XLVII

966 113 0
                                    

"Denger-denger jum'at kemarin ada yang bermesraan di depan kantor nehhh." seruan menyebalkan itu berhasil menaikan kerja jantung Gea. Dia menoleh dan mendorong wajah Nana yang menyebalkan.

"Ge, bantu gue naik jabatan atau minimal naik gaji ya kalo lo beneran kawin sama Si berondong, daun muda yang seger itu." Nana cekikian sambil meraih gelas berisi jus apel milik Gea.

"Kambing kali suka daun muda."

Nana pura-pura terkejut. "Apakah Geanna Maheswari baru saja mengakui Dia adalah kambing?" tanya Nana sok-sokan berperan menjadi reporter.

"Na, habis ketemu orang tua Kak Rico kok lo jadi gila sih? Lo nggak ditolak orang tuanya kan?"

Nana mengeplak bahu Gea sebal. "Mulut lo busuk." serunya. Nana melambai pada pelayan yang menatap mereka. "Aglio olio sama cola, lo apa Ge?"

"Steak aja. Tambah Peach Iced tea deh." ucap Gea.

Nana mengucap terimakasih sebelum pelayan menjauh. "Ada apa nih nyari-nyari gue?" tanya Nana menopang kepala.

Setelah keadan Gea membaik, dan hubungan keluarganya semakin baik. Nana memutuskan untuk kembali ke rumah. Membiarkan Gea dan Oji juga Om Ganesha waktu untuk membiasakan kehadiran satu sama lain.

Nana celingukan menatap disekitaran Gea yang menatapnya heran. "Cari apa sih?" tanya Gea ikut keheranan.

"Gue nyari sesuatu yang menandakan itu bakal kain buat bridesmaid." jawab Nana sok polos.

Gea tertawa pelan mendengar lelucon Nana. Dia mulai mengerti mengapa Nana bersikap 'ajaib' saat ini. Karena sepupunya juga menangkap kegelisahan yang melandanya.

"Gue belum mengiyakan ajakan Kenan. Lagi."

"Kenapa tuh? Kenan ini husband material kualitas pertamax loh, Ge. Jangan sampe lo nyesel kalau ketikung sama cewek lain."

Gea menatap Nana dengan sorot sebal. "Mulut lo busuk." membalikan umpatan Nana.

Nana terbahak dan meneguk minumanya. "Geanna." panggil Nana setelah menguasai tawanya. "Aku tahu disini Aku bukan seseorang yang tepat untuk memberi pendapat karena sampai detik ini Aku juga belum berani melangkah ke jenjang pernikahan. Tapi, Gean.. "Nana meraih tangan Gea, menepuknya lembut. "Kamu akan terjebak di titik ini lebih lama lagi, kalau Kamu tidak mencoba memberanikan diri untuk mulai melangkah."

"Aku tahu saat ini Kamu gelisah dan diserbu banyak pertimbangan yang menggempur kepercayaan Kamu sama Kenan. Talk it, and fix then."

Gea menyandarkan punggungnya. "Lamaran terakhir Ken.. Aku melihat ada sorot rasa bersalah di matanya."

"So, what you have done? Nothing? Kabur lagi dengan topeng andalan 'baik-baik aja' itu?" serang Nana. Dia mendengus, sengaja meledek Gea. "Membosankan."

"Aku kebingungan okey?" bela Gea.

"Sayang sekali rasa bingung itu mengalahkan kewarasan yang susah payah Kamu pertahankan." Nana melirik Gea sambil mendekatkan piring makanan yang datang. "Terimakasih." ucapnya pada pelayan.

"Seharusnya Kamu desak Kenan dan tanyakan ada apa dengan sorot rasa bersalah itu." Nana menggulung spagetinya. Menyuap dengan mata yang tidak meninggalkan sosok Gea.

Gea menghela nafas panjang. Dia meraih pisau dan garpu, bersiap mengeksekusi steak dihadapnya meski selera makannya ada dititik minus saat ini.

"Setelah ini, gue ikut lo ke kantor." ucap Gea akhirnya. Mungkin Dia bisa menemui Ken di kantor untuk memberi tanda bahwa Ia siap membicarakan apapun yang membuatnya kembali bersembunyi sejak tiga hari yang lalu.

Hi, You! Again? (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang