Kirana menatap Ben dengan wajah datar. "Darl, I warned you. Itu akan menyakiti Kenan."
Ben mendongak dari koran paginya. "Aku hanya ingin yang terbaik untuk Ken, hon."
"Dan 'yang terbaik' adalah yang membuat Ken bahagia. Dia bahagia bersama Gea. Dia anak yang baik kok. Pekerja keras dan ceria."
"Lala juga pekerja keras dan ceria. Dia sopan dan berpendidikan tinggi. Kamu juga tahu Dia dari keluarga terhormat. Lala adalah wanita baik-baik yang bermartabat."
Kirana menghentikan gerakan tanganya yang sedang mengupas apel. Dia mendongak menatap Ben dengan sorot mata yang meredup. "Apa yang Kamu lihat dari sebuah 'wanita baik-baik yang bermartabat'?"
Tangan Ben menurunkan koran paginya. Dia menghela nafas berat sebelum meraih gelas air putih. "Gea pernah mempunyai anak dan meninggal saat lahir kedunia. Anak itu tidak tahu siapa Ayahnya karena Dia diperkosa oleh dua orang."
Kali ini gerakan Kirana memotong apel membeku- bahkan seluruh tubuhnya kaku. "Bukankah seharusnya Kamu merasa bersimpati dengan musibah yang Gea alami? Dia hamil bukan karena pergaulanya yang jelek. Gea sedang tertimpa musibah." Kirana berusaha menekan suaranya agar tidak bergetar.
"Aku bersimpati atas musibah itu hon. Tapi untuk pendamping Ken, Lala jelas lebih baik dari segi manapun." Ben bangkit dari kursinya. Meraih ponselnya yang berdering.
Kirana masih mematung. Pandanganya kosong menatap apel yang ada dipiring. "Apa Aku juga bukan yang terbaik karena sudah mempunyai anak saat menikah dengan Kamu hon?"
Tidak ada jawaban dari Ben. Laki-laki paruh baya itu sudah lenyap di ujung ruangan. "Gea anak yang kuat. Aku seperti melihat diriku dalam diri Gea."
©©©
"Halo Eyang." sapa Gea pada sebuah makam dihadapanya. "Maaf Gea baru bisa jenguk."
Ken kembali dilanda kebingungan. Gea terlalu banyak memiliki rahasia. Dan Ken merasa bersalah karena tidak ada disisi Gea disetiap kehilangan yang Gadisnya alami.
"Kenalkan, ini Kenan."
Hening kembali merajai mereka. "Mereka adalah orang tua Om Ganesha. Eyang Utari sangat baik, Dia sering memberiku baju-baju yang bagus. Disebelahnya ada Eyang Gandi, yang selalu membawakan Aku oleh-oleh setelah kembali dari masa dinasnya." kenang Gea. Ada senyum hangat mengjiasi wajah sendunya.
Ken masih setia diam dan memperhatikan setiap cerita yang Gea bagikan pada kedua makam di hadapanya. Membaginya seperti Ia memang sedang berhadapan langsung dengan kedua sosok Eyangnya.
"Oh iya, Gea ketemu lagi sama Om Ganesha." Gea meringis lucu setelahnya. "Maaf ya Eyang, kemarin Gea sempet jauhin Om Ganesh. Takut kalau di tampar sama Tente Sarah lagi."
Ini sebuah kejutan untuk Ken. Gea memang banyak bercerita, tapi tentang masalah Gea dengan Dia. Gea seakan bertahap membagi masalah lainya pada Ken.
Tangan Ken terulur dan mengusap pipi Gea lembut yang dibalas Gea dengan usapan yang sama lembutnya di lengan Ken. Gea menurunkan tangan Ken dan menggenggamnya. "Kenan."
"Hm."
Gea menunduk menatap kedua makam itu lagi. "Kamu serius mau Kita lanjutin hubungan ini?"
Ada hantaman kuat yang menghempas kesadaran Ken. Dia menatap Gea tajam. "Yaya, it's not funny at all."
Gea tersenyum dan mengendik bahu pelan. "Aku hanya memastikan Kamu tidak akan menyesalinya di kemudian hari, Ken." Tanganya mengusap rahang Ken yang mengetat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, You! Again? (TAMAT)
General Fiction"Yaya." Kepala Gea mendongak, berusaha menghalau air mata yang merebak di sepanjang lengkungan kelopak matanya. "Lo adalah pemicu mimpi buruk gue Ken." Gea mengusap kasar air mata yang mengalir di sebelah pipinya. "Gimana gue bisa hidup dengan tena...