4). Ice Cream Chocolate

77 31 42
                                    

Agenda terbaik didalam unsur dunia Ira adalah berjalan menghela penat. Menatap sekujur jalanan. Dari ribuan rutinitas, entah kenapa gadis ini lebih me-filterkan target yang sama sekali tidak menguntungkan maupun berbuah hasil.

Dibawah angin berhembus sejuk, cahaya yang berdehan pudar diufuk langit gelap, sesosok gadis berjalan sendirian sembari merogoh beberapa keping rupiah. Anak manusia dengan langkah pelan menundukkan kepala, tidak memperdulikan siapapun yang ia lewati. Anggap saja, populasi manusia yang lewat sebagai tuan angin berlalu bagi Ira.

Tepatnya di jam 7 malam, Ira menginjakkan kaki ditoko ice cream langganannya ditemani dengan ponsel yang terus berdering. Gadis itu masih terus mengabari kekasih barunya, Neuson.

"Ice cream chocolate-nya satu mas!" Ira memesan ice cream dan berjalan menuju kursi kayu berwarna putih. Ia duduk disana tanpa memperhatikan barang pesanannya.

Fifteen minutes adalah waktu yang cukup lama untuk menunggu dan chatingan dengan Neuson. Ira tersadar akan ice cream separuh raganya, ia berjalan ke arah cool box hendak mengambil ice cream chocolate yang masih tersisa satu stok.

Kini tangannya sudah menggapai dinginnya suhu ice cream tersebut, temperaturnya  0°C. Mata gadis itu terbelalak pada objek besar yang juga sedang menyentuh ice cream chocolate didalam cool box. Ia menangkap objek itu, perlahan mulai memindahkan pandangannya kearah wajah misterius yang saat ini sedang berniat membeli it favorite ice cream.

"E-Lo"

Gadis bernama Ira berdecak sinis kearah pria berhati batu, keras kepala, bersifat kejam dan sama sekali tidak memiliki norma. Kakak kelas tingkatan ke-2 yang begitu sering Ira hindari. Pria famous, namun tidak berprasaan. Piter Jhonson Lane.

Ira berdiri dari peraduannya, dan mencoba sedikit lebih be brave.

"Ice cream chocolate ini punya Ira," gadis itu mencucurkan keringat panik dan tubuhnya gemetaran dengan suhu udara naik turun. Ia hanya bisa meneguk ludah sembari menatap pria dihadapannya dengan penuh afraid feel.

"Mimpi Lo, ini punya gue." Piter terkekeh disela-sela kecanggungannya ketika bertemu dengan gadis dihadapannya yang baru saja ia kenal beberapa hari yang lalu.

Ira sangat kewalahan dalam menghadapi Piter. Entah kenapa tiap kali bertemu, insting-nya terus tak karuan. Seperti ada ikatan batin, namun bukan kekeluargaan, darah atau sejenisnya. Ira selalu merasakan detak jantungnya berjalan secepat 100 km per jam, berbeda dengan apa yang ia rasakan dikala bersama Neuson. Jujur, takdir lebih mudah menerima pertemuan Ira dengan Piter daripada Neuson.

This is my destiny, lebih sering mempertemukannya dengan sesosok Piter secara berkala, berkali-kali tanpa batasan waktu, ruang dan tempat. Selalu saja ada penampakan wajah Piter. Lantas, apa tujuannya sang destiny mencekam hati Ira untuk berkomitmen dengan Neuson?

Ira terlihat jengah melihat pria dihadapannya.

"Maaf, tapi Ira udah nunggu lima belas menit cuman untuk beli ice cream chocolate."

"Yang nyuroh Lo nunggu siapa?"

"Bapak penjual ice cream," jawab Ira seadanya dengan kalimat polos.

"Pokoknya ice cream ini punya gue, Lo beli aja yang lain."

"Gak bisa!" Bantah Ira gemas.

"Beli yang lain!" Piter memerintah gadis itu dengan sergah teriakan.

"Ira gak bisa hidup tanpa ice cream chocolate"

"Ra, pesanannya ganti yang lain!"

"Gak bisa, kak Piter." Gemas Ira bersikeras menolak.

Move On (Segera Terbit♡)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang