47

86 5 0
                                        

Tiga hari menuju ujian kenaikan kelas, sebentar lagi Laura akan menginjakkan kakinya ke kelas 12, diamana ia akan menjadi senior di sekolahnya.

Saat ini mereka berenam sedang berada di kantin, mereka menikmati makanan mereka masing-masing.
Tiba-tiba seseorang duduk di sebelah Regan, siapa lagi kalau bukan Zulfa.
Laura menatap Zulfa Tidak suka.

"Awas mata copot neng" sindir Zulfa pada Laura, sadar telah di sindir, lalu Laura membalas sindiran Zulfa. "Awas jangan deket-deket sama tikus got, ntar ketularan ngga waras!"

Mendengar itu Zulfa melotot ke arah Laura. "Woyy pea apa hubungannya gue sama tikus got, gue cantik gini di kataian tikus got! Emang kebangetan Lo!".

"Lah gue kaga bermaksud buat nyindir Lo, gue hanya bergumam. Eh ternyata Lo merasa tikus got, jadi Alhamdulillah deh kalau Lo sadar!" Tekan Laura membalas melototi Zulfa.

"Sialan Lo Ra! Gue Tabok mau Lo!" Lalu Laura mengusap pipi mulusnya dan di arahkan ke wajah Zulfa. "Ututututu mau dong di Tabok sama tikus got".

Zulfa sudah mulai kesal, lalu ia berdiri dan pergi meninggalkan meja Regan.

"Memang the best Lo Ra!" Ucup mengacungi dua jempol pada Laura.
Sedangkan Laura menampilkan wajah songongnya.

"Ngga terasa ya, gue udah hampir lama sekolah disini" Laura tiba-tiba membahas ini.

"Baru kemarin aja gue masuk ke sekolah ini, eh sekarang gue udah mau masuk ke kelas 12, kalau gue ngga hidup ngga mungkin gue ngerasain jadi senior" Laura terkekeh, sedangkan ke-lima orang itu terdiam membiarkan Laura.

"Ngga terasa ya, kehidupan sesingkat ini, orang-orang yg menghabisi hidupnya hanya untuk hal bodoh pasti akan menyesal, mereka mungkin berteriak meminta di hidupkan kembali, tapi sebaliknya, jika dia pergi dengan keadaan bahagia, atau menyusul orang yg di harapkan dia pasti bahagia" Laura terus berbicara.

Sedangkan Regan terdiam, ucapan Laura barusan masih terngiang di kepalanya, dan akhirnya ucapan bagas di dalam mimpinya kembali teringat, lalu perasaan takut menyelimutinya. Tetapi Regan memilih bungkam.

"Kita ngga tau umur akan sampai kapan, ntah kita mati besok lusa dua Minggu lagi, atau satu tahun lagi. Kadang-kadang kita tidak berhak untuk menentukan sesuatu hal yg sulit. Hidup ini seperti teka-teki, yg tidak bisa terjawab dengan cara berdiam diri! Kematian juga sama, ia tidak bisa di tentukan dengan mulut, alat medis atau alat secanggih apapun, kematian Hanya bisa di tentukan seiring berjalannya waktu".

"Gue ngga tau kenapa ngga pernah membayangin masa depan gue gimana, kehidupan gue gimana, atau bahkan membayangkan seperti apa kebahagiaan gue yg sebenarnya gimana. Gue rasa hidup gue akan ada sebagian, gue ngga bisa kaya orang-orang yg meng-halukan masa depan dengan orang yg dia cintai". Laura kembali tersenyum.

"Seperti Lo bilang, kehidupan ngga bisa di tentukan dengan apapun, sekalinya alat tercanggih di dunia. Tapi tetap kehidupan hanya bisa di tebak dengan berjalannya waktu, kita sebagai manusia biasa hanya bisa sabar menghadapi kerasnya waktu berjalan" kini Regan bersuara.

"Kita jalanin bersama pahit manisnya hidup, kita berpisah hanya sementara, memang di sebuah pertemuan pasti akan ada perpisahan, dan semoga setelah perpisahan pertemuan kembali terjadi. Kita balik lagi membahas semuanya tergantung waktu". Timpal Aldi.

"Gue ngga mau apa-apa dalam hidup gue, gue hanya ingin ngomong kalau di antara kita pergi ntah apapun perginya ataupun kematian gue mohon jangan pernah menyesal ataupun menyalahkan seseorang, ataupun menyalahkan waktu" Laura menatap ke-lima orang dihadapannya.

"Kenapa jadi bahas gini si, kaya wasiat aja, gue merinding tau ngga! Gue jadi keinget dosa gue!" Sebal Ucup.

"Makannya Lo banyakin tobat sebelum ajal Lo datang!" Ghina melempar Ucup dengan sedotan.

Menolak Kesedihan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang