamaran

170 29 1
                                        

Perlahan rumah untuk perasaan mulai dibangun, dimulai dengan mengutarakannya.

📍

Pria ini tersenyum disepanjang jalan. Seolah baru saja mendapat hadiah luar biasa hingga hatinya enggan berhenti bahagia. Senyum malu-malu begitu kentara, menggelitik perutnya sendiri dan membuatnya bahagia berkali-kali.

Adik yang ada sebelahnya cukup tahu, maklum dan membiarkan kebahagiaan sang kakak dinikmati dengan puas.

Sementara Ayah dan Bunda nya duduk diruang keluarga rumah dengan gelisah saat tiba-tiba saja putranya menelfon, mengatakan dia dalam perjalanan pulang dan dia ingin berbicara serius, meminta menunggu dirinya.

Pintu terbuka. Danu dan Rina berjalan bersama dengan senyuman menghiasa kedua wajah mereka.

Danu dan Rina dibiarkan duduk terlebih dahulu. Hanin yang sedari tadi berdiri ikut duduk.

Yahya menatap putra nya dengan tanya yang besar. Apa sekiranya hal yang akan dibahas hingga mereka harus menunggu dengan gelisah.

"Ayah, Bunda. Danu langsung aja, Danu ingin memberikan jawaban pada kalian atas pertanyaan yang kemarin kita bahas. Tentang tujuan hidup Danu"

"Kamu sudah memiliki jawaban?" tanya Yahya.

Danu mengangguk pasti.
"Danu minta maaf, Yah. Tapi–"

Danu merogoh saku celananya mengeluarkan kotak kaca kecil sebuah cincin dan meletakkannya diatas meja. Hanin dan Yahya mengernyit karna kotak itu kosong. Tidak ada cincin disana.

"Ini- maksudnya apa..?" Hanin bertanya terbata.

Danu tersenyum. Menatap lekat wajah ibu nya dan berujar tanpa ragu.

"Danu udah nentuin pilihan. Danu tegas pada perasaan Danu sendiri. Kotaknya kosong karna pilihan Danu menerima dan bersedia, sekarang dia sudah mengenakan cincin pemberian Danu"

Hanin membekap mulut, matanya berbinar bahagia menatap kotak cincin dan wajah putranya bergantian.

"Kamu melamar seseorang?" Yahya bertanya disebelahnya.

Danu menganguk berkali-kali, bahkan dia masih bisa merasa bagaimana jantunya berdetak sangat cepat ketika mengutaran perasaannya pada wanita pilihannya.

"Danu minta maaf, Yah. Tapi tentang anak teman Ayah, Nadia. Danu gak bisa maksa perasaan. Danu punya pilihan sendiri."

Kali ini raut bangga muncul di wajah Yahya. Dia menepuk bahu putranya dengan pelan.
"Kenapa harus minta maaf. Hati memang selalu punya pilihan masing-masing. Tidak masalah, kita bisa jelaskan pada keluarga Nadia. Jadi sekarang biarkan kami bertemu calon menantu kami."

"InshAllah besok Danu ajak dia kerumah, Yah"

Malam itu kebahagiaan memaksa mereka terus tersenyum. Danu bersyukur atas tindakannya, karna ketegasannya itu dia tidak harus berurusan dengan hal yang bertentangan dengan hatinya.

Topik utama mereka selama duduk di sofa adalah tentang sosok pilihan Danu. Hanin banyak bertanya dan Danu menjelaskan dengan sejujurnya. Yahya memberi nasehat terbaik tentang menjadi nomor satu dalam keluarga, Danu mendengarkan dengan saksama.

 She Is Me (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang