26). Tumpukan Buku📚

28 15 9
                                    

"Hari ini, petugas pengambilan buku adalah Bulan, Tornado dan Asep!"

Hardik suara itu menggema di telinga murid Sinota yang sedang sibuk asyik sendiri. Ira memerintahkan tiga orang pelajar termalas di kelasnya. Mereka tidak menghiraukan perintah nya, hanya termangu dan masih berdiam diri berlagak sibuk.

"Kalian denger gak omongan gue tadi?" Tanya Ira sedikit ragu akan mimik teman-temannya ini.

"DENGER IBU KETUA KELAS!" Sahut mereka serempak.

"Denger tapi masih diam aja di kursi?" Sangkal nya, Ira mengoles emosi di bibir mungil nya yang tercengang tanpa lipstick.

"Bentar ni, turnamen PUBG lagi kalah saing sama Mobile Legend." Pekik Tornado yang katanya mendengar namun nyatanya malah sibuk asyik sendiri dengan game tak berfaedahnya.

"Cermin gue kemana tuh? Haduh, lipstick mana lipstick? Pondation gue udah kemana?" Jerit Bulan ikut-ikutan sikap Tornado yang enggan untuk peduli. Gadis ini masih sibuk berlarian ke beberapa arah sembari menilik kolong meja, siapa tau cerminnya bisa ditemukan?

"Berita hot, kapal Titanic udah tenggelam lagi!" Elak Asep tak mau kalah, ia sudah melihat dua temannya yang bertugas mengambil buku. Pria mata empat ini tidak ingin direpotkan sendiri, jadi ia memilih sok sibuk dengan tugas sejarahnya atau apalah itu. Padahal jika ditanya mengenai sejarah, ia juga tidak terlalu cekatan dalam menjawab. Namanya juga pura-pura lari dari tanggung jawab.

"Bodo, lebih asyikan nge-game daripada nyari sejarah negara orang!" Pekik si Tornado mengumpat Asep.

"Sejarah itu lagi kekinian!" Balas Asep tak kalah cepat, ia sangat jeli memprotes dan berbantah apalagi melakukan aksi lawakan.

"Game menyehatkan organ tubuh dan menguji ketangkasan dalam berpikir," pikir Tornado menghasut temannya untuk menyukai dunia game.

"Lo liat cermin gue kagak?" Pertanyaan Bulan membuat Ira semakin geram. Sudah tau dari tadi, bu ketua kelas meminta bantuan tapi gadis ini malah sibuk mencari cermin yang masih bisa beli baru lagi.

Ira menggelengkan kepala nya berulang kali, ia sangat frustasi dengan perlakuan teman-temannya. Ternyata, menjadi ketua kelas itu tak seenak membalikkan telapak tangan! Apalagi, ini si gadis polos yang harus menenangkan aksi demonstrasi makhluk-makhluk yang doyan melanggar norma!

Gadis ini memilih untuk pergi sendirian ke kantor guru. Ia masuk ke dalam ruangan itu, dan mengambil 30 buku yang sudah bertumpuk di atas meja. Tubuh nya sedikit kerepotan, ia berpikir sejenak tentang cara membawa buku sebanyak ini hanya dengan dua jemari.

Tanpa pikir panjang, ia mengambil nya dan melewati turunan lapangan panjang. Ira harus bisa membawa buku nya tanpa lecet sedikit pun.

"Berat banget ni buku, serasa mikul getah karet satu ton!" Gerutu Ira.

"Dasar pelajar malas, giliran disuruh ngambil buku aja. Ya Allah, malas nya minta ampun! Main game lah, dandan lah, sibuk nge-gosip lah. Semoga Sinota bersegera menutup kebebasan ber-angan halu!" Umpatnya, ia sangat geram dengan tingkah malas sahabatnya itu.

"Nasip banget nih hidup, padahal gue kan ketua kelas berjenis kelamin wanita. Tega banget tuh populasi lelaki, gak ada yang perhatian satu pun ke gue. Bantuin kek atau mungkin temenin gue!" Harapan terlontar sirna, tak ada satu pun makhluk yang berniat membantu gadis cantik ini. Sangat disayangkan jika tubuh lentitnya harus berakhir sempoyongan akibat ranjau tiga puluh buku.

Masih begitu banyak lagi umpatan Ira. Ia benar-benar lelah menyeberangi lapangan. Kenapa kantor guru harus berjarak menyeberangi samudra Atlantik? Mungkin, ruang kelas mereka harus segera dipindahkan.

Move On (Segera Terbit♡)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang