52

180 10 0
                                        

"dok bagaimana keadaan Laura dok?

Dokter itu menundukkan kepalanya membuat semua orang menahan nafasnya.

"Maafkan saya Bu, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi tuhan berkehendak lain, saya mengucapkan turut berdukacita, semoga keluarga mendapat kesabaran serta ketabahan, saya pamit".

Seluruh orang menangis histeris, Rina dan Rendi berlari menuju ruangan itu, ia melihat seluruh suster sedang melepaskan alat medis di tubuh Laura.

Rina menahan nafasnya. "Pah Laura baik-baik aja kan? Laura hanya tidur kan? Pah jawab pah!!" Rina memukul dada Rendi tak terima, Rendi hanya terdiam sambil menatap anak perempuan satu-satunya itu. Sedangkan Rey terdiam menatap wajah tenang Laura.

Rey mengambil kursi lalu duduk di kursi, Rey mengambil satu tangan Laura. "Ra Lo tau ketika Lo lahir gue ngga senang, karena Lo itu perempuan, gue sebenernya pengen adek cowo, gue pernah berniat untuk membenci Lo, tapi rasa benci itu sebaliknya menjadi rasa kasih sayang yg amat besar buat Lo, gue rela kasih apapun buat Lo, gue kasih barang yg gue sayang buat Lo, gue ngga akan larang Lo lagi, gue ngga akan buat peraturan lagi, gue akan buat kebebasan buat Lo, tapi ada syaratnya, satu syaratnya, Lo harus bangun Ra. LO HARUS BANGUN RA!!!"

Rey menangis. "Gue sayang sama Lo Ra, jangan siksa gue dengan cara Lo pergi dari gue, gue ngga akan bisa hidup tanpa Lo! Gue ngga akan pernah bisa apa-apa tanpa Lo Ra!, Gue mohon satu kali ini aja gue minta tolong sama Lo!!! Tolong bangun Ra! Demi gue! Demi mamah! Demi papah!! Demi Regan!! Demi semuanya!!!".

Rina memeluk Rey mencoba menenangkannya, ia tau bagaimana perasaan Rey saat ini. "Mah suruh Laura bangun, suruh Laura bangun mahh!!! TOLONG BANGUNIN MAHHH!!!".

Regan memasuki ruangan itu, ia mendekati Laura, ia mengusap wajah Laura yg tenang itu.

"Lo pernah bilang sama gue kalau kematian akan datang kapan saja dimana saja, kalau gue duluan Lo bilang Lo akan kuat, akan tegar, dan sebaliknya kalau Lo duluan Lo bilang jangan salahin orang lain, apalagi salahin diri sendiri, itu jalan Lo sendiri, jalan menuju kebahagiaan Lo, tapi kenapa ini rasanya sangat berat bagi gue, gue belum bisa mengikhlaskan Lo, semua orang sayang sama Lo, kenapa Lo tega ninggalin mereka semua, Lo ngga sayang sama kita Ra" Regan menghapus air matanya, jujur saja ini pertama kalinya seumur hidup Regan menangis.

Semua orang terdiam, teman-teman Laura masih terdiam seribu bahasa menahan gejolak yg amat sedih.

Seluruh keluarga besar Laura terdiam, Mereka tidak berani berkata-kata apapun.

"Pas terakhir kita ketemu Lo bilang sayang sama gue kan Ra? Cinta sama gue kan Ra? Semua itu bullshit". Regan tertawa. "Lo malah milih pergi dari gue, Lo milih ninggalin gue. Berarti Lo benci sama gue, kalau Lo benci sama gue lebih baik gue yg pergi, gue yg pergi jauh-jauh, dan Lo tetap di sini" Regan terus mengecup tangan Laura.

"Ini terakhir dari sebuah kisah ini, ini terakhir dari kehidupan Lo juga kehidupan gue, gue kaga tau apa yg harus gue lakuin saat Lo pergi, gue ngga tau bisa hidup apa ngga, Lo pergi jauh, gue akan lebih pergi lebih jauh lagi Ra, gue tau Lo memilih kebahagiaan Lo bersama dia gue belum ikhlas, tapi gue. Intinya Lo pergi gue hancur, gue sayang sama Lo Ra" lalu untuk terakhir kalinya Regan mengecup tangan Laura.

Lalu salah satu suster menutup wajah Laura dengan kain putih, wajah itu, wajah dingin itu, wajah pemberani itu, wajah yg slalu sedih itu, wajah bahagia itu, wajah ceria itu. Pupus untuk selamanya, wajah itu pergi.

Semua orang kembali menangis histeris, mereka tidak terima Laura pergi, Laura hilang selamanya.

Rina tak sadarkan diri, ia pingsan. Lalu Rendi Mambawa Rina ke ruangan lain.

Menolak Kesedihan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang