16. Kecil, tapi berakal

143 35 0
                                    

Pemahaman itu bukan dari sudah berapa lama kamu hidup. Tapi sedewasa apa kamu menanggapi banyak kejadian disekitar mu.

📍


Sore itu cara terbaik menekan kesalahan yang telah dilakukan hatinya, Danu duduk ditengah anak-anak tanpa rambut dan membiarkan mereka makan dengan makanan yang ia bawa.

Kesalahan yang telah dilakukan hatinya adalah merindukan seseorang, sadar betul bahwa seharusnya itu tidak terjadi, maka ia menyibukkan diri dengan berbagai hal. Terfikir mengunjungi Anisa dan teman-temannya. Karna itu saat ini dia ada disini.

"Kak Danu gak dateng bareng kak Ainah?" tanya Anisa.

Danu menggeleng. Sudah beberapa hari ini ia tidak bertemu gadis itu. Dan karna itu, dia cukup ingin bertemu tapi mencoba menyangkal sebisanya dan tidak terjerumus perasaannya sendiri.

"Kenapa?" tanya Anisa lagi.

"Kakak gak ketemu sama dia. Mungkin sibuk, jadi jarang keliatan"

Anisa manggut-manggut. Dibawah pohon teduh ditaman itu, mereka menikmati semilir angin yang melewati tubuh mereka, sensasi terbaik yang diterima dari alam. Sembari menatap pada langit yang perlahan menguning kala digulir waktu.

"Anisa udah lama kenal sama kak Ainah?" itu pertanyaan Danu setelah lama terdiam.

Anisa menggeleng. "Baru ketemu beberapa kali. Tapi emang iya, kak Ainah ramah banget sampai kadang kita kaya udah temenan lama."

Danu menyetujui dalam hati. Dan kepalanya menerawang bagaimana lekuk senyum gadis itu, begitu menyambut dan memberi kehangatan.

Kemudian mereka terdiam lama.
Hingga Anisa kembali memulai
"Kak Danu suka sama kak Ainah?"

Tersentak. Kaget dengan pertanyaan sekaligus pernyataan Anisa.

"Hah? Gimana?"

"Kak Danu suka gak sama kak Ainah?"

"Suka?"

Anisa terkekeh. Usianya mungkin baru 15 tahun, tapi sejak itu dalam hidup dia pernah melihat bagaimana itu cinta. Seperti kakek dan nenek nya. Karna cinta, mereka berjanji untuk mati ditempat yang sama, dan tinggal selamanya dibawa tanah yang sama. Dan itu benar terjadi, meski berbeda waktu tapi mereka meninggal dirumah yang sama dan dimakamkan di pemakaman yang sama.

Tidak secara spesifik bahwa kisah mereka menjelaskan apa itu cinta. Tapi yang Anisa tahu, cinta tidak selalu tentang hal besar yang dilakukan pada pasangan atau orang yang kita sayang. Nyatanya tersenyum begitu lembut pun, kadang itu tercipta karna cinta.

Dan Anisa melihat itu pada Danu dan Ainah.

"Kamu kecil-kecil udah bahas cinta aja. Lebih baik Anisa-"

"Fokus sembuh?" potong Anisa.

Danu diam.

"Kecil-kecil kan juga punya akal kak. Ya walaupun kadang gak selamanya bener. Anisa nebak aja sih, yang paling tahu perasaan kak Danu ya kak Danu sendiri pastinya."

Mungkin memang ada masanya kita harus mendengarkan orang lain, tidak peduli berapa umur mereka, mereka juga punya akal bukan.

"Kakak gak tahu bagaimana perasaan kakak, tapi apapun itu doain kakak dapat yang terbaik!"

Anisa mengamini. Tepat saat itu ketika angin lebih kuat berhembus sosok yang diharapkan berdiri didepan mereka. Seolah bumi ikut percaya bahwa perasaan itu tidak salah, dan pantas untuk ada.

"Assalamualaikum!"

Ketiga nya terpaku. Senyuman yang sempat dibahas kini muncul pada setiap sudut-sudut bibir. Pada Ainah dan juga Danu.
Ainah berjalan mendekati, masih tersenyum manis hingga ia duduk dan matanya manatap manik pria didekatnya.

"Waalikumussalam" jawab Danu dan Anisa.

"Disini? Sejak kapan?"

"Sejak tadi."

Ainah mengangguk. Masih tersenyum sambil menunduk dan itu membuat bahunya semakin merosot.

"Saya nunggu kamu, Ainah!"

↕↕↕

"ini untuk kedua kalinya saya naik mobil kamu. Ngeropotin kamu"

"Gak papa. Saya fine saja."

Sekarang langit sudah gelap. Ainah dan Danu kembali melaju dengan mobil setelah menunaikan ibadah sholat maghrib di masjid yang mereka lalui. Ainah menunduk dengan tangan menggenggam ponsel, dia duduk dibangku sebelah Danu yang mengemudikan mobil.

"Ainah, boleh saya bertanya?" tanya Danu. Matanya fokus pada jalanan

"Boleh"

"Beberapa hari ini, kamu ada dimana? Saya gak liat kamu di resto, gak datang juga ke masjid"

Ainah juga tidak tahu, dia tidak ingat apa-apa hingga ia tersadar ada ditoilet Mall besar dan dia tengah menangis. Padahal dia tidak merasa sedih. Dia memutuskan pergi dan langkah membawanya ketaman itu.

"Saya ada. Mungkin emang gak ketemu aja"

Danu mengangguk saja. Mungkin memang mereka tidak bertemu saja.

"Ini kemana?" Danu menunjuk arah jalan yang bersimpang

"Kanan!" seru Ainah.

Beberapa menit kemudian mereka tiba didepan sebuah rumah mewah. Berdiri sendiri dan terlihat sepi.

"Ini rumah mu?"

"Iya. Maaf ya, gak saya tawarin masuk. Soalnya hanya ada saya"

Danu tersenyum, penjagaan diri yang baik. Dia mengangguk dan membiarkan Ainah keluar dari mobil nya. Gadis itu berdiri menunggui mobil Danu berlalu tapi Danu terasa enggan. Pria itu terpaku dengan sesuatu yang hangat didadanya.

"Danu. Danu."

"Ah ya?"

Mereka saling menatap. Sama sama kaget dan berhenti pada objek yang sama, objek yang paling memusuhi pertahanan keimanan, mengumpan syahwat dengan cara yang manis. Wajah, dan kecantikan yang ada disana.

"Assalamualaikum" Dengan kaku Danu menyadarkan diri.

"Waalaikumsalam"

Karna lebih baik Danu segera melajukan mobilnya, sebelum Ainah merusak taqwa nya.

Sementara ditempat nya, Ainah masih terpaku. Meresapi kecamuk rasa yang menggerogoti hatinya. Jika sebagian hatinya bahagia, entahlah, tapi sebagian yang lain mengembun dan terasa janggal. Ainah tidak mengerti.

Semakin Ainah menyatu dengan perasaan-perasaan itu, semakin terasa tidak nyaman. Dia ingin tersenyum, tapi itu sulit meski dia merasa seharus nya itu mudah saja. Alasannya sudah ada, tapi seolah dia tengah hilang arah.

"Danu?"

Gumaman kecil itu keluar begitu saja, tanpa Ainah sadari. Karna yang bertanya itu bukanlah Ainah tapi Viona. Secepat itu ia muncul lalu pergi lagi. Keduanya tengah berebut satu tubuh untuk ditempati. Menyuarakan isi hati yang sulit dipahami.

Tbc
Assalamualaikum
Terimah kasih sudah membaca 2/1 sampai sejauh ini.
Semoga masih suka dan selalu suka.😊

 She Is Me (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang