Ganesha menatap wanita yang masih berstatus sebagai istrinya dengan kemarahan yang Ia tahan. Pelipisnya berkedut, tarikan nafasnya berat menahan luapan lahar dal6am dadanya. Sementara Sarah hanya melipat tangan dengan dagu terangkat. Tidak merasa bersalah dengan apa yang telah dilakukan.
Lima hari yang lalu, Ken menanyakan ciri-ciri seseorang yang menemui Ayahnya. Menceritakan terganjalnya restu Ben karena kisah masa lalu Gea yang diceritakan sangat jauh dari kebenaranya. Hanya satu kali saja Ken menyebutkan ciri-cirinya, Ganesha paham bahwa Dia adalah Sarah.
"Sudah Saya katakan, jangan pernah ganggu Geanna."
Sarah tersenyum sinis. "Seperti tidak ada hal lain saja Saya-"
"Kamu memang tidak memiliki hal lain selain bersenang-senang dan menghabiskan uang." potong Ganesha.
"Itu bukan urusanmu. Toh uang yang Saya gunakan bukan uang darimu, itu uang dari Oji." ucap Sarah sengit.
Ganesha tertawa tanpa suara. "Sampai hati Kamu berbuat seperti itu pada Oji?"
"Saya Ibunya, jadi terserah Saya mau melakukan apa pada Oji. Sudah sepatutnya Oji memberikan apa yang Saya inginkan. Jangan berlaku seakan Kamu Ayahnya, karena Kamu memang bukan Ayah Oji yang sebenarnya."
"Are you insane?!" Ganesha berteriak. Dia sudah tidak kuat menahan lahar dalam dadanya. "Jika Kamu mengaku Ibunya, setidaknya Kamu dulu merawatnya. Bukanya keluyuran dengan teman-teman bodohmu itu."
"Hei jaga ucapanmu. Saya tahu bagaimana caranya bersenang-senang dengan hidup Saya, tidak bertindak bodoh berselingkuh seperti Kamu." teriak Sarah.
Ganesha tertawa, tidak percaya karena mau menikahi manusia manipulatif yang dengan bodohnya Ia bantu dengan mengorbankan hidupnya yang indah. "Sudah waktunya Kamu menikahi Hadi. Kalau perlu, berbuatlah licik seperti Kamu memfitnah Gea agar Hadi menceraikan istrinya. Saya sudah muak denganmu."
Tubuh Sarah membeku, kedua matanya melebar saat nama Hadi disebut oleh Ganesha. "Atau itu memang rencanamu?" sebelah alis Ganesha naik. "Maka dari itu Kamu menemui Dana Armani? Dia adiknya bukan? Hadi Armani."
Ganesha berbalik dengan gelengan kepala dan meninggalkan Sarah yang masih terkejut di tempatnya. "Jangan mempersulit keadaan Saya lagi. Tanda tangani saja surat cerai yang Saya kirimkan dan biarkan persidangan kali ini tanpa drama lagi." Tubuh Ganesha kaku saat membuka pintu dan menemukan Oji berdiri dengan kepala menunduk di samping pintu yang sudah tidak tertutup rapat.
"Terimakasih.. Ayah." bisik Oji hampir tidak terdengar."
©©©
Rumah Oji dalam keadaan gelap gulita. Tidak ada satu lampu yang menyala. Dengan ragu Gea menatap jam yang ada di dasboard mobil Ken. Pukul 19.47. Mobil kakaknya terparkir di carport. Tidak biasanya Oji tidur secepat ini.
"Kamu yakin bang Oji di rumah?" tanya Ken yang juga merasa ragu.
"Mobil bang Oji hanya ini. Dia tidak suka naik kendaraan umum untuk pergi kecuali kereta dan pesawat."
"Mau Aku temani masuk?" Ken membuka seatbealt, bersiap untuk turun saat melihat anggukan kecil Gea.
Mereka melangkah pelan dengan menatap sekeliling rumah. "Bang Oji?" seru Gea setelah berhasil membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Nana sedang mengunjungi orang tua Rico yang tinggal di Makassar. Jadi Dia tidak memanggil nama sepupunya itu.
"Kamar bang Oji dimana?" tanya Ken setelah menaruh barang bawaan Gea dan juga oleh-oleh dari London.
"Ada di atas." Gea menaiki tangga sedikit lebih cepat dari langkahnya tadi. Aroma alkohol tercium saat langkahnya sampai di depan kamar Oji yang tidak tertutup.
"What are you doing, bang?" tanya Gea heran. Tidak biasanya Oji mabuk apalagi dirumah. Gea bahkan tidak pernah melihat Oji menyetok kaleng bir sekalipun.
Senyum mabuk terbit di wajah sendu Oji. "Yo Geanna. Adik gue yang paling cakep." ujarnya dengan cengiran yang aneh menurut Gea.
"Lo tumbenan mabuk? Kenapa?" Gea meraih botol-botol wiski yang berserakan. Totalnya ada 2, tiga dengan yang di pegang Oji. "Ken tarik aja botol yang dipegang bang Oji. Dia beneran mabuk berat."
"Apa sih, Ya? Gue ituuu- hik belum mabuk. Sini Ken hik gabung sama gue." Ken mendekat dan meraih uluran botol Oji. Dia mengulurkanya pada Gea.
"Aku ambil air dulu ya. Kamu disini aja bantu bang Oji naik ke kasurnya." pinta Gea sebelum melangkah keluar.
Saat debuman halus terdengar, Ken memapah Oji dan membantunya duduk diatas ranjang. "Kenan." panggil Oji dengan suara yang berbeda saat berbicara dengan Gea tadi. "Tolong jaga Geanna dengan baik. Jangan pernah lepasin Dia lagi. Buat Geanna bahagia." tatapan Oji juga serius. Tidak ada kilatan seperti orang mabuk. "Gue memohon sebagai Kakak Gea."
Ken mengangguk. "Gue janji bang." meski bingung, Ken tetap mengiyakan permintaan Oji. Tanpa diminta pun, Dia akan menjaga Gea dengan sebaik mungkin.
"Minum ini dulu bang." ucap Gea yang baru saja masuk, dan Oji kembali berlaku seperti orang mabuk.
©©©
Gea memasang raut sebal melihat tingkah Ken yang begitu usil kali ini. Sementara yang ditatap hanya memasang wajah sok polos meski bibirnya beberapa kali ingin berkhianat karena gagal menyembunyikan senyumanya.
"Bell, Kakak boleh patahin tangan Abang Kamu nggak? Usil banget." adu Gea pada Bella yang tengah menata perhiasan hasil kreasinya.
Gadis itu tertawa. "Mau Aku bantuin nggak?" dukung Bella.
Ken berdecak. "Kalo Kita beneran udah nikah, Aku mesti kena bully kalian. Semoga aja Key bisa bantu Abangnya... Aw.. Sakit Bell." Ken mengusap lenganya yang dilempar pulpen oleh Bella.
"Ngapain belain Abang? Buang-buang waktu tenaga dan banyak hal lainya deh. Merugikan."
"Bener banget." balas Gea dengan senyuman lebar. Tanganya mengusap lengan Ken yang terkena lemparan pulpen. "Boleh tuker tambah nggak sih Bell Kakaknya?"
Gea merasakan lengan Ken menegang. Dia menoleh sebentar sebelum menatap Bella yang tertawa dan membalas candaanya. "Hati-hati ya Bang Ken."
Sampai satu jam lebih sekian, Ken masih terdiam. Tidak ada bercakapan seru yang menemani perjalanan mereka. Tidak ada komentar ngawur yang Ken lontarkan di tengah kemacetan yang mereka tempuh.
"Setelah perempatan belok kanan ya, Aku haus." Ken mengangguk dan memutat setir.
Mereka turun saat sampai di sebuah restoran bertuliskan Organic Joy. Dia melangkah mendekati Gea, meraih bahu Gea dan merangkulnya.
"Terimakasih." ucap Gea saat pelayan mengantarkan pesanan mereka. "Ada apa?" tanya Gea setelah meneguk minumanya.
Ken menggaruk sebelah alisnya yang Ia yakin tidak gatal sama sekali. "Maaf. Sepertinya Aku hanya terlalu berlebihan menanggapi candaan Kamu dan Bell tadi." Ken meraih gelasnya dan meminum dengan tegukan besar.
Sebelah tangan Gea terulur, meraih sebelah tangan Ken yang ada di atas meja. "Aku juga minta maaf karena berlebihan kalau bercanda." Gea memainkan jemari pianis Ken. "Setelah ini.. Aku akan berusaha untuk tidak berlebihan kalau bercanda."
Ken menggenggam tangan Gea. "Maaf ya, bikin suasana Kita nggak enak gini."
Tawa Gea mengudara. Dia melepas tangan Ken yang menggenggamnya. Dia membongkar ransel kecilnya dan meraih sebuah kotak kayu yang selalu Ia bawa kemana-mana.
Tubuh Ken menegak saat melihat Gea mengeluarkan cin-cin palladium yang Ia berikan beberapa waktu lalu. Gea memang mengatakan akan memakainya diwaktu yang tepat. Bahkan setelah mengatakan Iya atas lamaranya, Gea kembali melepasnya dan menyimpanya.
"Kenan McAdams, yes I do."
©©©
Happy New Year Everyone 🎆🎉
Stay safe and healthy. Tetap dirumah dan manfaatkan waktu bersama keluarga.
Semoga tahun depan lebih baik lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, You! Again? (TAMAT)
Fiksi Umum"Yaya." Kepala Gea mendongak, berusaha menghalau air mata yang merebak di sepanjang lengkungan kelopak matanya. "Lo adalah pemicu mimpi buruk gue Ken." Gea mengusap kasar air mata yang mengalir di sebelah pipinya. "Gimana gue bisa hidup dengan tena...