37. Dandelion

155 28 2
                                    

Mari menyapa pagi dengan senyum semerakah bunga
📍

Viona mengerang panjang dengan tangan membentang ke udara membentu V hingga piyamanya agak terangkat. Lalu tangannya perlahan turun, mulut nya malah menguap dan tanpa repot-repot harus menutupnya Viona malah menggaruk sisi kanan kepalanya.

Baiklah! Itu benar-benar terlihat kacau bagi seorang Viona Adinda. Tapi percayalah rasanya bebas, tanpa beban. Singkatnya kali ini Viona merasa lebih baik.

Sangat baik mungkin dari pada sebelumnya.

Tanpa mimpi buruk, tanpa ketakutan, dosis pil tidurnya berkurang hingga hanya sebutir. Rasanya 'normal'

Terhitung seminggu saat Viona sudah mulai merasa lebih tenang dan jauh lebih baik. Viona berharap ini tidak hanya sementara, semoga dia benar-benar bisa pulih dari kondisi DID nya, agar ia mendapat jati diri yang sesungguhnya.

Viona terlonjat kaget saat tirai balkonnya disibak keras. Viona menoleh, mendapati seorang wanita cantik berkacak pinggang menatapnya.

"Baru bangun tuh langsung mandi, males banget liat kamu muka bantal kayak gitu."

Ah, Viona lupa bahwa ada Fitri dirumahnya. Fitri memang sudah bilang akan lebih sering mengganggu Viona tapi jelas ini sangat mengganggu karna Fitri merengek hampir setiap malam ingin menginap dirumahnya. Viona menolak karna merasa tidak enak dengan keluarga Fitri tapi Mama nya itu juga tidak mau kalah, katanya dia sudah meminta izin.

Ujung-ujungnya Fitri akan bilang.
"Ya makanya kamu tinggal dirumah mama, biar mama gak harus pisah-pisah sama keluarga mama lagi!"

Viona berdecak setiap kali mendengar itu.

Viona menatap patung kecil diatas nakasnya. Jemarinya bergerak menyatu satu sama lain.

"Terimah kasih! Malam ini saya tanpa mimpi buruk!" lirihnya dengan mata tertutup.

Fitri mamatung, sampai Viona menghilang dibalik pintu kamar mandi, Fitri masih terdiam. Ada getaran kuat dihatinya.

Dia dan putrinya cukup jauh.

Fitri merasa jauh dengan Viona untuk sesekali saat dia benar-benar merenungi segalanya. Terlebih semua ketaatan yang Viona miliki berbuah dari didikannya pada Viona kecilnya dulu. Dan meski Fitri memiliki harapan bisa merubah Viona juga, rasanya Fitri tidak yakin itu akan mudah.

Kembali menguasai dirinya, Fitri menggeleng, menepis pikirannya yang mulai bercabang kemana-mana. Lalu kemudian ia membereskan tempat tidur putrinya yang berantakan.

Beberapa menit kemudian Viona keluar dari kamar mandi. Bersiap-siap dengan pakaian berupa kemeja hijau bergaris-garis putih dan rok hitam dibawa mata kaki, pas ditubuhnya.

"Hari ini mau ke resto?" tanya Fitri.

"Mau check up! Terus ziarah makam!"

"Kemarin baru aja kamu kemakam papa. Masa mau ziarah lagi?"

"Bukan makam papa, tapi bi Ade!"

Fitri beranjak dari tempatnya. Mendekati Viona dengan raut kebingungan.

"Bi Ade? Maksud kamu asisten rumah tangga kita dulu?"

Viona mengangguk. Tangannya sibuk menggulung lengan kemejanya hingga siku.

"Beliau sudah wafat? Dan kamu tahu?"

Viona mendudukkan dirinya ditepi tempat tidur. Lagi-lagi mengangguk.
"Aku belum cerita ya, kalau dulu bi Ade yang rawat aku. Setelah mama ngusir, aku ketemu bi Ade dan beliau yang jagain aku selama ini. Disekolahin, diurus sampai gede! Sampai Viona punya Oh Deliz bi Ade akhirnya meninggal karna sakit."

 She Is Me (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang