9. Surat Dari Aldebaran

98 18 9
                                    

Kenangan adalah ribuan coretan berwarna di atas kertas, sekeras apa pun kau mencoba menghapusnya hasilnya akan tetap membekas.
__________________&&&___________________

Deg.."Aqila," desis Azzam bersamaan dengan denting jam dinding kamar yang berdenting, kenangan bersama Aqila kembali berputar bagai film dokumenter, klise demi klise bergulir tanpa bisa ia cegah. Azzam mencoba menghalau perasaan tak jelas yang tiba-tiba melesak cepat bagai busur panah, tangannya bergetar dengan jantung berirama cepat lalu memasukkan kembali jam tangan itu ke dalam tempatnya.

Azzam masih mematung di tempat saat sebuah kertas berwarna ungu dengan lipatan berbentuk hati jatuh dari paper bag tersebut, ia pungut kertas itu dengan gemuruh hati yang tak bisa Azzam deskripsikan, seperti cubitan kecil dalam hati terdalamnya saat mengetahui istrinya memiliki cinta lain selain dirinya. Hati Azzam meronta tak terima meskipun ia sadar nama Aqila pun belum sepenuhnya terhapus dari memorinya. Perlahan ia buka lipatan kertas itu.

Dear My Love,

Hari ini aku berjanji Adiva, aku akan menjadikanmu ratu dalam hidupku bahkan sebelum kau memintanya kau telah lama bertahta dalam hatiku, dua langkah sudah kulalai dan sekarang kita hanya menunggu waktu menyatukan kita dalam ikrar suci. Insyallah jika Allah menghendaki 2 tahun lagi aku akan menjemputmu bersama keluargaku. Kuharap janji setia kita masih terpatri kuat saat waktu itu tiba.

Aldebaran Malik

Azzam segera melipat kertas itu seperti semula lalu memasukkan kembali ke tempatnya, Azzam tak menggubris perintah hatinya untuk menyingkirkan semua itu, meskipun menyakitkan Azzam akan bersabar hingga Adiva sendiri yang memilih membuang semua kenangannya bersama Aldebaran dan menyerahkan seluruh rasa padanya, meskipun ia tahu akan terluka.

Tiba-tiba seulas senyuman tersungging di kedua sudut bibirnya saat melihat tumpukan hasil karya istrinya, Adiva memiliki bakat menggambar yang luar biasa, banyak sketsa gambar yang belum ia warnai. Ia buka lembaran itu satu persatu. Namun pada lembar ke 5 ia baru menyadari bahwa di setiap ujung gambar itu terdapat inisial huruf AM, inisial huruf yang pernah membuatnya penasaran saat awal mereka menikah. "Aldebaran Malik," gumamnya sambil menahan hantaman keras tepat mengenai dadanya, masih dengan rasa penasaran ia membuka laci meja belajar milik Adiva.

Deg..matanya membulat seketika saat ia melihat tumpukan kertas warna-warni dengan lipatan-lipatan berbentuk hati, ia buka dan membacanya sekilas, hanya coretan puisi ala remaja biasa. Namun ada sesuatu yang mengusik hatinya saat semua kertas itu tertera inisial huruf AM dan bunga-bunga yang sudah mengering menyertainya. Azzam memejamkan mata sejenak mencoba menenangkan hatinya yang bergemuruh sembari beristighfar berulang kali.

"Mas lagi ngapain?" Suara Adiva seketika mengejutkan dan membuat matanya terbuka sempurna.

"Maaf Dek, aku lancang telah membuka barang-barang pribadi milik kamu," jawab Azzam sembari menatap Adiva dengan sendu, tak bisa dibohongi bahwa hatinya semakin terluka saat melihat ekspresi wajah Adiva.

Adiva bergeming, ia mematung melihat barang pribadi miliknya berserakan di atas meja belajarnya, bukan karena marah tetapi ia khawatir jika suaminya salah paham, Adiva bukannya sengaja menyimpan semua kenangan bersama Al, hanya saja ia belum sempat membersihkan semua itu, ia sudah berjanji akan menjaga janji suci pernikahan mereka dan Al hanya akan menjadi sebuah kenangan di sudut hatinya karena kini Azzam adalah imam yang akan menjadi masa depannya.

"Mas, aku bisa jelasin semuanya," ucap Adiva dengan mata nanar, ia bisa melihat sorot terluka dari kedua netra Azzam.

"Aku paham Dek, ada pria lain di hatimu sebelum aku hadir," balas Azzam singkat lalu memasukkan kembali barang-barang Adiva seperti sedia kala. Wajah dingin dan datar yang dulu selalu Adiva lihat kini melekat di sana. Membuat nyalinya menciut untuk sekadar mendekati Azzam.

Tiga Hati Satu CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang